24. 22 FEBRUARI 2019 (1)

17 8 0
                                    

(Abah menelepon ku dari rumah sakit).

"hallo Bryant. Bisa kesini sebentar? Ada yang Abah mau tanya ke Kamu. Dan ini juga berkaitan dengan sahabat Kamu yang sekarang mencoba untuk kembali ke rumah." ucap Abah.

"baik Bah. Bryant ke sana sekarang."

"ajak sepupu mu itu ke sini juga. Abah mau ngobrol sama Dia juga."

"iya Bah."

Sebenarnya Aku sudah tau apa yang akan Abah bicarakan padaku. Dari nadanya, mungkin ini akan mengarah ke kejadian kemarin dan sepertinya Abah masih penasaran dengan siapa itu Pak Ateng. Bukan hanya Abah. Jujur Aku juga sangat penasaran dengan sosok Pak Ateng ini.

"Line. Lo siap-siap gih. Kita mau ke rumah sakit." Ucapku pada Eline yang sedang asik berenang.

"emang mau ngapain kak?"

"Abahnya kak Naya mau ngobrol sama Lo."

"tentang?"

"entar Lo bakal tau sendiri." Ucapku lagi pergi turun ke garasi "dalam lima belas menit, Gue mau Lo udah siap."

Entah kenapa, hari ini Aku merasa hal yang buruk akan terjadi. Hal itu tepat Aku rasakan saat Aku masuk ke dalam mobil dan menunggu Eline tiba. Hari ini hanya ada Aku dan Eline dirumah. Ibuku sedang pergi ke tempat nenek ku untuk berkunjung. Dan Dia sudah pergi dua puluh menit sebelum Abah menelepon ku.

Di dalam mobil semua normal-normal saja bagiku. Tak ada apapun yang mungkin bisa terjadi. Aku mendengar musik sambil menunggu Eline datang. Selang beberapa menit dari waktu yang Aku minta, Eline datang ke mobil membawa kalung yang sempat Naya pegang waktu itu. entah kenapa Dia mau membawanya, tapi Aku rasa bukan Dia yang inginkan itu. karena, setiap kali Aku bertanya padanya tentang hal itu, Eline tidak menjawab dan hanya diam membisu.

Pukul 09.30 PM Aku dan Eline berangkat menuju rumah sakit. Sepanjang perjalanan itu, Aku tak sama sekali mendengar Eline berbicara padaku. Dia hanya diam, menatap ke depan tanpa berkedip sama sekali. Dan juga kalung itu tak lepas dari genggamannya.

"Line, Lo kenapa sih bawa kalung itu? kan udah Gue bilang, jangan deketin kalung itu. kok Lo malah bawa. Ada apa Line?"

(dia tak menjawab sama sekali. Bahkan tak berubah dari posisinya).

"boleh Gue minta kalung itu? Gue takut ada apa-apa entar sama Lo." Ucapku menadahkan tangan kiriku meminta. Tapi, Eline sama sekali tidak merespon apalagi memberikan kalung itu padaku.

Sepanjang perjalanan ini juga, kabut tebal yang sebelumnya pernah datang saat Aku dan Abah ingin kembali kerumah, seketika timbul kembali di sekitarku. Perasaanku yang awalnya biasa saja, berubah menjadi cemas dan khawatir. Bukan khawatir akan keadaan ku. Tapi Aku takut ini akan berdampak pada Eline.

Beberapa meter dari rumah, ada tempat pengisian bahan bakar. Aku meminggirkan mobilku untuk sekejap di isi. Sepi. Sangat sepi. Saat itu tak ada siapapun orang di sana. Hanya ada petugas saja yang sibuk menghitung uang yang di dapatnya hari ini.

"isi penuh ya mas." Ucapku pada petugas yang notice dengan mobilku yang berhenti.

Aku tak tau apa yang dilihat oleh petugas itu, tapi seperti ada yang salah dari mobil ku sehingga Dia tak hentinya melirik ke arahku. Tapi Aku tak tau itu apa. Hingga akhirnya, saat pengisian selesai Dia langsung menyuruhku untuk melanjutkan perjalanan. Wajahnya seperti orang yang ketakutan akan sesuatu hal. Pucat dan berkeringat.

Aku tiba di rumah sakit, sekitar pukul 10.25 PM. Malam itu, rumah sakit begitu sepi. Hanya ada beberapa perawat dan petugas lainnya yang duduk dan mondar mandir. Tapi jumlah mereka bisa Aku hitung dengan jari.

TRY TO COME BACK HOME [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang