19. 7 JANUARI 2019 (2)

21 8 0
                                    

"Kamu nanti malem nginep di rumah Eline lagi?" ucap Ibuku.

"iya Ma. Malam ini Bryant harus di sana lagi. Bryant belum bisa pastiin apa yang terjadi. Dan juga, Bryant kayaknya harus ngobrol lebih banyak sama Pak Ateng tentang rumah itu. takutnya, semakin lama ini terjadi, semakin lama juga Eline digangguin."

"yaudah. Kamu hati-hati. Jangan menantang atau apapun."

"siap Ma. Bryant titip Eline sama Naya ya Ma." Ucapku.

(Naya menyaut dengan muka kesel).

"apasih. Pokoknya Gue gak mau tinggal. Gue mau ikut ke sana. Lo kenapa sih gak mau ngajak Gue hah?" marah Naya.

"bukan gak mau. Tapi kalau Gue ngajak Lo tinggal disana lagi, entar terjadi apa-apa sama Lo. Jangan bego deh."

"bodoamat. Pokoknya Gue mau ikut. Titik."

"Lo liat mata Gue. Lo liat Eline. Lo liat. Gak cukup semua ini? Lo mau Gue stress terus Gue gila gara-gara ini? Lo mau Gue mati gara-gara semua ini? Gue peduli sama Lo. Tapi, Lo sendiri gak peduli." Ucapku lagi pelan "tinggal ya. Tinggal disini aja sama Mama dan Eline."

"GAK MAU."

"yaudah, Lo ikut. Tapi Lo harus ikutin kata Gue."

Pukul 05.28 PM, Aku harus kembali berangkat kerumah Eline untuk melanjutkan semuanya. Aku harus memikul semuanya, karena memang sudah menjadi tugasku. Dan lagi-lagi dia (Naya) tak mau tinggal. Aku harus kembali mengajak nya ke sana, yang padahal akan sangat berbahaya untuknya.

Naya itu orang yang sangat sensitif dengan sesuatu seperti itu. tubuhnya sangat lemah untuk memikul energi yang begitu besar. Dan tak jarang mengakibatkan dirinya hilang kendali.

Di sepanjang perjalanan menuju rumah Eline, Naya selalu bergumam dan marah padaku. Mungkin Dia kesal karena Aku terus-menerus meminta dia untuk tinggal dirumah. Dan sepanjang perjalanan pula, Aku dan Naya merasa kalau cuaca sore itu sepertinya bukan cuaca yang biasa. Berangin memang, tapi tidak mendung sama sekali. Saat itu Kami membuka kaca mobil karena belum terlalu malam untuk menggunakan AC. Dan sepanjang perjalanan itu, suhu di sekitar Kami serasa ada di antara dua kutub berbeda. Sangat sangat dingin. Namun, bukan masalah besar.

"inget, Gue gak mau Lo kenapa-napa. Ikutin kata Gue." Ucapku pada Naya sesampainya di depan rumah Eline.

"bodoamat."

(Aku turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumah. disusul oleh Naya beberapa menit kemudian).

Rumah ini sebenarnya sangat bagus. semuanya tampak sangat indah dan mewah. Hanya saja, sejarah kelamnya merusak kemewahan itu.

Beberapa saat setelah Kami ada di dalam rumah, Pak Ateng datang mengetok pintu rumah. berulang kali dia memanggilku dan mengucapkan salam.

"ada apa pak?" tanyaku.

"boleh ngobrol sebentar? Ada yang Bapak mau omongkan sama Bryant." Ucapnya.

(Aku menatap Naya)

"Lo tinggal disini dulu. Jangan banyak ulah. Gue ke rumah Pak Ateng sebentar." Pesanku.

"iyaiya."

Wajah Pak Ateng saat itu tampak seperti sangat gelisah dan kebingungan. Tangannya bergetar seperti ada sesuatu penting yang mengganggu pikirannya.

"gini. Pas Dek Bryant pulang tadi, beberapa menit setelah itu, Bapak ngeliat orang yang waktu dulu pernah disini dateng lagi bawa kemenyan dan sesajen."

"Maksudnya Pak?"

"kalau boleh, malam ini Dek Bryant jangan dirumah itu dulu, nanti terjadi apa-apa. Lebih baik Dek Bryant kembali lagi besok pagi atau siang. Warga disini gak ada yang berani mendekat ke rumah itu setelah kejadian dulu itu. dan sejak saat itu, semua warga mencap rumah itu sebagai rumah Iblis."

Kalimat terakhir yang diucapkan oleh Pak Ateng jelas membuatku sangat marah. Dia menyebut rumah yang dibeli oleh Eline sebagai rumah Iblis, dan pada saat itu Aku berpikir kalau kalimat itu adalah bentuk buruk yang mengarah ke Eline.

"maksud bapak apa bilang gitu? Bapak bilang sepupu Gue iblis? Sudahlah. Gue ga peduli lagi sama apa yang Lo bilang. Malam ini Gue bakal tetap tinggal di sana." "apapun yang terjadi."

(Aku berdiri meninggalkan tempat itu).

Baru dua langkah dari tempat ku duduk, suara teriakan Naya terdengar sangat kencang. Beberapa dari warga sekitar langsung mengunci pintu dan jendela mereka. Dan Pak Ateng juga begitu. Entah apa yang mereka takuti. Tapi sepertinya, sesuatu yang ada dirumah itu membuat mereka semua merasa takut dan gemetar.

Aku berlari sekuat tenaga menuju rumah itu. ku buka pintu dan tak ada Naya disana. Beberapa barang yang ada disana berserakan dan banyak sekali pisau yang berjatuhan di lantai. Aku yang sudah sangat cemas, mencoba untuk mencari dimana Naya berada. Tapi semuanya sia-sia. Aku tak menemukan Naya dirumah itu. bahkan sampai dua jam Aku mencari.

Kesal, marah, benci, sedih, semuanya tercapur pada diriku saat itu.

Pukul 22.00 PM atau pukul 10 malam, Aku tak sengaja tertidur di ruang tamu dengan posisi duduk. Kepala ku menghadap ke atas saat tertidur. Dan saat itu, ada beberapa tetes darah berjatuhan ke wajahku. Aku terbangun dan terkejut. Posisiku yang tidak mendukung akan sesuatu itu, melihat Naya tersenyum dan menatap ke arah wajahku. Senyumnya lebar sekali dan sangat mengerikan. Lidahnya panjang tidak normal seperti manusia pada umumnya. Dan banyak sekali luka di sekujur tubuhnya.

Saat Aku sadar dan berdiri Dia tertawa menghadapku. Tawa nya bergemah dan itu tidak normal. "akan Saya buat Kamu menderita. Dia punya Saya, Kamu tidak akan bisa membuatnya sadar." Kalimat itu keluar dari mulut Naya saat Aku terus-menerus menatap kearahnya. Aku bisa menyimpulkan bahwa itu bukan lah Naya. Naya tidak seperti itu, dan tidak akan pernah seperti itu.

"Gue gak tau mau Lo apa ke keluarga Gue. Tapi Gue mohon keluar dari tubuh Dia. Dia tidak ada hubungannya dengan semua ini.. KELUARR." Ucapku Marah.

(dia tertawa. Sangat keras).

"manusia lemah. Kamu memohon kepada saya? Dasar lemah. Tidak ada gunanya Kamu memohon. Semuanya akan Saya buat hancur. Ayah ingin Kami kembali." Ucapnya tertawa.

"keluar dari tubuh nya sekarang. Cepat keluar dari tubuhnya!!!." Teriak Ku.

Kejadian itu terjadi sangat lama. hampir lebih dari satu jam. Dan selama kejadian itu, tak henti-hentinya Aku bersedih dan marah.

Mendengar teriak ku yang kencang, Pak Ateng datang ke rumah. dia membawa benda yang disebut tasbih dan juga air mineral. Aku tak tau fungsi dari benda-benda itu apa. Tapi yang ku tau, itu bukan untuk hal buruk.

"pegangi dia sekarang. Cepat." Ucap Pak Ateng.

Saat Aku memegangi Naya, Pak Ateng membacakan beberapa ayat Al-Qur'an pada air mineral yang di bawanya. Dia menyiramkan air itu ke wajah Naya. dan Naya berteriak. Semua ini tak akan terjadi jika Aku tidak meng iyakan Naya untuk ikut kembali ke rumah Eline.

Pak Ateng mengulang hal tersebut berkali-kali hingga akhirnya Naya sadar dan terjatuh dari posisinya berdiri. Tubuhnya seketika lemas dan dingin. Naya sangat banyak kekurangan darah karena apa yang dilakukan nya saat tak sadarkan diri.

"cepat sekarang Kalian tinggalkan rumah ini. Bawa Dia ke rumah sakit segera. Dia kehabisan banyak darah. Akan semakin parah jika nanti Dia semakin banyak kehabisan darah. Nanti Bapak akan menyusul ke rumah sakit bersama beberapa warga."

"baik Pak." Ucapku sesaat sebelum menggendong Naya masuk ke dalam mobil.

Sepanjang perjalanan, banyak sekali suara dan sosok yang sepertinya tidak senang Kami bisa lolos. Suara itu seakan berkata "Kalian akan mati disini." dan diulang berkali-kali sepanjang perjalanan Kami menuju rumah sakit. Dan juga di sepanjang jalan menuju rumah sakit, selalu ada wanita berpakaian merah itu yang berdiri di pinggir jalan dan tersenyum menyeramkan ke arah mobil yang Kami bawa.

Pukul 00.40 AM tanggal 8 Januari, Kami tiba dirumah sakit. Dan Naya segera ditangani ke ruang UGD. "akan ku kuasai Dia sepenuhnya." Kalimat itu timbul dan terdengar olehku.

TRY TO COME BACK HOME [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang