4. 22 JUNI 2010 (2)

43 15 0
                                    

"Assalamu'alaikum." Ucap Mama ku saat sampai di tempat nenek.

"wa'alaikumsalam, wah cucu nenek datang juga akhirnya. Sudah besar sekarang cucu nenek."

"enggak nek. Kata Mang Ujang, gue masih kecil." Jawabku cemberut.

Aku tak membahas apa yang Aku lihat di sekolah tadi. mungkin karena terlalu asik melahap makanan yang ada, Aku sampai lupa untuk memberi tau Ibuku tentang itu.

"Bryant sudah didaftarkan sekolah?"

"sudah Bu. Ini kami baru aja pulang dari sekolah nya. Kata pak Aryo, Bryant akan di tempatkan di kelas unggul satu." Jawab Mama ku.

"kelas unggul? Kan Bryant gak pinter ma. Kenapa dimasukkan ke kelas unggul?" tanyaku.

"kelas unggul itu hanya sebutannya sayang. Di sekolah itu, semua nya kelas unggul, hanya saja dibedakan sesuai tingkatan kelasnya."

"oh berarti Bryant bego ya ma?"

"eh gak ada lho yang bilang Kamu bego. Semua orang itu pinter, hanya aja Kamu sedikit malas. Jadi pas sekolah nanti, Mama udah minta temen Mama untuk jadi private teacher kamu dirumah." Ucap Mamaku.

"ada-ada saja cucu nenek ini."

Semua memang tampak normal kala itu. tapi entah kenapa, hawa di sana sangat mencekam. Banyak aura buruk di dekat kami. Dan kami disana sampai malam hari.

Di dapur nenek ku, ada jendela kecil yang letaknya tak terlalu tinggi. Pukul 07.30 PM. Waktu yang tak begitu malam, dan seharusnya masih banyak orang yang beraktifitas. Aku yang haus, berjalan ke dapur untuk minum. Aku berbicara sendiri, berkhayal tentang banyak hal. Salah satunya Aku berkhayal menjadi Naruto kala itu. setelah minum, Aku berjalan untuk kembali ke ruang tamu dan kumpul dengan keluargaku disana. Sambil berjalan, Aku menyanyikan lagu yang pernah diajari oleh Ibuku saat usia ku 5 tahun. Judulnya "nina bobo".

Jarak antara dapur dan ruang tamu di sana lumayan jauh. mungkin 24 meter jauhnya. Aku menyanyikan lagu itu sambil tertawa-tawa.

"nina bobo, oh nina bobo. Kalau tidak bobo digigit nyamuk. Bobo lah bobo, anak ku sayang." Saat sampai di lirik itu, Aku tertawa. Namun, tawa ku tak terdengar sendirian. Ada tawa lain yang juga ikut terdengar dari belakangku. Sontak saja, Aku menghentikan langkahku dan melihat ke belakang. Namun, tak ada siapapun disana. Lagu itu Aku ulang sebanyak tiga kali, dan sebanyak itu pula Aku tertawa dan sauti oleh tawa lain dari belakangku. Saat akan menyanyikan lagu itu untuk ke empat kalinya, sesuatu berbisik di telingaku "Kamu akan menyesal disini." kalimat yang sama dengan apa yang Aku dengar saat di sekolah tadi.

Karena asing, Aku kembali melirik ke belakangku dan tetap tak ada siapapun. Saat Aku menghadap kembali ke arah ruang tamu. Aku melihat Mang Ujang berdiri di depan ku.

"Aden gapapa?" ucapnya.

Aku menjawab kalimat itu sambil menjelaskan apa yang terjadi, dan menghadap kebelakang untuk menunjuk lokasi. Namun, saat Aku menghadap kembali ke ruang tamu, Mang Ujang sudah tak ada di depan ku. Aku panik dan berlari sekuatku ke ruang tamu.

Di ruang tamu, ada nenek, Ibuku dan ada Mang Ujang juga di sana.

"Mang Ujang tadi kebelakang gak?" tanyaku sepontan ketakutan.

"enggak Den. Mang Ujang dari tadi di sini Den ngobrol." "Emang ada apa Den?"

"tadi gue liat Mang Ujang di sana. Beneran gak bohong." Aku menangis saat mengatakan itu.

"sudah sudah." "yaudah Bu, kami pulang dulu ya. Sudah gelap juga. Nanti takutnya terlalu malam." Ucap Mama ku berpamitan.

Nenek ku hanya membalasnya dengan anggukan, dan mencium keningku.

Inilah kenapa Aku benci kelebihan/ kutukan yang Aku miliki. Aku selalu saja di teror oleh hal tak jelas yang begitu menakutkan untukku.

Di perjalanan Aku, Ibu, dan Mang Ujang kembali melewati jalan yang sama. Di sana, rombongan yang kami jumpai saat akan ke sekolah pulang dengan berjalan kaki. Mungkin penguburan sudah selesai dilakukan. Mang Ujang membuka jendela dan menyapa mereka. Mereka membalas dengan senyuman. Tapi entah apa yang mereka lihat, mereka bertatap sinis padaku.

Aku yang penakut, langsung menunduk dan memalingkan muka dari mereka. Namun, walaupun kami sudah melewati rombongan itu, mereka tetap di tempat yang sama dan melihat ke arah mobil ku dengan tatapan menyeramkan. Aku tak tau apa yang mereka lihat dari mobil ku, tapi sepertinya bukan hal baik.

Beberapa menit berlalu, kami keluar dari jalan kecil itu dan tiba di kota mengarah perumahan tempatku tinggal. Suasana membaik, tapi hawa nya tetap buruk. Bau danur tetap tercium olehku, entah tercium atau tidak oleh Ibuku dan Mang Ujang.

Mungkin sudah hampir tengah malam kami baru tiba di perumahan. Disana, security masih berjaga, minum kopi dan bermain papan chess. Mereka menyapa kami dengan senyum. Tapi, mereka juga sama. Saat melihat ke arahku, mereka sinis dan seolah ketakutan akan sesuatu hal. Bagiku, apa yang mereka lihat dariku tak begitu penting kala itu. kami melanjutkan perjalanan dan kembali pulang kerumah. Andin dan Peter melihatku dari kaca lantai tiga. Begitupun Aku. Aku melihat mereka dan tersenyum. namun, saat Aku tersenyum, mereka menghilang dari pandanganku.

Tanpa berpikir panjang, Aku turun dari mobil dan langsung berlari ke lantai tiga menuju kamarku. Rasa penatku ingin ku hilangkan dengan beristirahat. Namun, di sinilah puncak pertama malam teror.

TRY TO COME BACK HOME [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang