21. 15 FEBRUARI 2019

Mulai dari awal
                                    

"gak gak gak." "yaudah yuk masuk Bah. Bun."

Kami berjalan menuju kamar tempat Naya beristirahat. Semua yang Kami lakukan sama persis dengan apa yang Kami lakukan sebelumnya. Dan saat di tangga, Ibuku memanggil dari bawah. Suaranya terdengar jelas kalau itu dari taman. Aku turun kembali ke lantai dua sedangkan Abah dan Bunda, Aku minta untuk lanjut ke kamar Naya.

Di taman, Aku melihat Ibuku sedang duduk di kursi kecil yang ada di pinggir kolam renang. Beberapa noise terdengar di telingaku, hanya saja tidak terlalu jelas. Ibuku bertanya dan memberi tau beberapa hal padaku. Aku mendengarkan nya dengan sangat teliti, dan apa yang dikatakannya membuatku semakin bingung.

"Nak, gimana Naya diatas?" tanya Ibuku.

"lagi baringan Ma. Udah ada Abah sama Bunda juga tadi sampe."

Saat Aku mengatakan itu, raut wajah Ibuku seketika kebingungan.

"HAH? Kok udah sampe?"

"lah beneran Ma. Udah sampe Mereka. Udah diatas malah sama Naya dikamar."

"bukan gitu Nak. Barusan Bunda nya Naya telepon Mama, katanya kena macet di jalan. Dan kemungkinan sampe bakal lama." "Kamu jangan asal gitu deh Nak."

"beneran Ma."

Apa yang dikatakan oleh Ibuku membuat otakku yang semula sudah sangat bingung, jadi makin bingung. Semua mulai tak masuk akal buatku. Karena hal itu sudah berulang kali terjadi dalam waktu yang tidak terlalu jauh jarakanya. Pukul setengah satu, pukul satu lima belas, pukul empat dua puluh. Itu jarak yang tidak terlalu jauh untuk sebuah dejavu yang tidak masuk akal.

Saat sedang duduk di taman, suara teriakan Naya terdengar jelas di telingaku. Aku dan Ibuku berlari menuju lantai tiga. Nampak di depan pintu itu, Eline berdiri dan tersenyum ke arah kamar Naya. Aku memanggilnya saat itu, dan tiba-tiba saja Eline terjatuh dari posisinya.

Saat Aku menghampiri Eline, Aku tanpa sengaja melihat ke arah kamar tempat Naya beristirahat. Pintu kamar itu masih tertutup seperti mulanya. Kala itu, tidak ada niatanku untuk membuka pintu kamar Naya. karena Aku sempat berpikiran kalau yang berteriak tadi adalah Eline. Dan Naya sedang istirahat di kamar. Tapi yang Aku lupa adalah, soal Bunda dan Abah yang tadi berjalan bersama ku ke lantai tiga.

"kenapa Line?" tanyaku saat duduk di kursi tamu lantai dua.

"emang Eline kenapa kak?"

"tadi Lo berdiri di depan kamar kak Naya, terus senyum gitu. Dan senyum Lo tadi nyeremin. Ada apa?"

"gatau kak beneran."

"hem.. Nak. Naya gimana?" saut Ibuku.

Aku langsung berlari ke lantai tiga meninggalkan Ibuku dan Eline di bawah. Semua mulai terasa tidak mengenakkan kala itu. bahkan, sejak awal langkahku menaiki tangga saja, hawanya sangat dingin.

Aku membuka pintu kamar Naya, dan tak ada Naya disana. Semuanya tersusun rapi, begitu juga ranjang tempat Naya berbaring. Dan hal ini tak wajar bagiku. Beberapa menit Aku terdiam melihat apa yang terjadi saat itu. kewarasan ku seperti diuji habis-habisan belakangan ini. Aku sempat meneteskan air mata dan terjatuh dari posisi berdiriku.

"ehh kenapa Nak?" ucap Ibuku lagi menghampiriku "Naya mana?"

"semua udah gak beres Ma. Semua udah gak baik. Apa salah Bryant sampai semua ini harus terjdi ke keluarga Kita. Kenapa bukan Bryant aja yang kena semua ini, kenapa harus keluarga Bryant. Kenapa harus Eline? Kenapa harus Mama? Kenapa harus Naya? kenapa Ma?" ucapku menangis.

"sudah Kak. Lo harus lebih sabar lagi. Semoga aja kak Naya gak kenapa-napa." Saut Eline.

"sudah Nak. Abah sama Bunda nya Naya kan pulang. Kita bisa bicarain ini sama mereka nanti. Biar bisa cari sama-sama."

"Bryant yakin. Semua ini pasti ada kaitannya sama Mang Ujang yang kabur dari rumah dan ngilang dulu. Kalau memang semua ini ada kaitannya dengan Mang Ujang. Bakal Bryant bunuh dia." Ucapku yang sudah terlalu emosi untuk mencerna pikiran dengan baik.

"eh... ga boleh ngomong gitu. Kita jangan menyalahkan orang lain karena apa yang Kita alamin."

Jujur, di kondisi ini Aku sudah tak tahan dengan semua apa yang terjadi pada keluargaku. Semuanya sangat membebani ku dan membuat otakku tak waras.

Abah dan Bunda sampai di rumahku pukul 07.10 PM. Melihat raut wajah ku yang tak karuan Abah banyak bertanya padaku dan Aku bercerita tentang apa yang terjadi belakangan ini. Dan tentu saja, Abah terkejut dengan yang ku ceritakan. Aku juga sempat menceritakan apa yang dikatakan oleh Pak Ateng beberapa waktu lalu tentang rumah yang Eline beli untuk tinggal di Indonesia. dan saat itulah, Abah untuk pertama kalinya berubah sangat serius dengan apa yang terjadi. Kata Abah, apa yang terjadi ini bukan lah hal biasa yang boleh dibiarkan begitu saja. Karena semakin lama semua ini terjadi, semakin kuat pula gangguan yang akan Kami alami.

Semuanya berlanjut pada hari senin ini.

TRY TO COME BACK HOME [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang