8

1.2K 53 2
                                    

Cerita ini sudah Bab 55 ya di KBM dan di Karyakarsa karena aku update per lima bab disana. Untuk harga ekonomis kalian bisa beli paket.

Rencana tamat di bab 60, semoga saja terkabul 😂

Username: aniswiji atau link ada di bio

Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link dibawah :
https://kbm.id/book/read/1f0eb944-6354-812c-0a73-6e772d25fa85/5af0004f-9400-9782-ccb8-4a5ce37a0f86?af=6514506b-3cd9-7efc-8265-9796c2d99584

Selamat Membaca

Tak pernah aku pungkiri jika kehadiran Pak Adnan mampu mengisi ruang kosong di relung hatiku. Aku tidak mau berharap lebih, tetapi ada asa yang tertanam secara tidak langsung yang membuatku cukup merasa nyaman berada di dekatnya.

Bagaimana aku menjelaskannya, ya? Pak Adnan itu mampu menjadi sosok yang aku butuhkan. Ketika menjadi dosen pembimbing maka ia akan bekerja profesional dengan mengarahkanku untuk mengerjakan skripsi dengan tuntas. Tetapi ketika kami bertemu di luar, maka dia bisa menjadi kakak yang tidak pernah aku miliki. Pak Adnan peduli dan mampu melindungi diriku. Insting sebagai pelindung itu sangat kuat, bahkan aku tidak merasakan dengan Ilham yang notabene adikku.

"Jangan jauh-jauh." Katanya saat kami mengunjungi sebuah objek pariwisata di daerah Bawen. Disana ada tempat pariwisata yang baru dibuka dengan beberapa fasilitas yang menunjang untuk pecinta fotografi atau sekadar untuk menghabiskan waktu bersama dengan keluarga.

"Iya, lagian hanya beberapa langkah di depan Bapak, kok." Kataku, kami memang pergi untuk sekadar tamasya agar pikiran kembali segar. Butuh nuansa baru agar aku kembali bersemangat untuk menyusun skripsi. Yang dibutuhkan mahasiswa semester tua sepertiku itu mood yang bagus.

"Tunggu saya, kita ke resto dulu. Saya lapar." Padahal tadi pagi kami sudah sarapan, ya, meskipun hanya bubur ayam.

"Bapak lapar lagi?" Tanyaku heran, "iya saya lapar, kan tadi cuma makan bubur."

"Oke, kita ke resto." Kami berjalan bersama menuju resto. Aku memilih untuk duduk di pojok. Setelah memesan makanan, kami menyantap makanan dengan pikiranku yang sudah menyusun beberapa opsi untuk hari ini. Aku ingin bermain seluncuran, keliling dengan menggunakan kereta, dan berfoto dengan berbagai background yang menarik.

"Makanannya enakan masakan kamu." Katanya, aku cukup terkejut. Bagaimana tidak, yang masak di resto ini aku yakin chef profesional, kok bisa dibadingkan dengan masakanku.
"Ngaco, Bapak."

"Enggak, saya jujur."

"Kalau mau gombal, Bapak salah alamat." Tidak aku pungkiri jika di dalam hatiku banyak bunga-bunga yang bermekaran akibat ulahnya.

"Ihh, siapa yang gombal. Saya jujur, mana ada saya bohong. Memang lidah saya cocoknya makanan rumahan. Kaya yang kamu buat." Jelasnya panjang lebar. "Yasudah, besuk mau saya masakin apa?" Godaku, sejak hubungan kami semakin dekat. Aku sering mengunjungi rumah Pak Adnan hanya untuk memberikan masakan hasil karyaku. Memiliki waktu luang yang banyak membuatku ingin bereksperimen tentang dunia kuliner.

"Oseng buncis sama kikil aja, kemarin kamu masak itu saya bisa habisin nasi."

"Oke, besuk saya masakin ya."

"Terima kasih, yasudah saya bayar dulu makanan ini. Nanti kita lanjut jalan-jalannya." Ucapnya dengan meninggalkanku sendirian di meja. Aku tidak memungkiri jika aku selalu dibuat terpesona dengan sikapnya. Kadang aku berpikir apa aku pantas menjatuhkan hati ke pria yang lebih tua? Apalagi beliau dosenku, dan sekarang seolah logikaku selalu kalah jika beradu dengan hati. Hatiku selalu menyuarakan jika 'kalau kamu bahagia maka jalani saja, mungkin Pak Adnan juga merasakannya'. Karena sampai saat ini hubungan kami hanya dekat tanpa ada sebuah komitmen.

Kami berjalan menuju papan seluncuran, awalnya aku mengajak Pak Adnan untuk menemaniku. Tetapi ia enggan, akupun tidak jadi memaksanya takut sakit jantung, aku yang jadi repotkan.

Nampak dari ketinggian aku bisa melihat bukit telomoyo berada. Pemandangan yang cukup menakjubkan. Sekarang adrenalin terpacu saat aku menuruni papan seluncuran.

"Akhhh." Teriakku saat menuruninya.

Sampai dibawah, aku sudah di tunggu Pak Adnan yang nampak khawatir. "Nggak papa kan, Nis?" Dia berjalan mendekatiku dengan satu botol air mineral.

"Ayo di minum, wajah kamu pucat. Besuk jangan naik itu lagi." Katanya panjang lebar, aku hanya mendengarkannya.

"Ini, tangan kamu saja dingin. Ayo ah kita istirahat dulu." Ajaknya, menggenggam tanganku dan menarik ke tempat yang teduh untuk istirahat.
Aku hanya mengikutinya tanpa mau membalas.

"Sudah kamu duduk," Pak Adnan entah pergi kemana lagi, wajah pucatku bukan karena sakit atau bagaimana. Tapi adrenalinku meningkat, ada euforia sendiri yang aku rasakan. Meskipun awalnya aku merasa takut.

Tak berselang lama Pak Adnan menyerahkan minyak kayu putih, mungkin ia takut jika aku jatuh pingsan. "Besuk jangan main kaya gitu, saya khawatir lihatnya." Aku menatap wajahnya, bukan wajah yang masih muda yang aku lihat tapi wajah lelaki matang dengan pemikiran yang cukup rumit.

"Iya, saya nggak takut. Cuma ya gitu, adrenalin saya meningkat." Sanggahku, baru naik satu kali saja aku sudah di larang.

"Tetap, saya tidak akan mengizinkanmu. Bukannya saya senang, tapi jantungan lihat wajah kamu kaya gini."

"Kenapa Bapak khawatir? Jangan berlebihan deh."

"Kamu tidak tahu apa yang saya rasakan." Ucapnya meninggakanku sendiri, apa dia marah dengan kata-kataku tadi?

Astaga Pak Adnan!!

Tbc

Cinta Beda Usia ✔ (KBM & KARYAKARSA)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum