Keputusan Tepat

283 13 0
                                    

Brak!!

"Sial!!!! " Rega menendang meja sesaat setelah memasuki apartemennya.

Dia marah ketika kehilangan jejak mobil yang dikendarai Surya dan Reta hanya karena mobil di depannya berhenti saat lampu merah.
Bahkan dia meneriaki sopir mobil di depannya. Padahal sopir itu tak salah.
"Kamu kenapa sih Ga? Dateng-dateng nendang meja marah nggak jelas." Becca datang menghampiri Rega yang duduk di sofa.

"Kamu kenapa?? Aku dari tadi nungguin kamu. Di telpon gak bisa. Kamu bikin kuatir tau nggak?" Becca kembali bersuara.

"Lo diem deh. Berisik." Bentak Rega.

"hiks.. Kamu bentak aku.. Hiks.. " Becca menangis dengan manjanya. Rega mengusap kasar wajahnya dan menatap lebih lembut Becca.

"Maaf Be.. Aku nggak maksud bentak kamu. Aku cuma lagi ada masalah." kata Rega melunak.

"Tapi kamu tadi bentak aku." Becca mengusap air mata yang terus menetes di pipinya. Rega mengulurkan tangan mengusap pipi Becca dan membawa wanita itu kedalam pelukannya.

"Maaf ya."

"iya.. Janji jangan di ulangi."
Rega mengurai pelukan dan mengangguk.

"wajah kamu kenapa?"Becca sedikit kaget. Di tariknya dagu Rega dan memeriksa wajah Rega detil.

"nggak papa..udah aku mau mandi dulu." Rega beranjak dari duduknya. Sebelum melangkah Becca menarik tangan Rega.

"Ga.. Aku menyetujui usul kamu yang minta restu ke Papa. Tapi aku musti ngomong dulu sama papa. Bujuk papa maksudnya." Becca menatap lekat Rega tapi pria itu tak berbalik menatapnya.

"oke" Pria itu hanya berucap singkat dan melenggang pergi menuju kamarnya.

Memang sudah dari sebulan yang lalu Rega mulai menyerah dengan hubungannya dengan Reta. Setelah dia tak bisa menemui kembali Reta.

Dia berniat menemui papa Rebecca di Inggris dan meminta restu. Mungkin itu jalan satu satunya untuk bisa melupakan Reta. Atau mungkin hanya pelarian.

Tapi dari sebulan yang lalu Becca selalu menolak. Beralasan takut. Jika dulu penolakan papa Becca karena status sosial dan Rega yang hanya seorang mahasiswa yang menurut papa Becca tak berguna. Maka harusnya Becca dengan bangga membawa Rega sekarang. Karena karir dan keuangan Rega tak di ragukan lagi.

Tapi sekali lagi Becca selalu saja menolak. Itu tak terlalu di pikirkan oleh Rega. Dia beranggapan mungkin Becca masih trauma.

Tapi saat tadi Becca menyetujui entah mengapa ada rasa sesak di hatinya. Seperti tak merelakan jika dia memang benar akan menikahi Rebecca. Dan akan melupakan Reta begitu saja.

***

Sementara di ruang rawat Reta. Surya dengan telaten memberi suapan makanan pada Reta.

"Udah mas. Aku kenyang." ucap wanita itu.

"Dikit lagi ya. Baru tiga sendok."

"enggak. Nanti muntah malah." tolak wanita itu.

"Ya udah. Minum. Aku siapkan obatnya." Surya menyodorkan botol air mineral dan meletakkan makanan di nakas. Meraih obat yang tadi ditebusnya kemudian memberikan di Reta.

Setelah selesai minum obat mereka bersiap pulang. Karena tadi Reta memilih rawat jalan saja.

Sebenarnya bukan tanpa alasan Reta memilih pulang karena Surya membawanya ke rumah sakit tempat Rega bekerja.

"Mas tolong jangan cerita ke mas Adnan ato yang lainnya dulu ya." Reta menjeda bicaranya. "aku belum siap."
Wanita itu menunduk kembali.

Surya tersenyum kemudian duduk di ranjang pasien tepat di sebelah Reta.
Di usapnya rambut Reta pelan.

"iya.. Aku janji.. Kamu yang tenang. Nggak usah banyak pikiran. Kalo butuh apa-apa jangan sungkan hubungi aku." Surya masih tersenyum menatap Reta. Dan wanita itu hanya menganggukkan kepala.

****

Hari ini Reta sudah kembali bekerja setelah kemarin Reta ijin sakit dua hari. Adnan yang sedang berada di Singapore bersama Diana hanya bisa memperhatikan lewat pesan dan telpon. Karena Diana juga sedang di rawat di rumah sakit sana karena tiba-tiba pingsan. Dan ternyata penyebabnya sama. Diana hamil. Adnan mengabarkan akan balik ke Surabaya saat kondisi Diana membaik.

Di liriknya jam di pergelangan tangannya. Jam sudah menunjukkan waktunya makan siang. Jika dulu dia cuek tentang pola makannya. Sekarang dia lebih sedikit memikirkan karena sekarang dia membawa satu nyawa bersamanya.

Reta berjalan menuju Resto di seberang kantor. Entah mengapa dia ingin makan menu favorit yang ada di sana. Surya sudah ada di sana memesan makanan. Mereka sudah janjian sebelum jam makan siang tadi.

Saat akan menyebrang jalan suara asing memanggilnya.

"Retalia.. "
Reta menoleh ke sumber suara. Membulatkan mata ternyata Dokter Hasan yang menanganinya saat di rumah sakit kemarin.

"Dokter Hasan." cicit Reta.
Tapi dokter itu hanya tersenyum.

"dokter ngapain di sini?"

"aku tadi makan di sana."Hasan menunjuk Resto di sebelah kanan kantor Reta. "tapi mobilku parkir di situ." kemudian menunjuk parkir umum di pinggir jalan.

"kamu kerja di sini?" Hasan menunjuk kantor Reta dan wanita itu mengangguk pelan.

"lho dulu katanya kamu kerja di kafe dokter Marega?"

"iya dok sudah nggak. Dok permisi ya aku mau makan siang. Soalnya udah di tunggu temen." tanpa menunggu jawaban Reta pergi agak berlari menuju resto sebrang. Sebenarnya dia takut setelah nama Rega di sebut. Takut kalo Rega tau dia kerja di mana sekarang.

Bagi Reta tekad tak memberitahukan kehamilan pada Rega adalah Tepat. Selain tak ingin kembali terlibat dengan Rega, iapun tak ingin merasakan sakit hati kembali.

Sudah cukup selama ini Rega merendahkannya. Apalagi ucapan Rega di kafe beberapa hari yang lalu benar benar telak membuat Reta tak ada alasan lagi untuk menerima Rega kembali.

Terlalu sakit. Dia tau dia terlalu bodoh memberikan tubuhnya kepada Rega. Yang dia kira akan bisa memberikan bahagia, nyatanya pria itu malah hanya memberikan luka.

Tapi sungguh Reta tak menyangka dia akan mempermalukan Reta di depan umum seperti kemarin. Tak pernah juga Reta merasa di hinakan seperti kemarin.

Oleh karena itu sebisa mungkin dia akan berusaha untuk pergi dari kota ini. Dan memulai semua di awal. Tentu tanpa sepengetahuan Adnan dan lainnya tak terkecuali Surya juga.

Secepatnya dia akan memikirkan caranya. Menimang saldo tabungannya pun tak begitu banyak. Jadi dia harus benar benar menyiapkannya dari awal. Mungkin menunggu setelah gajian nanti.

Reta_Rega  || End ||Where stories live. Discover now