Prolog

120 28 14
                                    

Terik matahari di langit menjadi teman Mentari pada siang hari ini. Bayang tindak kriminal dengan ganasnya menyerbu otak Mentari. Seharusnya dia tak menunggu di tempat sepi nan menyeramkan semacam ini. Apa boleh buat, sudah terjadi, mau tak mau harus ia jalani.

Atap halte bis yang sudah reyot serta kursi tunggu yang berkarat merupakan tempat Mentari bernaung hingga ojek online yang dipesannya datang. Entah mengapa, yang pasti bayang kelam masa lalu sering terlintas saat seperti ini.

Tidak lama berselang, ada seorang pria berpakaian ala preman datang mendekati Mentari. Sontak itu membuat ritme jantungnya tak karuan, keringat dingin bercucuran, serta rasa ketakutan.

"Sendiri aja, Dek?"

Sapaan yang terdengar menggoda dan dibarengi seringai nakal semakin menambah ketakutannya. Ia tidak menoleh sama sekali, getir menyelimuti daksa Mentari.

Netra pria itu menjejaki tubuh Mentari dari ujung kepala hingga ujung sepatu. Baginya bertemu anak sekolah adalah mangsa baru. Dia tidak henti menggoda Mentari, ini membuat kepuasan sendiri untuknya. Kontradiksi dengan Mentari yang takut setengah mati.

Jantungnya berdetak lebih cepat tatkala pria itu duduk di samping Mentari. Mentari lantas langsung berpindah kursi agar lebih jauh. Namun, pria itu malah tersenyum miring menatap Mentari.

Dalam hati Mentari ingin sekali lari cepat dari tempat itu. Namun, apa daya dirinya pasti sudah tertangkap duluan oleh preman itu. Tak selang lama, preman itu hendak mencekal Mentari, tapi tiba-tiba seorang pria yang sebaya dengan Mentari muncul.

"Mau apa lo hah!?" Tangan laki-laki itu langsung mencegah tangan preman tersebut, dan langsung ditepis.

"Apa hah? Mau jadi sok jagoan?" tukas preman itu tak terima.

Sedangkan Mentari sendiri sudah sangat merasa ketakutan melihat kedua laki-laki itu. Kristal-kristal bening hampir turun dari mata cantiknya Mentari.

"Dasar, preman bangsat," ucap laki-laki itu spontan.

Bugh!

Terjadilah perkelahian antara dua laki-laki itu. Yang satu sangat kentara dengan baju premannya dan satunya yang memakai baju santai.

Tak butuh waktu lama, perkelahian itu dimenangkan oleh laki-laki yang menyelamatkan Mentari. Preman itu langsung kabur dengan luka disekujur tubuhnya.

"Lo gak apa-apa?" tanya laki-laki itu, yang jika dilihat lukanya tak separah preman tadi.

Merasa tak ada jawaban, laki-laki itu berucap kembali.

"Eh, eh, lo nangis? Udah gak pa-pa kok, preman itu udah pergi." Laki-laki itu mencoba untuk menenangkan Mentari.

"M-makasih." Mentari hanya mengucapkan itu dan kembali diam seribu bahasa.

Mentari hendak melenggang pergi. Namun, duluan dicekal tangan Mentari oleh laki-laki itu. Mentari yang kaget langsung menepis tangannya.

"Eh, santai santai. Nama lo siapa?" tanya laki-laki itu tiba-tiba, "Euhh, kayaknya kita seumuran, ya," lanjutnya.

"Me-mentari."

~ Bersambung ~

Hai! Selamat datang di prolog kelompok 4, jangan jadi silent reader's yaa^^.

-Annisa
-Zila
-Arka
-Meilani
-Daves

Salam sayang❤️

Raja BumiTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon