7

1.4K 56 1
                                    

Cerita ini sudah Bab 53 ya di KBM dan 50 di Karyakarsa karena aku update per lima bab disana. Untuk harga ekonomis kalian bisa beli paket ya

Username: aniswiji atau link ada di bio

Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link dibawah :
https://kbm.id/book/read/1f0eb944-6354-812c-0a73-6e772d25fa85/5af0004f-9400-9782-ccb8-4a5ce37a0f86?af=6514506b-3cd9-7efc-8265-9796c2d99584

Selamat Membaca

Pagi ini aku memiliki jadwal kuliah jam sembilan. Lokasi rumah dengan kampus memang tidak terlalu jauh, menggunakan ojek online paling sekitar lima belas menit. Naasnya, pagi ini aku sudah meng-order sampai tiga kali dan hasilnya selalu di-cancel. Pikiranku sudah kalut jika terlambat, bagaimana tidak. Perjanjian awal kuliah, dosen memberi tolerir sekitar lima belas menit jika terlambat. Padahal ini sudah mau menginjak jam sembilan kurang lima belas menit. Macam dosennya killer abis, semester kemarin saja aku dapat C otomatis aku mengulangnya semester ini.

Suara klakson menyadarakanku dari layar ponsel yang menampilkan order-ku yang selalu gagal. "Ayo, Nis!"
Pekikan suara Pak Adnan yang terdengar dari dalam mobil.

Sontak aku berjalan mendekat, memang jarak antara aku dengan jalan agak dekat. Karena aku berdiri di depan gerbang rumahku, "ayo masuk. Kamu mau kuliah, kan?" Tanyanya, aku merespon dengan mengangguk.

"Yasudah, ayo masuk. Ngapain kamu berdiri saja." Aku membuka pintu mobil, dan duduk disamping kemudi. Dalam hatiku, aku bersyukur akan kedatangan Pak Adnan. Dia bagai dewa penyelamat yang aku butuhkan di saat genting seperti ini.

"Terima kasih ya Pak." Kataku, saat selesai memasang seat belt.

"Iya, kamu kuliah jam berapa memang? Kok belum berangkat."

"Jam sembilan, tetapi selalu di-cancel sama ojolnya."

"Oh...." Jawabnya dengan pandangan tetap fokus ke jalanan yang nampak ramai. Apalagi kawasan perkantoran yang kami lewati.

Dengan senang hati, Pak Adnan menawarkan diri untuk mengantarku jika kami memiliki jadwal yang sama. "Lain kali, kalau jadwalnya sama. Ikut saya saja, dibandingkan naik ojol. Kan uangnya bisa kamu tabung."

Aku menoleh dan menatap wajahnya, "nggak enak ah Pak. Nanti kalau teman saya lihat bagaimana?"

"Kenapa takut? Kan kita cuma satu mobil bukan dari mana-mana kok." Jawabnya santai.

"Ya, tetap saja Pak. Nggak enak, nanti akan timbul gosip, apalagi nanti Bapak ikut terseret. Saya yang tidak enak sama Bapak, Bapaknya ingin membantu saya, eh malah saya yang membuat Bapak masuk ke masalah." Jelasku, apalagi teman-temanku akan heboh jika aku selalu keluar dari mobil Pak Adnan. Dalam pikiran mereka, mungkin aku adalah peliharaannya atau sugarbaby-nya.

"Kenapa kamu berpikiran seperti itu?"

"Saya realistis Pak, saya mahasiswa Bapak dan Bapak dosen saya. Hubungan kita hanya itu, tetapi ketika orang-orang yang melihat saya sering sama Bapak. Mereka akan yakin jika kita memiliki hubungan tertentu."

"Tapi jangan sama ratakan, bagaimanapun pasti ada orang yang berpikiran positif." Sanggahnya.

"Iya, tetapi pasti akan banyak orang yang percaya itu."

"Ya, kalau itu biarkan mereka menilai. Kan yang tahu hanya kita." Obrolan kami terputus saat mobil Pak Adnan berhenti di parkiran. Aku melihat situasi saat akan keluar dari mobil, meskipun posisi mobil Pak Adnan di pojok. Saat aman, aku melangkah keluar tanpa lupa mengucapkan terima kasih.

***

Sejak saat itu, Pak Adnan sering mengajakku berangkat bersama. Papa maupun Mama tidak pernah khawatir jika aku bersama Pak Adnan.

"Kak, berangkat sama Pak Adnan?" Tanya Papa saat mendapatiku duduk di teras rumah.

"Iya," jawabku. Memang Papa sama Mama sudah sering mendapatiku berangkat bersama.

"Papa bersyukur, kalau kamu ada yang ngantar. Apalagi yang ngantar bukan sembarang orang." Katanya. Aku memang tidak menampik bahwa aku merasa aman jika berangkat bersama Pak Adnan dibandingkan dengan menaiki ojol. Apalagi kejahatan kepada kaum wanita meningkat jika menggunakan transportasi umum.

"Kalau itu jelas Pa, Pak Adnan kan orang terpelajar. Dosen lagi." Ucapku bangga. Di usia yang bisa dibilang tidak muda, Pak Adnan sering aku lihat membaca buku saat bimbingan. Seolah ilmu yang ia miliki belum juga cukup.

"Harapan Papa, kamu mendapatkan orang yang baik kaya Pak Adnan sebagai imam kamu, sudah cerdas, dermawan, kalau agama Papa bisa jamin kalau dia taat beragama. Papa sering menjumpai dia sholat berjamaah di masjid kompleks."

"Doakan ya Pa." Aku ikut meng-amini ucapan Papa, sosok seperti Pak Adnan itu susah didapatkan sekarang. Apalagi banyak orang yang mengejar dunia, seolah lupa bahwa dunia itu tidak abadi.

Sebenarnya aku tidak memiliki kriteria khusus dalam memandang lawan jenis. Bukannya gimana, pengalaman masa lalu mengajarkan diriku untuk melibatkan Allah dalam setiap hal, terutama jodoh.

"Yasudah, Nisa berangkat dulu Pa. Itu Pak Adnan sudah di depan." Izinku, mencium takzim tangan Papa, mengucap salam, aku berjalan menuju mobil Pak Adnan.

"Maaf, lama." Ucapnya saat aku duduk di sampingnya.

"Tidak papa, Pak. Seharusnya saya yang berterimakasih, Bapak masih mau berangkat bersama."

"Ah, jangan kaya gitu. Kaya sama siapa saja. Yasudah kita berangkat." Sepanjang perjalanan kami habiskan dengan obrolan santai, seringnya ia bercerita tentang perjalanannya sampai menjadi seorang dosen.

"Dulu saya disuruh Mama saya buat nerusin usaha Mama jadi pedagang. Tapi saya tolak, saya ingin melanjutkan sekolah lagi."

"Kenapa?"

"Bukan pasion saya, beruntungnya Mama bukan orang yang kolot hingga memaksa saya untuk mengikuti keinginanya. Mama tetap mendukung saya, hingga menjadi seorang dosen seperti ini." Katanya penuh bangga, ada binar bahagia atas pencapaiannya. Aku juga salut akan kegigihannya untuk mencapai impian ini. Yang dalam bayanganku, zaman dulu itu sekolah sangat susah dalam artian fasilitasnya dan juga jarak rumah ke sekolah. Tetapi Pak Adnan mampu menyelesaikannya, bahkan kalau tidak salah, bisa jadi ia akan menjadi guru besar.

Sebuah pencapaian yang cukup menakjubkan.

Tbc

Cinta Beda Usia ✔ (KBM & KARYAKARSA)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें