2 - 1

2.4K 117 0
                                    

"Pembunuh!"

"Haaaaah!" Ayaka terjungkal, bangkit dari kasur dan terduduk dengan bahu naik turun. Nafasnya keluar masuk dengan cepat, secepat detak jantungnya yang menendang-nendang. Keringat basah membasahi baju tidur tipisnya dan juga merembes ke sprei. "Nnghh..." Mimpi buruk barusan lantas ditekan Ayaka kuat-kuat agar menghilang dari kepalanya.

Mimpi memang aneh. Ketika tak ada niat untuk melupakanya manusia justru seringnya lupa, namun, ketika Ayaka yang sekarang berusaha kuat melupakan mimpi buruk yang terus menghampirinya selama dua minggu ini? Mimpi itu justru semakin melekat, seperti bayangan yang membuntuti ke mana pun langkah Ayaka.

Hari masih fajar. Masih terlalu dini untuk berangkat ke kampus, tapi, dirinya juga tak bisa tidur kembali setelah mimpi mengerikan barusan. Ayaka lantas pergi ke kamar mandi dan mencuci muka. Setelahnya, perempuan ras campuran itu berganti pakaian dengan sport bra dan celana legging lalu kemudian pergi lari pagi.

Udara yang masih belum tercemar ini sedikit membantu menenangkan pikiran. Matahari yang belum terbit menambah nuansa ketenangan melankolis yang diiringi lagu slow yang sedang didengarkan Ayaka sembari berlari.

Rute lari paginya ini sebenarnya jarang ia tempuh. Malah sebenarnya, Ayaka jarang lari sepagi ini, dia lebih memilih lari sore di gym kampus daripada bangun sepagi ini. Rute di pinggir jalan sekitaran lokasi tempat tinggalnya ini cukup sepi sekarang, kalau siang sedikit saja maka ramai orang lalu-lalang penuh rencana kegiatan masing-masing. Yang tentu saja didominasi para mahasiswa kampus Ayaka karena di situ memang daerah tempat tinggal mahasiswa.

Hah... Hah... Dengan semakin mengucurnya keringat dan paru-paru yang terus melebar, otak Ayaka sudah semakin tenang. Mungkin semua racun yang disebabkan mimpi buruknya ikut keluar bersama keringatnya pagi ini.

Ya, racun dari mimpi buruk tentang seorang remaja laki-laki obesitas yang terus mendatanginya selama dua minggu ini.

"Pembunuh!" Teriak Teddy. Ayaka lantas berhenti berlari dan menepi sejenak mengambil nafas yang mulai tak teratur. Ia tahu sosok Teddy yang meneriakinya itu tidak nyata, tapi... Rasanya Teddy benar-benar seperti hadir di depannya, menceleng dan kemudian berteriak nyaring seperti orang kesetanan.

Apakah benar, arwah orang mati yang dibunuh selalu membuntuti pembunuhnya? Atau ini semua hanyalah hasil buah pikiran Ayaka yang masih stress setelah event Rumble Arena yang dilakukan Hiddenview dua minggu lalu?

Setelah selesai menempuh rute jogging, Ayaka pun kembali ke kostnya. Sekarang, ada yang berbeda di kamar mantan streamer itu. Tak ada lagi kamera. Semua sudah disingkirkan Ayaka karena trauma, dan tidak yakin kalau ia sudah benar-benar lepas dari cengkraman hacker BlackJack yang memaksanya ikut event tidak manusiawi. Sekarang saja, semua kamera yang sudah terpasang dan tidak bisa dilepas seperti kamera di laptop, dan kamera Hp, semuanya ditutupi Ayaka dengan lakban, karena ia tidak mau privasinya jadi korban untuk kedua kalinya.

Lantas, apakah Ayaka sekarang bebas? Gelang di tangan Ayaka yang digunakan untuk mengancam nyawanya serta melacak keberadaannya telah dilepas, segera setelah ia memenangkan ronde pertama tempo hari. Mereka naik helikopter, dan seperti saat berangkat, kedua mata mereka ditutup kain yang kemudian mereka diantar kembali ke rumah mewah penuh cctv, tempat di mana Ayaka dan yang lainnya pertama kali berkumpul. Semua hadir, kecuali Lasagna yang karena lukanya membutuhkan perawatan lebih lanjut, tapi semenjak itu, Ayaka tak pernah melihat atau bertemu pria itu lagi.

Gelang mereka dicabut di sana, bersamaan dengan ucapan BlackJack yang mengatakan mereka akan bebas selama 3 bulan sebelum nanti akan dipanggil kembali untuk melakukan ronde inti nantinya. Bebas, lepas, gelang bom telah dilepas, Ayaka sempat berpikiran untuk kabur kala itu, namun, BlackJack yang seakan bisa membaca pikiran Ayaka langsung bersuara,

HIDDENVIEWWhere stories live. Discover now