Short Journey

44 10 14
                                    

Hari itu bukan libur panjang, tapi Aruni memutuskan untuk tetap pulang di akhir pekan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hari itu bukan libur panjang, tapi Aruni memutuskan untuk tetap pulang di akhir pekan. Ia sudah penat dengan segala kesibukan dan kepadatan ibu kota tempat rantaunya. Aruni sudah memesan tiket kereta untuk pulang seminggu yang lalu, maka ia tak peduli pokoknya Jum'at sore itu ia tetap harus pulang, tidak boleh ada yang mengganggunya, terlebih masalah pekerjaan. Sementara ia bisukan beberapa kontak yang menyangkut dengan urusan pekerjaan.

Aruni benar-benar membutuhkan ketenangan. Menikmati suasana di desa bersama keluarga dan sanak saudara sudah menjadi bayangan indah di benaknya. Bahkan membayangkan tenangnya memandangi pemandangan sepanjang perjalanan sudah menjadi bagian favoritnya.

Kini ia sudah duduk di kursi yang sesuai dengan nomor tiketnya. Suasana kereta masih sepi dan mungkin akan sepi, mengingat hari itu bukan libur panjang.

Seperti yang Aruni harapkan.

Ia pasang earphone-nya, siap mendengarkan playlist andalan dari aplikasi musik di gawainya. Ah, Aruni yakin ia akan sangat menikmati perjalanan pulangnya.

Sesuai dengan yang ia harapkan, perjalanan sore itu begitu menyenangkan. Tidak ada yang mengganggu ketenangannya saat menikmati pemandangan senja ditemani dengan musik favoritnya.

Sejenak Aruni tertidur setelah senja turun menghadirkan gelap.

Pukul 8, ia terbangun karena lapar. Aruni sudah mengira kalau makanan yang dijajakan di dalam kereta itu cukup mahal, maka sebelum menaiki kereta, Aruni sempatkan untuk membeli makanan yang setidaknya bisa mengganjal perut untuk sementara. Ia menikmati sandwich serta makanan ringan yang dibelinya tadi.

Perjalanan berlanjut dengan situasi tenang yang sama, tapi pemandangan di luar sudah gelap. Hanya cahaya lampu jalanan yang menjadi pemandangan Aruni kala itu. Tak sadar, ia kembali tertidur.

Di pemberhentian kesekian, Aruni terbangun, sayup-sayup ia mendengar informasi bahwa kereta sudah tiba di Stasiun Purwokerto. Pukul 10 malam, begitu waktu yang tertera pada gawainya. Masih ada delapan jam lagi hingga Aruni tiba di stasiun tanah kelahirannya. Perlahan telinganya mendengar sedikit keributan yang menghampirinya. Mau tak mau Aruni menoleh, mencari asal datangnya keributan tersebut.

"Kakak jalan duluan, Ibu susah jalan karena harus gendong Adek."

"Ini, ini tasnya Kakak jangan lupa dibawa!"

Suaranya tak begitu keras, namun Aruni melihat seorang wanita yang kewalahan menuntun anak laki-laki berusia sekitar lima tahun—dengan wajahnya yang mengantuk—supaya berjalan lebih dulu di depannya. Di gendongan wanita itu juga anak perempuan yang yang tertidur di pundaknya. Belum lagi ia menjinjing tas yang terlihat cukup berat serta keresek besar, mungkin berisi makanan.

Aruni mendengus saat wanita dan dua anaknya itu duduk tepat di samping tempat duduknya. Ia merasa sisa delapan jam perjalanannya akan terganggu.

"Kakak tidur lagi."

Sebuah PerjalananWhere stories live. Discover now