18.

28.2K 3.1K 162
                                    

Kabar tentang keadaanku yang mengalami musibah dan juga pernikahanku yang tiba-tiba terjadi sudah kuberitahukan pada Milly dan Luna. Awalnya aku tak berniat mengatakannya. Tapi ketika mereka menelpon dan mengajakku bertemu untuk makan siang, aku sampaikan saja tentang semuanya. Hari itu juga, mereka meluncur ke apartemenku.

Ketika Milly dan Luna datang ke rumah, Dru ikut menyambut dengan baik dan ramah. Ia bahkan mengenalkan diri secara resmi pada mereka.

Reaksi Milly dan Luna? Campuraduk mestinya. Awalnya syok, lalu marah-marah karena luka tusuk yang kualami, lalu marah-marah lagi ketika tahu aku menikah kembali dengan Dru. Sejenak kemudian, mereka menangis haru ketika kuceritakan bahwa aku bahagia dengan pernikahanku. Tak pelak, hari itu jadi hari yang heboh. Ada tangis, tawa, emosi yang meluap begitu saja, dibarengi dengan ceramah dan berton-ton nasihat yang mereka lampiaskan padaku dan Dru, termasuk juga ada ancaman di sana.

"Tuan Dru, kali ini aku serius, jika kamu berani menyakiti Nessa lagi, aku sendiri yang akan menghajar dan memotong tytyd-mu." Luna mengancam. Milly terbengong syok, sementara Dru terkikik geli.

"Luna, that's too cruel." Milly memperingatkan.

"Nggak lah. Sepadan itu. Pria yang berani menyakiti perempuan, memang pantes kalau burungnya dibuang." Luna bersungut-sungut.

"Aku setuju, sih." Aku menyela. Dan tiga pasang mata di kamarku sontak beralih ke arahku. Aku dan Luna melakukan toss, Milly masih tampak syok, dan Dru tetap saja mengulum senyum.

"Aku janji, untuk kali ini, aku akan menjadi pria paling baik untuk Nessa." Pria itu berucap sembari menatapku penuh arti.

"Sejujurnya kami nggak menyukaimu, Tuan Dru. Tapi karena sahabat kami bahagia, kami akan tetap mendukungnya. Terlebih karena dia bilang bahwa kamu sudah berubah, nggak ada alasan bagi kami untuk membencimu lagi, kan? Walau sebetulnya kami masih kesal, kalau ingat lagi tentang ceritamu dengan perempuan itu, siapa namanya?"

"Friska." Luna yang menjawab semua omelan Milly. "Kuharap ia nggak muncul lagi di kehidupan kalian." Ia kembali berujar gemas.

Menatap ke arah Dru, kali ini raut wajahnya terlihat tak nyaman. Entah kenapa, aku bisa mengerti perasaannya. Bagaimanapun juga Friska pernah menduduki posisi penting di hatinya, pernah hadir di tengah-tengah kami, dan bisa menjadi penyebab utama kandasnya perkawinan kami. Tentunya, membicarakan sosok itu takkan pernah bisa merasa 'biasa-biasa saja'.

"Sejujurnya setelah aku dan Nessa bercerai, aku sudah nggak pernah lagi melakukan kontak dengannya. Kami nggak saling berhubungan lagi, sampai sekarang. Bukan karena aku nggak bersikap dewasa, tapi karena aku sadar, ada perasaan yang harus dijaga. Jadi, nggak usah bahas dia lagi, ya. Karena memang ... nggak ada lagi cerita yang perlu dibahas." Akhirnya Dru bersuara.

Milly dan Luna berpandangan. Kali ini terlihat mereka yang tak nyaman. Buru-buru Milly meminta maaf, disusul Luna. "I'm so sorry. We are so rude." Luna berucap.

"You're right. Communication with your ex is never a good idea because that's the chance you lose a lot of your progess." Milly manggut-manggut.

Buru-buru aku berdehem. "Ah, sudahlah. The past is just a lesson. Today is a gift," ucapku.

Dru kembali menatapku dan menggenggamku erat tanganku. Ia tersenyum, mengiyakan perkataanku. "Yes, you are a gift. The most beautiful gift of all." Ia berujar seraya mengecup punggung tanganku hingga membuatku tersipu, sementara Luna dan Milly berdehem.

"Cie cie, yang lagi dimabuk cinta," goda mereka. Aku tergelak.

Untuk menghindari diskusi yang tak menyenangkan lagi, aku buru-buru mengajak mereka makan siang. Kami menghabiskan waktu untuk menikmati hidangan sembari mengobrol hangat. Dru cepat berbaur dengan kami. Seolah ini pertanda bahwa mulai detik ini resmi bergabung dengan genk kami.

Ayo Nikah Lagi! Where stories live. Discover now