Penari Ronggeng di Lantai Dua Pasar #4

Start from the beginning
                                    

"Kagak," balasku.

Tak terasa mobil sudah tiba di depan kosan Caca. Selanjutnya kami menuju kosan Manda.

______

"Si Hendra daritadi diem aja," ucap Wildan.

"Kepala gw pusing," balasnya.

"Wah ada yang ikut kali," ledek Wildan.

"Ah, lu nakut-nakutin aja."

Aku kembali mempertajam mata batin. Benar saja, ternyata ada yang mengikuti Hendra. Pocong wanita tadi. Sepertinya dia suka dengan Hendra.

"Nah pusingnya tiba-tiba ilang," ucap Hendra.

"Dah gw usir," balasku.

"Nahkan, beneran ada yang ngikutin lu, Hen," imbuh Wildan diikuti tawa.

"Iya, cewe tadi ngikutin lu."

"Si Pocong?" tanya Hendra.

"Huuh."

"Tapi beneran udah pergi, Kan? Gw gak mau dia ngikut ampe kosan."

"Udah, Hen. Santuy aja."

"Ya, ngikut sampe kosan juga gak apa-apa sih, Hen. Kan enak ada guling tambahan," ledek Wildan, membuat seisi mobil tertawa kecuali Hendra.

"Gw doain ada yang ngikut sama lu, Dan," balas Hendra.

"Ih jahat."

Mobil terus melaju, diiring dengan obrolan-obrolan absurd kami berempat.

______

"Makasih ya, semua," ucap Manda sambil turun dari mobil.

"Jangan kapok-kapok ya, Nda," sahut Wildan.

"Kapok banget gw."

"Maksudnya jangan kapok-kapok traktir kita."

"Ah kirain apa."

Manda pun masuk ke dalam kosan. Kini hanya menyisakan kami bertiga. Jomblo-jomblo bahagia.

"Ke mana lagi kita?" tanya Wildan.

"Katanya di deket sini ada kuburan china, coba yuk ke sana."

"Jangan ngadi-ngadi dah, Mir!"

"Lagian lu pake nanya. Ya balik ke kosan lah."

"Oh, kirain Hendra mau traktir. Soalnya gw laper abis nahan badannya tadi," sindir Wildan.

"Mie di warkop Mang Heri aja, Ya?" Sindirannya berhasil.

"Asik!" Wildan kegirangan.

______

Setelah makan mie, kami pulang ke kosan. Hendra memilih menginap di kosanku dan Wildan. Tiba di kosan, aku langsung berlari menuju kamar mandi.

"Mir, daritadi HP lu bunyi tuh," ucap Hendra yang sedang berbaring di atas tempat tidurku, saatku kembali ke kamar.

"Siapa malem-malem begini?" tanyaku.

"Ya mana gw tau."

"Bukannya angkat."

"Gw lagi males gerak."

Aku mengambil ponsel yang tergeletak di meja belajar. Terlihat nama Manda di layarnya.

"Manda, Hen," ucapku.

"Ngapain dia malem-malem nelpon?"

"Ya, mana gw tau. Coba lu tadi angkat."

"Tinggal telepon balik, ribet amat."

Aku menghubungi nomor Manda. Tersambung.

"Halo, Man. Tadi nelpon?" tanyaku.

"Iya," balasnya singkat.

"Ada apa, Ya?"

"Ini, Mir ...." Ucapannya tertahan seperti ketakutan.

"Ini apa?"

"Gw liat ada orang nari di depan kosan," ucapnya.

"Dia ngikut sampe sana?"

"Dia siapa, Mir?" tanya Hendra. Namun, aku tak membalas pertanyaannya.

"Iya," balas Manda.

"Duh, masih aja," ucapku kesal.

"Bentar ya, Nda. Yang begini harus dikasih pelajaran," sambungku lalu menutup telepon.

______

Aku duduk lalu memejamkan mata. Tak lama si Hitam sudah datang.

"Ada apa, Mir?" tanyanya.

"Itu usir si Penari tadi dong!" pintaku.

"Di mana?" Ia celingak-celinguk.

"Bukan di sini, tapi di rumah perempuan tadi."

"Oh, saya tidak tau rumahnya di mana."

Aku menunjukan letak kosan Manda. Si Hitam pun bergegas pergi ke sana. Memberi pelajaran yang berharga untuk si Penari Ronggeng.

"Sudah, Mir!" Kurang dari satu menit, si Hitam sudah kembali.

"Gimana?"

"Kaget dia."

"Kaget gimana?"

"Kan dia lagi nari. Nah dia tidak sadar kalau saya mendekat. Saya colek aja badannya dari belakang. Eh dianya kaget, terus kabur," jelas Si Hitam.

"Bukannya dikasih pelajaran."

"Kasian, Mir. Begitu aja harusnya dia tidak datang lagi."

"Oh, ya sudah."

Si Hitam pun menghilang.

______

"Dia siapa, Mir?" tanya Hendra saatku membuka mata.

"Si Penari Ronggeng ikut Manda ampe kosan," balasku.

"Ih, dah lu usir?"

"Udah."

"Semoga si Pocong cewe gak ngikut gw ampe sini."

"Masih ngikut tuh."

"Seriusan?"

"Tapi bohong ...."

Ting!

Bunyi notifikasi pesan yang masuk ke ponselku. Ada pesan yang masuk dari Manda.

[Udah gak ada, Mir]

Tulis Manda.

[Okay]

Balasku, seraya menjatuhkan diri ke atas tempat tidur. Menimpa tubuh Hendra.

"Sakit, Mir."

"Lu ngapain tidur di atas. Sana, tempat lu di bawah!" ucapku sambil menunjuk karpet.

"Bilang kek, gak usah nindihin."

"Masih mending ditindihin gw, daripada ditindihin sama Pocong Cewe tadi."

"Kan! Maennya begitu! Awas aja." Hendra beranjak dari tempat tidur. Lalu, berbaring di atas karpet.

Kini aku bisa mengistirahatkan tubuh yang sudah terasa lelah.

SEKIAN

CERITA AMIRWhere stories live. Discover now