Prolog.

539 107 13
                                    

Gelap.

Satu kata yang menggambarkan suasana tempat ini. Seorang remaja laki-laki mengerjapkan kedua matanya sampai beberapa kali, namun nihil pemandangannya tetap saja gelap dimatanya.

"Bunda, Abang, Teteh, aku takut..." Lirihnya. Ia meraba-raba meraih benda apapun untuk ia gapai agar membantunya untuk berjalan.

"Aduuh," remaja itu terjatuh karena tersandung, ia meraba-raba apa benda yang membuatnya jatuh.

"Akar pohon?" Gumamnya.

Tiba-tiba silau cahaya sedikit masuk keretina matanya, menampakkan dengan jelas jika sekarang ia berada di dalam hutan.

Laki-laki itu semakin ketakutan, bahunya naik-turun, ia meringkuk kedinginan di bawah pohon rindang. Laki-laki itu menangis, merindukan sosok Bunda, dan saudara-saudaranya.

"Bunda, Abang, teteh, aku takut... Aku harap ini cuman mimpi."

"Hey jagoan ayah bangun! Jangan takut, ayah disini," ucap seseorang, itu adalah Ayah, mata kedua laki-laki itu berbinar, bibirnya tersenyum lebar, ia sangat merindukan sosok ayahnya.

"Ayah..." Laki-laki itu berdiri, berjalan untuk mendekati sang ayah. Namun usahanya nihil semakin ia ingin mendekati ayahnya, maka ayahnya akan semakin sulit digapai.

"Berhenti disitu nak, kamu harus lawan rasa takut kamu. Kamu gak sendiri, ada ayah, bunda, dan saudara-saudaramu. Kamu hebat, kamu nggak lemah, kita bertemu sampai sini dulu ya. Sampai jumpai lagi jagoan ayah," ucap sang ayah, yang langsung menghilang ditelan cahaya.

"AYAH!!!"

Laki-laki itu terbangun dari tidurnya, nafasnya tersengal-sengal, keringat bercucuran dari pelipisnya.

Mimpi ini lagi, mimpi yang selalu menghantuinya. Laki-laki itu terbangun dari tidurnya, menatap sekitar kamarnya yang gelap, seperti mimpinya tadi.

Oh Tuhan apakah ini mimpi lagi? Jika mimpi tolong bangunkan aku.

Laki-laki itu meraba-raba sekitar untuk menuju saklar lampu untuk menghidupkannya, namun saat dihidupkan, lampu tak kunjung menyala.

"Apa mati lampu?" Gumamnya.

Laki-laki itu keluar dari kamarnya, ia hanya ingin ke kamar Abangnya untuk mengungsi, ya karena ia tidak akan bisa tidur dalam keadaan gelap, harus ada orang yang menemaninya.

Laki-laki itu sudah berada didepan kamar Abangnya, ia mengetuk-ngetuk pintu.

"Bang, bang, aku malam ini tidur di kamar abang ya."

Tak ada jawaban.

"Bang, aku takut, diluar gelap bang."

Lagi, tak ada jawaban.

"Hiks, aku takut bang..."

Laki-laki itu menangis di depan pintu kamar Abangnya.

"Abang Chale, aku takut!!!" Jeritnya tak tahan.

"Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday, happy birthday, happy birthday Jie!!!"

Tiba-tiba, lagu ulang tahun terdengar, semua abang-abangnya, teteh dan Bunda menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuknya yang masih terdiam terpaku. Jadi ini ulah mereka?

Jie yang masih bingung akhirnya segera meniup lilin, lalu setelah itu lampu yang semula padam sudah menyala kembali, terlihat dengan jelas jejak air mata yang masih menempel diwajah Jie membuat saudara-saudaranya terkekeh melihatnya.

"Hahaha, liat tuh muka Jie, pasti ketakutan banget dia!" Chale, abang ke-7, yang akan naik kelas 11 SMA menertawainya.

"Selamat ulang tahun yang ke lima belas, anak bungsu bunda," Bunda mencium kening Jie dengan penuh kasih sayang.

Semesta Bercerita Where stories live. Discover now