XVII.Happiness slowly comes

Start from the beginning
                                    

Air mata Jimin jatuh lagi, air mata yang jarang keluar dari pelupuk mata indah itu kini kembali turun untuk Jieranya. Jimin benar-benar tidak sanggup menjalani ini sendirian, dia butuh Jieranya. Sungguh.

Cklek

Jimin menoleh kearah pintu yang terbuka, dilihatnya sosok Jiah yang tersenyum padanya. Gadis itu perlahan melangkahkan kakinya kearah Jimin.

"Jiera akan baik-baik saja, percayalah Jim." Ujar Jiah lembut, tangannya menepuk punggung Jimin lembut. Berusaha menyalurkan ketenangan pada pria itu.

"Apa yang kau lakukan kemari? Siapa yang menyuruhmu?" Sinis Jimin, merasa tidak suka akan kedatangan wanita yang dijodohkan dengannya itu.

"Aku hanya ingin mengunjungi Jiera, aku juga kemari tanpa sepengetahuan siapapun." Jiah menjeda ucapannya. "Tenang saja, aku tidak ada niat buruk untuk kalian. Justru aku akan membantu kalian."

Jiah meletakkan sebuah tas besar yang tadi dia genggam kehadapan Jimin. "Tas ini berisi uang yang kumilili, pakailah untuk biaya pengobatan Jiera dan kabur dari Korea setelah dia sembuh."

"Mungkin ini akan menjadi pertemuan terakhir kita, aku hanya ingin membantu kalian. Kumohon jangan menolakku Jim. Aku serius membantumu, raihlah kebahagiaan kalian berdua."

Jimin tak bisa berkata apa-apa lagi, dia hanya bisa menatap Jiah yang menghampiri Jiera. Memeluk tubuh Jiera yang masih terbaring dan sempat menangis.

Jimin tidak mengerti dengan jalan pikir Jiah. Dia begitu terkejut saat Jiera datang hanya untuk membantunya dan Jiera.

Pria itu perlahan bangkit lalu memeluk Jiah, tangisnya kembali pecah. "Maafkan sikap kasarku padamu, Ji. Terimakasih atas bantuanmu, sungguh aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku hanya bisa berterimakasih."

Jiah melepaskan pelukan itu dan mengangguk. "Bahagiakan Jiera, aku hanya bisa membantumu sedikit." Senyuman manis kembali Jiah tampilkan."Aku pergi dulu. Sampai jumpa."

Jiah segera pergi setelah berpamitan dengan Jimin. Begitu pintu ruangan itu tertutup dia menangis merasakan sakit dikepalanya ditambah dengan hidungnya yang mengeluarkan darah.

Saat melihat seorang perawat lewat, diapun meminta tolong untuk dibawa keruang rawatnya. Tidak, Jiah tidak sanggup lagi.

Matanya memejam menahan sakit yang begitu menggegoti tubuhnya. Jiah merasa, ini adalah akhir dari hidupnya.

Tidak apa, Jiah rela.

***

"Operasi Nona Jiera akan dilaksanakan siang ini, Tuan. Kami sudah mendapatkan pendonornya." Ujar dokter tersebut yang membuat senyuman pria itu merekah, sungguh sudah beberapa hari ini dia menunggu dokter mengatakan itu.

"Sungguh, terimakasih dok. Aku tidak tau harus berkata apa-apa lagi." Air mata Jimin menetes, akhirnya penantiannya selama beberapa hari ini membuahkan hasil juga.

"Kumohon dok, lakukan yang terbaik."

Dokter tersebut mengangguk. "Kami akan mengusahakan yang terbaik, Jimin-ssi. Jangan lupa doakan Nona Jiera agar operasinya berjalan lancar."

"Pasti, dok." Jimin bahagia, sungguh.

***

Disaat Jimin merasakan bahagia yang tiada tara, dirumah keluarga Bang justru terjadi kesedihan yang begitu besar.

Pukul 10 pagi tadi mereka dikejutkan dengan kedatangan ambulan. Keterkejutan itu kembali bertambah saat tau bahwa ada jasad putri mereka didalam sana.

Nyonya Bang bahkan jatuh pingsan saat mendengar itu. Semuanya sangat tiba-tiba.

Dan siang ini mereka melaksanakan upacara kematian Jiah yang nantinya akan dikremasi. Tangisan mereka tak berhenti sejak tadi.

Baik keluarga Bang ataupun keluarga Park yang kehilangan calon menantu mereka. Nyonya Park sejak tadi menangis disamping Tuan Park yang menenangkannya.

Harapan mereka pupus untuk menjodohkan Jimin dengan Jiah. Gadis Bang itu kini sudah tiada, meninggalkan mereka semua.

***

"Operasinya berjalan dengan lancar, kini Nona Jiera akan dipindahkan ke ruang rawat. Kita tinggal menunggu dia sadar saja." Ucap Dokter tersebut saat keluar dari ruang operasi begitu selesai menangani Jiera.

"Sungguh, sekali lagi aku mengucapkan terimakasih banyak, dok." Senyum Jimin terus merekah. "Tapi saya bisa menemaninya diruangannya kan dok?"

Dokter tersebut mengangguk. "Tentu saja. Saya permisi Jimin-ssi, kami akan memindahkan Nona Jiera dulu agar anda bisa bertemu dengannya."

Jimin mendudukkan diri kembali dikursi tunggu setelah dokter itu pelan. Pria itu mengusap wajahnya pelan. "Terimakasih Tuhan, terimakasih karena telah mengabulkan doaku."

Tbc

Yang belum vote, yuk vote dulu yuk. Itung" sumbangan ke aing gitu😭

Epoch [End]Where stories live. Discover now