03.

29K 3.4K 101
                                    

Tahun 2017

Andrew Sebastian, atau biasa dipanggil Dru. Tamparan itu kulayangkan keras ke pipinya. Postur tubuhnya yang tinggi tegap tak membuatku gentar. Bahkan jika tamparan itu tak mampu menggerakkan badannya barang se-inci sekalipun, aku tak takut.
Yang jelas, pria ini pantas menerima pukulan dariku. Tidak hanya sekali, tapi harusnya berkali-kali.

"Jadi selama ini kamu mengkhianatiku?" Aku berucap geram. Dru menatapku datar, tak ada ekspresi berlebih. Bahkan rasa sakit karena tamparanku pun seolah tak ia rasakan. Aku benci dia yang seperti ini. Dingin, tanpa emosi. Seolah yang kuajak bicara serupa batu, benda mati.

Tak mendapat tanggapan seperti yang kuinginkan, aku meraih amplop coklat di atas meja, mengeluarkan isinya, lalu melemparkannya ke arah Dru. Lembar-lembar foto itu jatuh berserakan di lantai, menampilkan Dru dan seorang perempuan cantik, tengah melakukan pertemuan rahasia di beberapa tempat yang berbeda.

Tatapan Dru beralih pada benda yang berserak di lantai. Rahangnya kaku.

"Foto-foto itu sudah menjawab pertanyaanku, kan?" Aku bertanya sinis. "Aku tahu pernikahan kita hampa dan tak bahagia. Tapi menyimpan foto-foto perempuan lain di komputermu, bukankah itu melukai harga diriku?" Kali ini aku nyaris berteriak.

Tatapan kami beradu. Lagi-lagi emosi Dru tak terpancing.

"Jangan meremehkanku, Tuan Dru. Aku masih punya kuasa untuk menyewa detektif terbaik di negara ini dan mencari tahu tentang dirimu dan wanita itu," ucapku lagi.

"Kenapa kamu nggak bertanya langsung padaku? Kenapa kamu harus melakukan cara murahan seperti ini? Menyewa detektif untuk memata-mataiku?" Dru berujar lirih.

"Jika aku bertanya, kamu pasti nggak akan menjawabnya, kan?" kilahku. Lelaki itu menatapku tajam. Kali ini ada amarah tertahan dalam dirinya. "Menyewa detektif untuk memata-matai suamimu sendiri, kamu membuatku terhina, Ness," ucapnya.

Aku tertawa miris. "Dan kamu menjatuhkan harga diriku sebagai seorang istri," balasku. "Bagaimana mungkin kamu bisa melakukan ini padaku? Aku nggak pantas kamu perlakukan seperti ini! Pernikahan kita bukan main-main!" Aku kembali berteriak sembari memukul dada Dru yang keras.

Pria itu tak mengelak, tak mencoba menghalau. Ia hanya menunggu hingga amarahku reda, lalu menatapku dalam sambil berujar, "Aku nggak menikahmu secara sukarela. Aku melakukan semua ini murni karena bisnis semata. Perusahaan Papamu bermasalah, dan Papiku berambisi untuk melakukan ekspansi besar-besaran, begitu juga dengan diriku. As simple as that. Itu alasan kenapa aku mau menerima perjodohan ini dan menikahmu. Nggak ada cinta di antara kita, aku yakin kamu juga tahu itu."

Aku ternganga. Tak menyangka bahwa kali ini Dru benar-benar mengatakannya.

"Cinta itu nggak ada, Ness." Lagi-lagi Dru membuat hatiku porak poranda.

Tubuhku terhuyung. Aku mundur beberapa langkah dengan hati lebur. Bukan karena tidak ada cinta, hanya cintaku saja yang bertepuk sebelah tangan. Dengan segala yang ada pada diri Dru, aku gagal untuk tak jatuh cinta padanya. Entah sejak kapan, hatiku berbunga-bunga dengan kehadirannya.

"Jadi itu sebabnya kamu masih bertemu dengan perempuan lain di belakangku?" Aku kembali berujar dengan suara serak.

Lelaki itu mengangguk.

"Kamu tidur dengannya?"

"Tidak." Kalimat Dru terdengar tegas, tapi entah sulit sekali bagiku untuk percaya.

"Kamu pikir aku percaya?"

"Terserah. Aku nggak peduli." Dru beranjak. Sejenak ia menghentikan langkah dan menatapku kembali.

Ayo Nikah Lagi! Where stories live. Discover now