2. Kenangan di Ruang Galeri - Kim Namjoon

Mulai dari awal
                                    

"Tidak masalah. Aku tahu kau sibuk."

"Baiklah, sampai jumpa."

Nara lantas pergi entah ke mana, aku pun tak tahu. Yah, biarlah. Lagipula dia mengundangku ke sini untuk menikmati karya seni. Walau sejujurnya aku tidak mengerti apapun di bidang ini.

Begitu memasuki galeri, aku langsung disuguhi berbagai lukisan yang berjejer rapi di sebelah kanan dan kiri. Karya-karya tersebut digantung pada dinding bercat putih secara presisi. Membuat siapapun ingin datang mengamati untuk waktu yang lama.

Atensiku pun jatuh pada lukisan yang berukuran 360 x 120 inci itu. Karya seni bergaya kontemporer tersebut menampilkan pendekatan imajinatif dari sang pelukis.

Sebagai orang awam, yang aku lihat pada lukisan tersebut adalah terdapat anak-anak yang berlari dan melompat di atas guratan garis berbentuk gelombang. Aku benar-benar tidak tahu apa artinya.

 Aku benar-benar tidak tahu apa artinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Inferno: Red Fire."

Aku menoleh pada sumber suara, guna memastikan siapa yang bicara. Kudapati seorang pria berdiri di samping kiriku, sembari menatap objek yang sama.

Dia menoleh, bertukar tatap denganku. "Itu adalah lukisan karya James Jean."

Aku ber-oh ria dalam diam sembari mengangguk-angguk. Tidak tahu harus merespon bagaimana. Sebab kehadirannya membuatku terkejut.

"Kau tahu makna dari lukisan ini?" pria itu kembali berujar.

Aku menggelengkan kepala pelan, lalu mengamati sekilas karya seni itu. "Sejujurnya, aku tidak mengerti di mana maknanya."

Dia tersenyum, menampilkan lesung pipi miliknya. "Sebelum aku mengenal karya seni, aku juga sama sepertimu. Aku tidak tahu mengapa seniman melukis seperti itu. Tapi setelah kupelajari, rupanya mereka tidak asal menggambar sesuai yang ada di pikiran mereka. Apa yang mereka lukiskan, pasti memiliki makna di baliknya." terangnya, membuatku tertegun.

"Lalu, apa maksud lukisan ini?"

"Dalam bahasa Italia, Inferno sendiri artinya adalah neraka. Dan guratan garis gelombang ini adalah Jigoku-zoshi, atau gulungan neraka pada lukisan Jepang di abad ke 12, yang menggambarkan banyaknya neraka dalam kosmologi Budha. Dan anak-anak yang berlarian itu tidak tahu kalau mereka akan dijadikan bahan bakar neraka."

Aku kembali mengangguk-angguk. Otak di dalam tempurung kepalaku seakan tercerahkan, mendapat pengetahuan baru yang diberikan pria itu.

"Sepertinya kau sangat menyukai bidang seni. Apa yang membuatmu begitu?"

Dia kembali mengulas senyum, disertai ukiran lesung yang tak luput dari pipinya. "Melalui karya seni, kau bisa menyampaikan perasaanmu tanpa harus menjelaskan dengan kata-kata. Lihat lebih dalam, dan kau akan menemukan pesan tersirat di dalamnya."

Aku termangu. Pun, dalam sekejap, pesona yang dia miliki, berhasil mengusik hati dan pikiranku. Membuatku ingin mengenalnya lebih dalam.

"Mau melihat karya lain denganku?" ajaknya padaku kemudian.

"Tentu,"

Kami pun beralih pada ruangan lain yang berisi beragam patung yang dibuat dengan berbagai teknik. Lalu, menuju pada ruang fotografi. Setiap objek yang kami lihat bersama, dia selalu memberikan penjelasan berdasarkan pengetahuan yang dia ketahui. Hingga membuatku mengulas senyum tanpa sadar.

Kupikir, mendatangi ruang galeri seni akan membosankan. Ternyata tidak, karena aku bertemu dengannya. Kami pun menghabiskan waktu bersama sepanjang pameran berlangsung. Meski hanya dua hari, namun kami berbagi banyak hal dan menciptakan kenangan di sana.

☆☆☆

Pagi ini, aku mendapat kiriman paket dari seorang kurir. Paket tersebut berbentuk persegi dengan ukuran agak besar, dan dilapisi bungkus cokelat. Tebakanku, isi di dalamnya adalah lukisan.

"Siapa yang mengirimnya?" kupikir Nara yang melakukannya, tetapi saat sang kurir berkata Kim Namjoon, aku sontak terbelalak.

Aku pun mambawa paket tersebut ke dalam apartemenku seorang diri, meski cukup kesulitan---mengingat tubuhku 2x lebih kecil dari benda yang ada di tanganku ini. Setelahnya, aku sandarkan pada dinding, dan mulai membuka bungkusnya. Ternyata benar, benda tersebut adalah lukisan karya salah seorang seniman.

Aku mundur beberapa langkah, guna mengamati objek di depanku. Aku kembali teringat saat Namjoon berkata; Lihat lebih dalam, dan kau akan menemukan pesan tersirat di dalamnya.

Cukup lama aku berdiam diri, sampai akhirnya aku mengetahui, bahwa dia ingin menyampaikan pesan berupa selamat tinggal melalui lukisan padaku.

Ah, sepertinya aku bisa menyelesaikan projek novel milikku yang sempat tertunda, berkat dirinya.

Kalau begitu, kini giliranku menyampaikan perasaanku melalui kata-kata.

Kim Namjoon, semoga kau menemukan tulisanku di luar sana.

Goodbye, Oppa.

Author's note :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Author's note :

Ini aku sampe Googling dulu, biar cerita oneshoot-nya jadi, loh xixixi

Yaudah gitu aja, terima kasih sudah membaca (≧∇≦)/












GoodBye, Oppa! || Oneshoot SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang