6

1.4K 54 0
                                    

Cerita ini sudah Bab 53 ya di KBM dan 50 di Karyakarsa karena aku update per lima bab disana. Untuk harga ekonomis kalian bisa beli paket ya

Username: aniswiji atau link ada di bio

Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link dibawah :
https://kbm.id/book/read/1f0eb944-6354-812c-0a73-6e772d25fa85/5af0004f-9400-9782-ccb8-4a5ce37a0f86?af=6514506b-3cd9-7efc-8265-9796c2d99584

Selamat Membaca

Pagi ini Mama dan Papa ada acara di luar, katanya saudaranya Papa mengadakan acara lamaran. Otomatis Ilham bebas pergi untuk hari ini. Sedangkan Papa dan Mama sudah pergi sejak tiga puluh menit lalu, meninggalkan diriku dan Ilham sendirian di rumah.

Ilham nampak rapi dengan kemeja garis-garis dan memakai celana jeans warna biru. Sungguh tampan adikku ini. "Mau kemana, Ham?" Tanyaku, aku duduk di ruang tengah yang langsung menghadap pintu kamarnya. Jadi ketika Ilham keluar otomatis aku bisa melihatnya.

"Biasa Kak, nongkrong." Katanya bangga. Padahal ini masih pukul sembilan pagi, mana ada kafe yang buka pagi buta ini.

"Lo kalau ngomong yang bener, jam segini kafe belum buka."

"Nggak asyik lo, Kak." Mengambil ransel di samping tempat duduknya.

"Maksud lo?"

"Gue mau ngapel, lanjut main sama doi." Jelasnya ketika mau keluar dari rumah.

"Oh ... ternyata adikku sudah besar ya. Sudah berani deketin anak orang."

"Memangnya lo, Kak. Umur sudah tua nggak ada yang deketin. Kasihan." Asem, punya mulut nggak di jaga nih orang.

"Mulut lo ya, kalau ngomong nggak di jaga. Awas ya lo, kalau gue ada, juga gue harap langsung nikah. Gue nggak mau kaya lo, setiap tikungan ada ceweknya. Nggak level." Ucapku penuh penekanan. Aku membalikan tubuh masuk ke kamar dibandingkan harus melihat Ilham pergi dengan motornya.

Menyebalkan!!

***

Rumah dengan nomor 36D ini merupakan rumah dengan desain mewah dan tertata rapi. Aku saja yang melihatnya bisa melihat jika pemiliknya merupakan pribadi yang suka akan kerapian. Semuanya tertata sesuai dengan fungsinya, ada berbagai foto yang diletakkan di dinding dan meja. Dari foto masa mudanya hingga foto saat dia meraih gelar doktor.

Tidak ada yang berbeda kalau dilihat secara detail, raut wajahnya masih sama, tetapi yang membedakan hanya tubuhnya. Dulu saat masih muda, aku melihatnya memiliki tubuh yang kecil tidak ada otot yang melekat ditubuhnya. Akan tetapi berbading terbalik dengan apa yang aku lihat sekarang, dia memiliki otot di berbagai bagian tubuh yang menurut orang lain akan terlihat menggiurkan.

Tatapanku terhenti ketika dia memasuki ruang tamunya dengan membawa sebuah air mineral dan makanan ringan. "Maaf lama ya, Saya tadi lagi jemur pakaian." Katanya ketika meletakan makanan ringan dihadapanku.

"Tidak papa, Pak. Saya yang datangnya lebih awal." Kataku dengan menggaruk belakang kepala. Aku bingung harus bicara apa agar tidak ada kecanggungan.

"Diminum minumannya. Sebentar saya ambil buku." Pak Adnan berjalan ke dalam, dan kembali dengan membawa sebuah buku besar.

"Mana drafnya kemarin? Sudah kamu perbaiki?" Mengenakan kaca mata baca, dia mengambil draf yang sudah aku perbaiki kemarin. Membacanya dengan serius. Nampak guratan di dahinya, seolah mempertegas bahwa usianya sudah tidak muda lagi.

"Ini semua sudah bagus, cuma ada beberapa tanda baca yang harus dibenahi. Kamu sudah lanjut bab dua?"

Aku menyerahkan draf bab ke-dua. Tangannya sibuk dengan bolpoin untuk mencorat coret yang salah.

"Sudah bagus, ini tinggal ditambah sumbernya. Kutipan harus jelas, biar kalau dosen penguji bertanya dimana sumbernya kamu bisa jawab. Oh ini tabelnya dirapikan." Tambahnya dengan menyerahkan draf-nya kembali.

Aku menatap draf yang diserahkannya kepadaku, nampak banyak coretan yang menghiasi lembar kerjaku. Sama saja ini aku mengerjakan ulang, huft.

"Ngomong-ngomong kamu nggak pergi keluar?" Aku langsung menatap ke Pak Adnan dan menggeleng.

Nampak Pak Adnan berpikir sejenak, seolah ingin mengungkapkan isi pikirannya. "Kalau kamu mau, ikut saya ke supermarket. Saya mau belanja buat satu minggu ke depan."

Aku nampak menimang, kembali ke rumah sama saja aku tidak memiliki teman dan kegiatan. Lebih baik aku menerima tawaran Pak Adnan.

"Ayo, Pak." Kataku antusias.
Kami berbelanja di salah satu supermarket dekat dengan perumahan. Mengendarai mobilnya, nampak aku terpukau dengan interior mobil yang mewah.

"Jangan jauh-jauh ya kalau pergi, saya nanti bingung carinya." Pak Adnan nampak menasihatiku layaknys kepada seorang anak.

"Iya, Pak. Lagian saya tidak akan pergi kemana-mana. Saya ngikut Bapak kemana saja." Kataku ketika kami masih di perjalanan menuju supermarket. Dia nampak tersenyum tipis.

Kami berbelanja dengan posisi dia mendorong troli belanjaan dan aku yang mengambilkan barang yang diinginkan. Banyak pandangan mata yang tertuju kepada kami, tetapi aku cuek saja. Toh, kami tidak memiliki hubungan lebih.

"Sudah, kamu mau beli apa buat jajan? Saya yang bayar jangan takut." Ucapnya ketika troli sudah penuh dengan belanjaannya.

"Tidak, ah Pak."

"Ayo, jangan sungkan. Sesekali saya yang membelikan." Bujuknya dengan senyuman. Apa memang begini watak aslinya, ramah dan peduli?

Baiklah, aku memilih membeli satu cup es krim ukuran besar dan beberapa makanan ringan.

"Jangan banyak-banyak kalau beli itu. Banyak MSG, nggak baik buat kesehatan." Aku menoleh dan memutuskan mengurangi jumlah snack yang aku inginkan. Benar juga apa yang dibilang Pak Adnan.

"Kesehatan itu mahal, Nis. Harus dijaga, kalau sudah tua kaya saya gimana. Apa-apa pasti bisa menimbulkan penyakit. Banyak makan santan bisa kolesterol, banyak pikiran bisa darah tinggi. Jadi kamu harus jaga kesehatan dari muda ya." Aku mengangguk patuh, kami memilik untuk membayar semua barang belanjaan dan kembali ke rumah.

Tbc

Cinta Beda Usia ✔ (KBM & KARYAKARSA)Where stories live. Discover now