9

1.3K 51 2
                                    

Cerita ini sudah Bab 55 ya di KBM dan di Karyakarsa karena aku update per lima bab disana. Untuk harga ekonomis kalian bisa beli paket.

Rencana tamat di bab 60, semoga saja terkabul 😂

Username: aniswiji atau link ada di bio

Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link dibawah :
https://kbm.id/book/read/1f0eb944-6354-812c-0a73-6e772d25fa85/5af0004f-9400-9782-ccb8-4a5ce37a0f86?af=6514506b-3cd9-7efc-8265-9796c2d99584

Selamat Membaca
Aku tak menyangka bahwa hari ini, aku dan Pak Adnan pergi berdua. Ya, tak aku pungkiri jika kami berjalan bersama banyak pasang mata yang menatap tajam. Mungkin mereka berpikir bahwa aku simpanan pria ini. Tapi aku tak peduli, karena aku nyaman berada di sisinya, biarlah mereka menilai seperti itu. Karena yang tahu hanya kami. Aku tidak bisa menutup mulut mereka satu per satu, tetapi aku bisa menutup telinga dari ulah mereka.

Ya, hidup se-simple itu.

Setelah kondisiku lumayan pulih, aku memilih untuk menghubungi Pak Adnan. Mana bisa aku mencarinya dengan berkeliling disini, karena tempat ini cukup luas.

"Halo Pak, Bapak dimana?" Suara nafas beraturan yang dapat aku dengar, dia tidak mengeluarkan suara apapun.

"Bapak! Jangan kaya gini. Bapak dimana?"

"Coba kamu melihat ke arah jam dua belas dari posisimu." Katanya. Setelah mengikuti arahan Pak Adnan, aku melihat dia berdiri dengan berkacak pinggang khas pejabat. Lebih baik aku mendekatinya, dari pada urusan panjang.

"Bapak, kenapa ninggalin saya sih."

"Salah kamu." Jawabnya singkat.

"Yasudah, saya minta maaf. Kalau boleh tahu salah saya dimana?"

"Pikir saja sendiri," tarik nafas Nisa, kamu harus kuat menghadapi bapak- bapak lagi PMS kayak gini. Lebih baik aku mengalah, "iya saya tidak akan menaiki wahana itu. Sudah ah jangan ngambek, nanti cepat tua."

"Saya memang sudah tua."

"Iya, tapi kalau tambah tua gimana? Nanti gantengnya hilang." Godaku, rona merah menghiasi wajahnya yang putih. Lengkungan bibirnya muncul seiring dengan suara tawa yang menglegar.

"Biar saja, yasudah kita jalan kembali. Katamu pengin foto-foto?" Ajaknya dengan menarik tanganku dan menggenggamnya. Kami melanjutkan menuju area yang menyuguhkan panorama yang indah. Dengan latar belakang berupa sungai buatan dengan berbagai bangunan khas venesia.

"Pak, saya dipotoin dong." Perintahku menyerahkan ponselku ke tangan Pak Adnan. Tersenyum, dia mengambil beberapa fotoku. Aku melihat hasil jepretanya dan hasilnya tak kalah dengan photografer profesional.

"Bagus Pak." Aku mengacungkan jari jempolku ke atas, "yasudah saya minta bantuan orang lain buat fotoin kita."

Tak berselang lama, Pak Adnan berjalan dengan perempuan muda mendekatiku.

"Tolong ya Mbak, fotoin kita."

"Iya Pak." Aku dan Pak Adnan berpose beraneka ragam dengan berbagai latar belakang yang indah.

"Terima kasih ya Mbak." Ucapku tulus, mencoba melihat hasil jepretanya. Nampak kami berpose layaknya pasangan yang di mabuk asmara. Banyak adegan yang menurutku terlalu intim, tetapi aku suka. Hehehe

"Boleh saya pakai foto ini untuk profil wa?" Tanyanya, memperlihatkan foto kami yang nampak dari belakang dengan tangan yang bertautan. Aku mengiyakan saja, toh disitu wajahku tidak nampak jelas.

"Iya."

"Makasih ya." Aku mengangguk, kami kembali berkeliling tempat ini dengan kereta yang sudah disediakan. Tak lupa kami mengabadikan dengan lensa ponsel.

"Seneng tidak?" Ucapnya ketika kami berada di mobil yang akan mengantar kami pulang.

"Iya, banget."

"Wah, berarti saya tidak rugi."

"Maksudnya?" Aku mengerutkan kening dan menoleh ke arah Pak Adnan yang masih sibuk dengan kemudinya.

"Saya senang bisa lihat kamu senang. Saya tersenyum lihat kamu tersenyum." Pak Adnan menoleh dan mengacak rambutku, seolah gerakan ini sangat biasa kami lakukan. Padahal kami tidak pernah sampai sejauh ini, paling juga pegangan tangan.

"Bapak bisa saja."

"Kamu mana faham apa yang saya ucapkan."

"Iya, memang."

"Yasudah kita ke restoran buat isi perut. Perut saya sudah kelaparan." Pak Adnan memutus perdebatan kecil kami. Mengarahkan mobil ke sebuah restoran bintang lima.

"Ayo, keluar." Pak Adnan menggenggam tanganku masuk ke dalam restoran. Menuju salah satu bilik privat yang sudah di reservasi.

"Ayo duduk, sebentar lagi pelayan masuk." Tak berselang lama pelayan muda masuk memberikan dua buku menu.

Aku memesan beberapa menu begitu juga dengan Pak Adnan.

"Dimakan yang banyak, jangan sampai sisa. Mubazir." Ucapnya ketika semua makanan sudah terhidang di meja. Tanpa sungkan, aku menghabiskan makanan pesananku.

"Alhamdulillah." Ucapku ketika semua tandas tak tersisa.

"Mau tambah?"

"Enggak, sudah kenyang."

"Ekhm, kamu tahu tidak apa yang saya sukai?" Ucapnya tiba-tiba, aku mengerutkan kening mencoba mencerna ucapan Pak Adnan dan hasilnya nihil. Aku tidak tahu apa yang ia ingin bicarakan.

"Apa, Pak?"

"Kamu." Jawabnya.

"Bapak ngaco deh."

"Saya tidak ngaco, Nisa. Saya serius. Saya ingin kita menjalin hubungan yang serius."

"Maksud Bapak, nikah?" Pikirku spontan, aku tahu makna kata serius itu lebih dari pacaran. Karena Pak Adnan tidak akan melakukan hal itu yang bisa membuang waktunya. Bagi pria dewasa serius itu nikah, yang aku pahami.

Dia mengangguk, "Mau ya?"

Aku tidak tahu apa yang harus aku jawab. Banyak hal yang harus aku pertimbangkan, apalagi usiaku masih terbilang muda untuk menikah. Banyak hal yang bisa aku lakukan, tetapi disisi lain aku juga merasa nyaman berada disisinya.

Tbc

Cinta Beda Usia ✔ (KBM & KARYAKARSA)Onde histórias criam vida. Descubra agora