3 - 10

1.3K 83 1
                                    

"Kau tidak dengar!? Aku ingin melihat rekaman kamera cctv kalian!" Barbara menyeru nyaring di lobi kantor Sang Adik.

"Maaf, tapi tidak bisa sembarangan seperti itu." Petugas resepsionis yang berjaga pun berusaha seramah mungkin, sesuai dengan SOP kerjanya untuk menenangkan Barbara yang bernada tinggi dan membuat keributan di lobi pagi ini.

"Apanya yang tidak bisa sembarangan!? Ini, lihat! Aku wartawan resmi!" Barbara menunjukkan kartu idenitasnya sebagai wartawan, tapi itu tampaknya tidak menimbulkan efek apapun. Resepsionis yang melihat kartu itu tetap menggelengkan kepalanya.

"Maaf, tapi tetap tidak bisa. Harus ada surat resmi terlebih dahulu baru kami bisa membuka akses ke cctv."

Barbara yang kehabisan kata-kata terdiam. Ia melihat sekeliling dan mendapati kalau dirinya sudah menjadi pusat perhatian orang-orang di lobi. Bahkan, ia juga melihat petugas keamanan mulai tertarik ke arahnya, kalau ia membuat keributan dan memaksa lebih lanjut, bukan tidak mungkin ia akan diseret keluar secara paksa.

"Kumohon... Adikku bekerja di sini dan dia sudah tiga hari ini tidak ada kabarnya. Aku ingin melihat rekaman cctv dan mencari tahu ia ada di mana." Wajah Barbara memelas pucat. Petugas resepsionis yang mendengar itu jujur ikut tersentuh, tapi sekali lagi, ia diingatkan akan SOP tempatnya bekerja, dan ia juga tidak punya wewenang untuk memberikan apa yang Barbara inginkan.

"Maaf... Saya turut prihatin. Saya memang mendengar ada seorang karyawan di bagian keuangan yang menghilang, tapi sekali lagi, ini peraturan perusahaan. Mungkin saran saya, kasus ini bisa dilaporkan ke pihak berwajib sehingga nanti akses cctv itu bisa diberikan kepada petugas kepolisian yang datang menyelidiki."

Barbara menundukkan kepalanya. Ia ingin sekali melaporkan hal ini ke pihak kepolisian, tapi ia tahu ia tidak bisa gegabah begitu saja. Bukan tidak mungkin, ada tikus di dalam instansi penegak hukum itu yang justru, dengan melaporkan hilangnya Julia dapat membuat rencana Barbara tercium. Akhirnya, dengan wajah kecewa, Barbara balik badan dan keluar dari sana.

Tiga hari, Julia tidak terlihat di mana pun. Kata-kata terakhir yang keduanya ucapkan adalah janji bertemu di coffeeshop untuk membicarakan rencana menguak skandal kejahatan HD Corp, tapi, Julia tak pernah muncul bahkan sampai Barbara menunggu hingga coffeeshop itu tutup.

Barbara juga pergi ke rumah untuk mencari Sang Adik, tapi yang ia temukan adalah sosok Marco yang juga khawatir. Barbara yakin, kalau sekarang Marco juga sedang mencari Julia namun dengan cara pria itu sendiri yang entah bagaimana caranya. Yang jelas, sudah tiga hari Julia menghilang dan itu membuat batin Barbara berkecamuk.

Bagaimana tidak? Julia mengatakan dia mempunyai bukti untuk membongkar skandal ini, dan setelahnya ia menghilang tanpa jejak. Pemikiran-pemikiran negatif muncul di benak Barbara, yang curiga bahwa ini ada hubungannya dengan HD Corp. Apakah Julia ketahuan? Lalu, ketika ia ketahuan, lantas apa yang terjadi kepada adiknya itu!?

Saat bertemu Marco ketika mencari Julia, Barbara sama sekali tidak memberitahu pria itu. Kalau Marco tahu apa yang terjadi kepada istrinya dan ini semua karena ide Barbara ... entah. Barbara pikir, Marco bisa saja membunuhnya dan jujur, Barbara sempat merasa itu tak apa. Jika memang benar sesuatu yang buruk terjadi kepada Julia gara-gara ambisinya ini, Barbara tak dapat membayangkan bagaimana rasa bersalah itu dapat ia tangani.

"Aaaaaakkkkkkkkkhhhhhh!" Julia bergidik kejang mendapati sengatan listrik yang menjalar. Tubuhnya serasa dibakar hidup-hidup, dan bagian perut tempat stun gun itu ditempelkan mulai mati rasa. "Stop... Hentikan..." Julia meringis tapi itu tidak menghentikan apa pun siksaan yang ia hadapi selama tiga hari ini. "Aaaakkkkkhhhhhhhh!" Tubuhnya kembali mengejang mendapati sengatan listirk, dan kali ini, ia kehilangan kesadaran dirinya.

HIDDENVIEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang