Meet Again

45 13 12
                                    

Dizam Zainal Al-fazar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dizam Zainal Al-fazar.

Begitulah kiranya nama yang tertera di almamater pemuda tampan yang tengah duduk dengan mata yang terfokus pada laptop dihadapannya. Suara ketikan terdengar nyaring menggema di ruangan yang sunyi itu. Sesekali matanya melirik kearah jam dinding yang tepat berada di hadapannya. Dering telepon yang berbunyi sedari tadi di hiraukannya begitu saja, seolah tidak peduli dengan sekitar, bahkan suara perutnya saja tidak di pedulikan.

"Sibuk banget kayanya, Zam, ngetik apa sih? Sampe telepon dari saya, kamu hiraukan!" sahut Ihza yang tiba tiba saja duduk disebelahnya.

"Saya harus cepat-cepat membereskan tugas saya, Za. Lusa sahabat saya akan menikah, tidak mungkin jika saya tidak berada disampingnya."

Ihza menganggukkan kepalanya singkat. "Ngomong-ngomong, ya Zam, sahabatmu bukannya hanya saya, Riza, dan Ryan saja?"

"Ada deh, gak usah kepo!" tegas Dizam.

Jika sudah berkata seperti itu, Ihza mengerti bahwa keberadaannya saat itu tidak diinginkan oleh Dizam, segera saja Ihza berdiri dan pergi meninggalkan Dizam sendiri. Benar saja, Dizam tidak menghiraukan kepergian Ihza.

Jam sudah menunjukkan waktu 20.00 malam, Dizam masih belum beranjak dari duduknya, sudah lebih dari 10 kali ketiga sahabatnya memanggil dari luar kamar, namun masih saja tidak ada jawaban.

Prang!

Suara gelas pecah menggema menggantikan suara ketikan yang sedari tadi memenuhi ruangan itu. Ketiga sahabat Dizam berlari dan masuk dengan tergesa-gesa kedalam kamar Dizam. Alangkah terkejutnya mereka ketika melihat Dizam yang masih fokus, padahal ada gelas yang jatuh disampingnya.

Ryan yang sudah geram akan tingkah aneh Dizam yang tiba-tiba menjadi sangat fokus menghampiri Dizam. "Zam, paham banget kita sama kelakuanmu. Tapi nih ya ... tapi banget ini, Zam, selama hampir 12 tahun kita sahabatan, kita nggak pernah liat kamu sefokus ini sama tugas. Biasanya juga di entarin lagi. Ayolah, 'kan besok kamu mau pulang nih. Kalo kamu fokus kayak gini, bisa kesiangan, loh. Bahkan bisa sakit, terus nggak jadi pulang, kamu mau?" ungkap Ryan dengan penuh penegasan.

Dizam menghentikan ketikannya, menatap ketiga sahabatnya secara bergantian, lalu tertawa membuat ketiga sahabatnya bergidik ngeri.

"Maaf nih ya ... maaf. Duh, saya gak maksud bikin kalian jadi ngerasa gak saya anggap, cuman ya, saya gak mau bikin kalian ribet nanti pas saya tinggalin, saya pulang buat waktu yang lumayan loh, kasihan kalian jika harus mengerjakan tugas saya," jelas Dizam.

Ya, memang diantara keempatnya hanya Dizam yang selalu berbicara formal kepada sahabat sahabatnya. Mereka bertiga mengangguk tanda mengerti. "Ya, tapi apa gak laper, Zam? Sampe gelas jatuh pecah aja, kamu masih fokus."

"Nah! Setuju dengan omongan Riza," sahut Ihza.

"Saya sadar, hanya saja saya lagi beli tiket. Udah ah, ayo makan," ajak Dizam.

Sebuah PerjalananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang