10

1.4K 46 0
                                    

Cerita ini sudah Bab 55 ya di KBM dan di Karyakarsa karena aku update per lima bab disana. Untuk harga ekonomis kalian bisa beli paket.

Rencana tamat di bab 60, semoga saja terkabul 😂

Aku juga mau PO buat pdf kalau mau? Ada yang mau?

Username: aniswiji atau link ada di bio

Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link dibawah :
https://kbm.id/book/read/1f0eb944-6354-812c-0a73-6e772d25fa85/5af0004f-9400-9782-ccb8-4a5ce37a0f86?af=6514506b-3cd9-7efc-8265-9796c2d99584

Selamat Membaca

Aku terduduk di kursi meja belajar, ucapan Pak Adnan tadi membuatku bimbang. Menghembuskan nafas perlahan, aku mencoba berpikir logis. Aku masih dua puluh dua tahun, usia yang cukup muda. Teman-temanku saja belum ada yang menikah, banyak dari mereka yang sibuk mengurus skripsi ada juga yang sibuk memulai bisnis.

Apa kata mereka jika aku menikah? Apalagi menikah dengan dosenku sendiri?

Oh, No!!

Tapi di lain sisi aku tidak memungkiri jika ada rasa saat aku berdekatan dengan Pak Adnan. Rasa ini timbul begitu saja dan aku tidak bisa menolak. Ya, aku tipe orang yang bisa membuka hati dengan orang yang selalu memberikanku perhatian lebih. Bukannya aku munafik, sosok Pak Adnan itu sangat perhatian apalagi terhadapku. Tak jarang ia mengirim pesan bertanya kepadaku apakah aku sudah makan.

Pertanyaan sederhana untuk anak muda yang di mabuk asmara tetapi ini sekelas Pak Adnan?

Awalnya aku biasa saja, karena aku melihatnya sebagai dosenku tidak lebih. Tetapi seiringnya waktu, aku melihatnya sebagai pria dewasa yang memperlihatkan bahwa ia begitu peduli terhadapku.

Tok ... tok ... tok

Suara pintu membuatku tersadar dari pikiran yang sudah berkecamuk. Aku berjalan membuka pintu dan mendapati Ilham berdiri dengan tangannya membawa minuman kekinian.

"Ada apa?" Tanyaku saat pintu terbuka sempurna.

"Ini, gue beli minuman kesukaan lo." Menyerahkan satu cup besar minuman ke tanganku, Ilham memicingkan tatapannya. "Lo kenapa?"

"Enggak." Elakku.

"Nggak usah bohong. Gue tahu lo nyembunyiin sesuatu." Ilham menerobos masuk dan duduk di kursi meja belajar.

"Cerita sini." Ucapnya. Aku mengikutinya duduk di sisi ranjang, menatap wajah adikku yang sudah tumbuh dewasa. Padahal aku yakin baru kemarin aku melihatnya belajar berdiri, eh sekarang dia menjadi cowok yang digandrungi banyak perempuan.

"Lo pernah sayang sama orang, tapi usianya jauh diatas kita." Kataku lirih, Ilham hanya meliriku sekilas sebelum membalas ucapanku.

"Sayang pasti pernah, tapi kalau beda usia jauh belum pernah. Palingan selisih setahun, dua tahun. Itupun gue yang lebih tua."

"Gue bingung, di satu sisi gue sayang sama dia. Tapi di satu sisi gue nggak percaya saja kalau dia menaruh hati sama gue. Apalagi usia kita bisa di bilang selisih puluhan tahun." Jelasku, dengan menghembuskan nafas perlahan. Seolah bebanku sore tadi menguap begitu saja saat aku mulai berani berbagi.

"Memang lo suka sama siapa sih? Aneh banget lo suka sama orang yang jauh lebih tua."

"Gue juga nggak tahu, intinya gue sayang sama dia. Dia itu beda banget sama mantan gue yang beraninya obral janji, bahkan tadi sore gue mau dilamar jadi istrinya."

"What? Serius?" Aku mengangguk.

"Okay, gue nggak bisa kasih masukan banyak. Bagi gue kalau lo sayang sama dia ya perjuangkan. Meskipun gue yakin nggak akan semudah itu, apalagi kalau lo mengiyakan ajakan nikah. Pasti muncul banyak masalah lagi, tapi gue yakin ketika lo sayang sama seseorang, lo bisa menghadapi masalah itu sendiri."

"Tapi lo harus inget, nikah itu bukan hal yang remeh. Nikah itu perjanjian dengan nama Allah di hubungan kalian jadi gue harap lo berpikir dan coba tanya Papa dari sudut pandangnya. Bagaimanapun Papa wali lo." Ilham berdiri dan menepuk bahuku, dia berjalan meninggalkan kamar.

***

Sayub-sayub aku mendengar suara yang tidak asing bagiku. Aku melangkah ke depan rumah, nampak Papa duduk berdua dengan pria yang duduk membelakangiku.

"Pak, mengenai lamaran saya? Apa Pak Heri sudah setuju?"

Aku mengerutkan kening mencoba mengenali suara ini, ya, suara Pak Adnan.

"Saya sendiri terserah Nisa. Kan dia yang menjalani. Dan saya yakin kalau Pak Adnan sosok yang tepat untuk membimbingnya. Tetapi saya tidak mau memaksa, karena semua ini yang menjalani Nisa Pak."

Aku termangu, benar ucapan Papa kalau Pak Adnan adalah sosok yang baik sebagai suami. Dia penyayang, peduli, dan bertanggung jawab. Ketika di kelas ia akan berbicara logis dengan teori yang dijabarkan sesederhana mungkin agar mahasiswanya mampu memahami dengan benar. Dan aku yakin kalau itu merupakan pencerminan dari sosok yang bertanggung jawab akan pekerjaan. Mencerdaskan anak bangsa agar kelak kami sebagai penerus bangsa mampu berkontribusi untuk kemajuan bangsa.

Selain itu juga, Pak Adnan bukan pria yang mudah mengumbar janji kepada banyak wanita. Ia sosok yang santun bahkan aku merasa menjadi orang spesial jika bersamanya. Tak pernah aku menjumpai wanita yang bermain ke rumahnya.

Di sisi lain aku tahu bahwa Pak Adnan sangat selektif jika berteman dengan lawan jenis. Waktu itu aku akan bimbingan di ruang kerjanya. Aku mendengar dari balik bilik penyekat.

"Tolong di buka saja pintunya. Saya tidak mau ada fitnah disini." Ucap Pak Adnan kala itu. Aku yang tidak mau mengganggu akhirnya menunggu mereka selesai.

Aku berpikir pria seperti Pak Adnan di zaman sekarang sangatlah langka. Banyak pria sekarang yang mudah mengobral janji hanya demi sebuah hubungan semu yang menyenangkan egonya saja. Bukannya aku menilai semua pria seperti itu, tetapi pengalamanku yang membuktikan. Aku pernah terbuai dengan janji manis seorang pria. Nampak dari luar dia sangat taat beragama dan ya, dia sangat menjagaku saat itu. Dari situ aku percaya bahwa ia sosok yang baik, tapi apa yang aku temukan esok hari?

Ternyata ia juga menjalin hubungan dengan gadis lain. Dari situ aku sudah sangat anti akan pria yang mendekat, makanya sampai saat ini aku tidak pernah menjalin hubungan lagi.

Tbc

Part terakhir yang aku update disini, lanjutnya ada di KBM APP.

LINK ADA DI BIO OKAYY

Cinta Beda Usia ✔ (KBM & KARYAKARSA)Where stories live. Discover now