Elegi

62 15 21
                                    

Dara membetulkan letak tali tas di punggungnya, sesekali matanya menelisik sekitar untuk menemukan nomor kursi miliknya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dara membetulkan letak tali tas di punggungnya, sesekali matanya menelisik sekitar untuk menemukan nomor kursi miliknya. Begitu memastikan bangku ini miliknya, Dara segera meletakan tas ranselnya ke bagasi atas tempat duduk. Gadis itu menunduk sopan kepada pasangan lansia yang duduk di seberangnya, sebelum duduk di kursi samping jendela. Begitu ia duduk di bangkunya, Dara segera membuka ponselnya yang terus bergetar di saku celananya.

"Dek?"

"Iya, Mas. Ini Adek udah di kereta, 5 menit lagi berangkat. Sekitar jam 7, Mas jemput Adek aja," sahut Dara tenang.

Sang kakak malah menghela napas dengan berat. "Adek...."

Dara yang semula sibuk menyamankan posisi duduknya segera menegak. "Kenapa, Mas?"

"Ikhlasin Bapak, ya?" ucap Mas Elang, kakak pertama Dara dengan nada bergetar. "Kita nggak tahu rencana Tuhan seperti apa? Tapi ... nadi di tangan Bapak udah gak ada. Nadi di leher masih ada, tapi lemah banget."

Dara merasa ada hantaman keras di kepalanya. Tubuh yang semula tegak, langsung melemah dan menyandar pasrah. Ia menerawang keluar jendela, menatap nanar sejumlah penumpang kereta lainnya yang sedang menunggu di luar kereta.

"Mas Elang cuma mau bilang, Adek harus siap kalo Bapak pergi sebelum Adek sampai sini."

Dara membisu. Ia merasa tenggorokannya kering dan suaranya tercekat. "Iya, Mas. Adek bantu dzikir dari sini," sahut Dara lemah setelah keheningan menghampiri mereka. Mas Elang menjawab singkat dan berpamitan, lalu mematikan sambungan telepon itu. Dara meletakkan ponselnya di meja kecil di dekat jendela kereta tanpa semangat.

Tadi, ia mendapat kabar dari ibu bahwa bapak ditemukan telentang dengan napas berat di kamar. Jujur, Dara langsung panik karena selama ini merasa bapak sehat. Ia segera membuka aplikasi pemesan tiket kereta untuk mencari jadwal yang pas. Namun ... ia terpaksa harus menunda kepulangannya karena perlu menyelesaikan presentasi project pertama yang ia pimpin di depan klien.

Dunia kerja memang sekeras itu, bosnya tidak menoleransi izinnya dengan alasan sebagai ketua tim. Jika ia tetap izin, maka project itu pindah tangan. Jelas saja Dara tidak terima, ada 6 bulan ia mengerjakannya sampai tidak sempat pulang ke rumah tiap akhir pekan dan libur nasional. Ia tidak ingin semua usahanya menjadi percuma dan Dara yakin bahwa sakit bapak tidak terlalu parah.

Suara peluit tanda kereta akan berangkat membuat Dara mengerjapkan kecil. Saat itu, pandangannya tanpa sengaja menangkap sesosok laki-laki yang menggendong anak perempuannya sambil tertawa riang. Entah kenapa, ia merasa iri dan dengki. Ia sudah lupa kapan terahkir tertawa bersama bapak.

Dara dan bapak tidak pernah benar-benar seperti hubungan anak dan bapak. Sifat Bapak Rajawali yang tsundere itu diwariskan sepenuhnya ke sosok Dara. Keduanya bukan tipe orang yang pandai membuka obrolan seperti sang ibu dan kedua kakak laki-laki Dara. Canggung adalah kata tepat untuk menggambarkan hubungan darah antara Dara dan bapak.

Sebuah PerjalananWhere stories live. Discover now