9

4.2K 118 1
                                    

"Nngghhh..." Ayaka membuka matanya. Penglihatannya awalnya rabun, namun perlahan semakin jelas. Langit masih biru redup, matahari belum sepenuhnya terbit. Ayaka pun mendapati dirinya terbaring di sebuah rumah bata dengan langit-langit berlubang. "Nnghhh..." Nging... Dengung terdengar disertai sakit kepala. Tubuh Ayaka rasanya lemas, namun, ia sudah bisa menggerakkan jemari-jemarinya sampai ia bisa mengepalkan tangan.

"Mmmgghhh!" Perlahan, ia pun bangkit dan duduk. Ingatannya masih samar-samar. Yang jelas, setelah terkena stun gun, tubuhnya lumpuh sesaat sehingga ia dibawa ke rumah ini oleh sosok Macaroni. Kemudian, rasa lelah yang luar biasa membuat Ayaka jatuh tertidur setelah ledakan luar biasa di bagian luar kota Polka. Ingat akan hal itu, Ayaka lantas berdiri dan mengintip keluar. Semua sudah habis, runtuh dan hangus dimakan. Hiddenview benar-benar tidak bercanda akan ucapan mereka tentang bom yang memaksa semua peserta semakin masuk ke dalam.

"Oh sudah bangun?" Ayaka yang mengenali suara itu langsung balik badan dengan mode siaga. Macaroni masuk ke dalam rumah, setelah kelihatannya tadi sedang mencari udara segar di luar. Melihat Ayaka yang sekarang mampu berdiri dan memasang kuda-kuda membuatnya menyengir, "Hmm? Mau apa kau Nona? Kenapa mau berkelahi begitu? Bukannya aku rekan satu tim yang baru saja menyelamatkan nyawamu?" Macaroni menghidupkan sebatang rokok. Bibir Ayaka mengkerut cemberut. Memang iya, Macaronilah alasan kenapa dia masih hidup sampai sekarang. Tapi, Ayaka tetap tak mempercayai rekan satu timnya ini. Wajar, mengingat kelakukannya terhadap Ayaka.

Krug... Lalu, di pagi buta itu, perut Ayaka yang berbunyi terdengar nyaring. Memang, sejak kemarin ia sudah menahan lapar yang makin menjadi-jadi pagi ini. Pantas saja tubuhnya terasa lemas. Bukan hanya karena efek stun gun yang masih sedikit tersisa, tapi juga karena tuntutan rasa lapar yang mencari energi itu belum dipenuhi.

Selain lapar, rasa haus juga menguasai tenggorokannya sampai suara Ayaka terasa serak. Air liur yang ditelannya tak cukup untuk membasahi. Ia butuh minum. Ia butuh makan.

"A- apa!?" Seru Ayaka yang lantas mengangkat tangan membenarkan posisi bikininya sekaligus menutupi tubuh dari mata jelalatan Macaroni.

"Aku penasaran, di mana senjatamu?" Pertanyaan itu membuat Ayaka teringat sosok pria bertato yang kemarin hampir membunuhnya. Sebisa mungkin, sampai akhir ronde ini, Ayaka harus menghindari pria itu! "Dan juga, ke mana si kacamata sok pintar itu pergi?" Ayaka mengerti. Dirinya memang belum bercerita secara lengkap kepada Macaroni, yang mau sebrengsek apa pun, tetaplah rekan satu timnya.

"Rencana awalnya... Kami mengambil persediaan makanan yang cukup di bagian tengah kota lalu langsung bersembunyi di bagian paling dalam. Menunggu sampai semua tim saling mengeleminasi." Bercerita ini membuat Ayaka terbayang sosok Andrew. Kak Andrew... Apa dia baik-baik saja!?

"Taktik pecundang." Komentar Macaroni membuat Ayaka menatapnya tajam. Tangannya mengepal ingin membungkam mulut pria di depannya ini, tapi Ayaka tahu untuk tidak mencari masalah baru. "Lalu di mana persediaan makanan yang telah kalian ambil? Aku juga belum makan dari kemarin." Macaroni mengusap perut. Sepertinya kemarin dia hanya berkeliaran di bagian luar sehingga tak memiliki akses ke persediaan makanan di bagian tengah.

"I- itu..." Ayaka menunduk. "Seperti yang kubilang... Kami diserang tepat di perbatasan antara bagian tengah dan dalam. Aku terpisah dikejar tim lain. La- lalu..." Ayaka malu untuk bercerita. Tapi, mau bagaimana lagi... "Aku sempat tertangkap dan mereka mengambil senjata dan persediaan makanan yang tadinya kubawa. Saat kabur, aku tidak bisa merebutnya kembali. Jadi aku... Kabur dengan tangan hampa." Krug... Perut Ayaka kembali berbunyi. Ia pun memeluk perutnya yang terbuka itu, seolah ingin berkata untuk bersabar.

"Jadi sekarang si kacamata aneh dan Pak Tua sok penting itu ada di bagian dalam?" Ayaka pun menganggukinya.
"Kalau kita mencari persediaan makanan, mending sekalian saja kita menemui mereka sekarang. Mereka juga membawa bekal makanan yang sama sepertiku, dan kurasa mereka masih selamat." Ayaka sengaja memancing agar Macaroni mau pergi bersamanya ke bagian dalam kota untuk mendatangi Andrew. Terlalu berisiko bagi dirinya jika ia berangkat sendiri. Terlebih, Ayaka tidak tahu kalau-kalau ternyata pria bertato kemarin beserta timnya masih berkeliaran di sekitar bagian tengah kota ini. Meskipun brengsek, kemampuan beladiri Macaroni tak bisa dipungkiri, yang bisa dimanfaatkan Ayaka.

HIDDENVIEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang