TWO

1.8K 125 3
                                    

Aku terbangun dari tidurku berkat suara alarm yang kencang, aku memaksakan mataku untuk terbuka. Cahaya silau matahari pagi memaksa mataku untuk terbuka, aku berusaha merenggangkan badanku dengan susah payah. Tulang-tulang ku terasa sakit, tapi ini lebih baik dari terakhir kali. Aku menatap sekeliling ku dengan sedih, aku harus membereskan beberapa hal sebelum pergi ke sekolah.

Kakiku melangkah ke arah kamar mandi, aku berhenti didepan cermin wastafel untuk menatap betapa hancurnya diriku. Rambut coklat acak-acakan, lingkaran hitam di bawah mataku yang terlihat bengkak. Setidaknya aku bisa menutupinya dengan beberapa make up. Aku menghela nafas berat lalu mulai ritual mandiku.

Tidak dengan air mata kali ini.

Setelah selesai membersihkan diriku, aku membuka pintu kamarku dengan perlahan. Aku tidak ingin membuat keributan apapun yang akan membuatku mendapatkan bentakan dan air mata kembali. Aku melewati ruang tamu untuk melihat ibuku tidur Dengan keadaan jauh lebih buruk dariku dan dikelilingi oleh botol-botol alkohol kosong. Ini hal yang biasa dia lakukan untuk menghilangkan bebannya.

Itu hanya sia-sia, dia hanya melupakannya sementara dan ketika dia bangun dia akan menyadari segalanya dan kembali mengulang hal yang sama. Itu yang aku lakukan dulu, sekarang tidak lagi. Itu hanya akan membuat hidupku semakin singkat. Aku mengambil sapu dan pergi kearah dapur untuk membersihkan pecahan piring dan gelas dengan perlahan-lahan agar tidak membuat keributan.

Aku teringat oleh mimpi aneh ku semalam. Mengapa aku memimpikan Twilight? Aku tahu aku sangat menyukainya tapi itu aneh. Adegan yang kulihat tidak pernah di tampilkan dalam film. Itu menyenangkan hanya saja, aku masih bingung. Aku menggelengkan kepalaku agar pikiran itu menjauh dan fokus melakukan pekerjaan ini sebelum mereka bangun.

Setelah selesai dengan pecahan kaca dan piring aku mengambil tasku dan pergi untuk kuliah, aku harus lulus dan mendapatkan pekerjaan lalu meninggalkan seluruh kehidupanku menjauh dari mereka. Aku berjalan kaki ke sana jaraknya agak jauh tapi ini lebih baik untuk menghemat uangku. Untuk bisa kuliah aku harus memohon ribuan kali pada kedua orangtuaku, mereka pada dasarnya membenciku jadi mereka menyiksaku dengan mengabaikan mentalku yang hancur perlahan.

Aku tidak pernah meminta mereka untuk melahirkan diriku, jadi mengapa segalanya di tumpahkan ke diriku seolah-olah aku yang menginginkannya? Aku tahu ini pertama kalinya mereka menjadi orang tua, tapi ini juga pertama kalinya aku menjadi seorang anak. Tidak bisakah aku mendapatkan sedikit kasih sayang? Aku hanya ingin seseorang yang membangunkanku saat pagi, membuatkanku sarapan, seseorang yang mendengarkan hal apa hang kulakukan dalam sekolah.

Apakah aku begitu sulit di cintai?

Di perjalanan itu berusaha tersenyum mengingat beberapa kenangan kebahagiaan masa kecilku, hanya ada beberapa tapi itu sangat berarti. Sesekali bertanya-tanya mengapa mereka baru mulai membenci ku saat aku menginjak 4 tahun, apakah aku di masa anak-anak seburuk itu?

Umurku menginjak 22 tahun dan aku berada di pertengahan semester 5 kuliah ku, aku mengambil 8 semester untuk menjadi pengacara. Untuk itu perlu banyak pekerjaan sampingan dan beasiswa yang mati-matian aku kejar.

Bahkan untuk itu aku berusaha menyembunyikan semua kelainan mentalku.

Memasuki pagar kampus aku melihat sekeliling ku, sangat ramai dan penuh dengan orang-orang. Tapi tetap saja aku merasakan kesepian dalam diriku. Aneh rasanya berada di keramaian dengan rasa kesepian dan kegugupan yang menyiksaku. Aku berjalan dengan sedikit menunduk aku sudah selesai mencoba mengangkat kepalaku saat berjalan. Tidak ada gunanya itu hanya menambah sesak di dadaku, jantungku selalu berdetak saat di keramaian. Aku hanya takut di tolak oleh orang-orang, aku bukan anti sosial.

Diriku menyangkal ketakutan akan perhatian, tatapan dan penilaian masyarakat terhadap ku. Berpikir bahwa menyangkal nya akan menghilangkan ketakutan ku tapi dilihat dari diriku sekarang itu hanya omong kosong.

𝐖𝐈𝐋𝐃 𝐑𝐎𝐒𝐄 - CARLISLE CULLENWhere stories live. Discover now