PROLOG

1.6K 166 36
                                    

"Abby."

Aku mendengus pelan dan bangkit dari kasurku dengan malas. Sudah berkali-kali kakak perempuanku itu memanggil namaku.

Aku Abby. Anak perempuan berumur 16 tahun dengan rambut [h/c] dan mata [e/c]. Seorang anak introvert yang menganggap kalau kamar adalah tempat terbaik di dunia.

fyi :
h/c = hair colour
e/c = eyes colour

"Apa, Sha?" Aku menghampirinya.

"Lo gak jadi belanja sama Ava?" tanya Sasha. Kakak perempuanku yang berambut pirang panjang-seperti ayahku-dan bermata biru. Senyumnya manis, tapi sifatnya ngeselin. Kadang galak, kadang seperti ibu peri. Tukang ngambek juga.

Ava yang sedang bermain handphone, langsung mendelik kepada Sasha. "Apa lo bilang?"

"Lo mau nemenin Abby belanja kan?" Sasha mengangkat alis, membuat Ava merengek kesal.

Ava, adik perempuanku yang berambut cokelat panjang dan mata cokelat. Suka merengek, mudah menangis, tetapi pemberani. Dia juga manja kepada Mum.

"Kok gitu sih? Gue kan gak ada bilang gituuu," rengek Ava kesal.

Sasha tak menghiraukannya. "Udah, temenin aja. Gue mau bersihin kebun."

"Kenapa Abby gak sama Andrew aja?" tanya Ava. Aku mendelik.

"Andrew kan belum pulang. Lo aja temenin gue," kataku. Ava mendengus, dan akhirnya mau mengikutiku.

° ° °

"Ini doang kan?"

Ava melihat belanjaan itu. "Iya, itu doang."

Aku meregangkan tanganku yang pegal karena mendorong keranjang yang sangat penuh.

"Andai kita sama Mum," ucapku. Ava menunduk dan mengangguk.

Mum mendapatkan tawaran bekerja di kantor yang sama seperti Dad beberapa bulan yang lalu. Mereka bekerja di luar kota, sehingga mereka jauh dari kami. Kami bertiga tinggal di rumah Bibi Julie, kakak ipar Dad. Bibi Julie mempunyai seorang anak laki-laki bernama Andrew. Suami Bibi Julie, yakni Paman Hank, merupakan kakak laki-laki Dad.


Now, back to the story.

Aku, dibantu oleh Ava, meletakkan belanjaan kami di kasir. Sasha telah memberikan uang yang cukup banyak. Jika uang ini kurang, aku akan segera menerornya.

"Totalnya lima ratus ribu," ucap kasir itu.

Tsk, untung cukup. Aku memberikan lima lembar uang seratus ribu yang diberikan oleh Sasha. Tak ada kembalian. Untung saja kami sudah membeli jajan kami.

"Andrew kemana sih?" tanyaku saat kami keluar dari supermarket. Ava menggeleng.

"Gak tau. Mungkin ke rumah temennya," jawab Ava. Dia memandang sekeliling. "Eh, By. Gue ke toko itu dulu boleh gak?"

Ava menunjuk sebuah toko ice cream di pinggir jalan. Aku melihat toko itu dan mengernyitkan dahi.

"Lo bawa duit?" tanyaku bingung. Ava mengangguk sambil mengeluarkan dompetnya.

"Lo duluan aja," kata Ava.

"Duluan kemana?"

Ava kembali melihat sekeliling. "Situ." Dia menunjuk halte. Aku menoleh.

"Gak ah," ucapku. Ava merengut. "Gue gak mau ke halte itu sendirian. Gue mau ikut aja," kataku.

"Ih." Ava mendengus. "Yaudah, lo ikut."

Aku menyeringai usil. "Okee! Sekalian traktirin gue."

"Tuh kan."

° ° °

"Cuman itu doang?"

Topping ice cream nya tinggal sedikit. Hanya ada oreo, froot loops, meses, dan choco chip.

"Lo apa, By?" tanya Ava padaku.

"Froot loops aja," jawabku, berusaha cepat-cepat karena antreannya sangat panjang. Kami sudah menunggu selama setengah jam.

Pantas saja topping nya tinggal sedikit.

"Tinggal sedikit," kata perempuan yang ada di kasir itu.

"Miss, saya pesan vanilla ice cream dengan topping froot loops."

Seorang laki-laki yang mengantri di belakangku, mengangkat tangan sambil menyebutkan pesanannya.

"Baik," kata perempuan di kasir itu. Aku dan Ava menoleh kepada anak laki-laki itu.

Dia berambut keriting hitam. Matanya cokelat tua. Dan dia lebih tinggi dariku. Kulihat dia sedang menahan tawa, merasa puas karena sudah memesan

Ava memandang perempuan di kasir tadi. "Miss, topping froot loopsnya masih ada gak?"

"Gak ada," jawab perempuan tersebut. Aku mengepalkan tanganku kepada anak laki-laki tadi.

"Kok lo duluan sih?" kataku sewot. Anak itu mengangkat alisnya dan menyeringai, membuatku kesal.

"Udah, By. Lo beli ice cream vanilla topping oreo aja," kata Ava. Aku pun mengangguk dan masih menatap anak laki-laki tadi dengan tajam.

Ketika pesanannya selesai, dia melewatiku sambil menyeringai penuh kemenangan. Aku mengepalkan tanganku, berusaha untuk menahan emosi.

"Gue tandai lo," kataku dengan pelan kepadanya. Dia hanya terkekeh dan pergi.

Ok, I don't know who he is. But I hate him.

·
·
·

author's note :

vote n comment !

anw , ini cuman FANFICTION doang ya. bukan benerann. jadi rl kalian beda sama di sini. hope u understand ♡

and , maaf kalau ada kesalahan !

𝐌𝐎𝐓𝐈𝐕𝐄, 𝖿𝗂𝗇𝗇 𝗐𝗈𝗅𝖿𝗁𝖺𝗋𝖽 ✓Where stories live. Discover now