MUNAJAT

250 9 0
                                    

Azhar paham betul, memang pada dasarnya Rendra adalah cinta sejati Ana. Keputusan Ana untuk lebih menerima pinangan dari Rendra tentu karena banyak faktor pendukungnya. Azhar sadar betul, jika dibandingkan dengan Rendra, dia mungkin bukan apa-apa. Hanya cinta tulus yang dia miliki dan kerelaan berkorban apa pun demi kebahagiaan Ana. Tapi dia juga sadar, Rendra pun memiliki cinta yang sama besar. Maka jika dibandingkan dengan Rendra, Azhar sadar bahwa dia kalah segala-galanya. Dia menerima dengan tulus meskipun hatinya sakit tersayat-sayat karena harus merelakan perempuan yang disayanginya menikah dengan orang lain.

Melihat orang yang disayangi menikah dengan orang lain, siapa pun pasti akan patah hati. Padahal, siapa pun juga harus sadar, bahwa resiko dalam mencintai seseorang adalah merasakan sakit. Tentang cinta, ujung ceritanya sejak dulu hingga sekarang hanya ada dua, senang hati, atau patah hati.

Memang, cinta yang paling ideal adalah mencintai dan dicintai sekaligus. Jika hanya salah satu, maka bersiaplah yang lainnya mengalami patah hati. Jika seseorang hanya mencintai, resiko dia adalah merasa sakit hati. Jika seseorang hanya dicintai, resiko dia adalah menyakiti hati. Dan Azhar, sampai pada kepatahan hatinya, tidak pernah benar-benar tahu seperti apakah sebenarnya perasaan Ana terhadap dirinya.

Azhar sendiri paham bahwa mencintai seseorang yang sedang mencintai orang lain memiliki risiko yang sangat besar. Saat ini, Azhar tengah menuai risiko yang dia tantang sendiri. Pada akhirnya, Azhar sadar bahwa cinta adalah suatu pelajaran untuk mengikhlaskan.

Sementara itu, prosesi akad nikah Rendra dan Ana akan diselenggarakan beberapa hari lagi. Permintaan untuk menyaksikan langsung pernikahan Ana sebagai saksi telah dia sanggupi. Tidak mungkin dia mengingkari janjinya pada Ana. Malah bisa jadi, di acara pernikahan itulah terakhir kali dia bisa melihat Ana secara langsung. Akan tetapi, datang ke pernikahan perempuan yang sangat dicintai, dengan perasaan yang compang-camping, hanya menceburkan diri ke dalam kobaran api yang membara dengan tangan terbelenggu. Dia pasti sakit dan kepanasan tapi tidak bisa melakukan apa-apa.

Meskipun sudah menyatakan sanggup. Azhar kemudian gamang dengan kesembronoannya menyanggupi permintaan Ana itu. Memang terbuat dari apa hatinya, sampai kuat menahan rasa sakit seperti ditusuk-tusuk sembilu begitu melihat Ana dipersunting lelaki lain, ucap Azhar dalam hati. Azhar duduk bermenung di atas ranjang tidurnya. Lama dia terdiam, berpikir, mempertimbangkan baik dan buruk, tapi tak juga menghasilkan suatu simpulan. Azhar perlahan menghempaskan tubuhnya. Dia pun tertidur dalam kondisi dada yang masih sesak karena hati yang dihantam godam kegalauan karena cinta.

Lalu, pukul setengah tiga dini hari, Azhar terbangun mendengar suara peronda memukul-mukul tiang listrik di balik pagar sebelah mes tempatnya tinggal. Lekas dia menanggalkan selimut yang menyelimuti tidurnya untuk kemudian mengambil air wudhu.

Di sepertiga malam itu, Azhar sengaja memanjangkan ayat-ayat bacaan salatnya, berharap mendapatkan ketenangan. Karena hanya kepada Allah lah dia dapat mencurahkan segenap perasaannya malam itu. Azhar yakin seratus persen bahwa hanya dengan mengingat dan bermunajat kepada Allah lah, hatinya akan menjadi tentram dan damai.

Selesai salat, Azhar mengangkat kedua tangannya sambil bersila. Dia bermunajat dalam hati. Perlahan demi perlahan, air matanya mengalir, sebagai bukti bahwa hanya kepada Allah lah segala keluh kesahnya dia curahkan.

"Ya Allah, Sang Pembolak Balik Hati Manusia, Yang Maha Pemurah dan Penyayang. Betapa berat rasanya keikhlasan yang aku coba sekarang ini. Engkau adalah pemilik hati ini, pemilik hati semua manusia yang ada di muka bumi ini... Ya Allah, aku sangat mencintai Ana. Tapi mungkin Engkau lebih paham, bahwa masih ada lelaki yang jauh lebih pantas dibandingkan denganku untuknya."

"Ya Allah, jika memang cintaku padanya salah, mengapalah Engkau bangun megah perasaan ini dalam hatiku? Jika memang jalan ini sudah jelas, Ya Allah, berikanlah kepadaku kelapangan hati. Ya Allah, Engkau memiliki seribu cara untuk membuat dua hamba-Mu menyatu. Tapi Engkau juga punya sepuluh ribu cara untuk membuat dua hamba-Mu berpisah. Izinkanlah hatiku untuk melupakan cinta yang indah ini. Tuntunlah jiwaku agar senantiasa menjalin cinta yang lebih Engkau ridhai. Berikanlah juga kebahagiaan pada keluarga Ana kelak agar selalu sakinnah, mawaddah, warahmah. Aku mencintainya karena Engkau, dan aku melepaskannya juga atas petunjuk dan jalan yang Kau berikan. Sungguh Engkau Maha Mengetahui apa yang hamba tidak pernah ketahui. Aamiin yaa rabbal aalamiin."

...

Selepas pengaduannya kepada Allah, Azhar merasakan seperti energi positif dan keberanian menjalari sekujur urat nadinya. Dadanya lebih bidang dan tegar. Detak jantungnya lebih teratur. Dan yang terpenting, rasa sesak di dadanya kian lama kian memudar tanpa harus meminum air jahe sekalipun.

Azhar semakin mantap untuk datang ke resepsi pernikahan Ana dan Rendra sebagai saksi, sesuai permintaan dari Ana. Azhar sudah bertekad akan datang.

Malam itu, Azhar kembali tertidur dengan perasaan yang lebih damai dan tenang, meskipun burung-burung di pikirannya sudah berhenti bernyanyi, dan bunga-bunga di hatinya sudah layu.

FARMAKOLOVAWhere stories live. Discover now