YANG HILANG

265 10 0
                                    

Hari itu, Ana tengah bekerja shift pertama. Apotek itu selalu ramai karena berdekatan dengan beberapa klinik dan rumah sakit besar. Berlalu-lalang para konsumen hilir mudik ke apotek tempatnya bekerja. Puluhan resep yang dibuat oleh dokter dilihatnya satu persatu agar tidak salah dalam memberikan obat kepada pasien. Pekerjaan seperti itu, jika salah sedikit saja dalam pelaksanaan, maka akan sangat fatal akibatnya.

Seperti biasa, tulisan di dalam kertas resep selalu aneh. Menggaris-garis amburadul tak keruan. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa membacanya. Tulisan-tulisan itu bukanlah karena dokter yang menulis tidak cakap menulis atau karena memang tulisannya kacau balau. Terdapat alasan khusus kenapa tiap resep yang diberikan kepada pasien selalu sulit untuk dibaca.

Tulisan yang seperti ceker ayam itu memang sengaja dibuat agar pasien tidak dapat dengan mudah membaca isinya sebelum diserahkan kepada apoteker. Di perkuliahan, terdapat mata kuliah simulasi resep di mana para mahasiswanya mempelajari cara membaca resep, menyediakan obat, dan juga memberi komunikasi, informasi, dan edukasi kepada pasien. Intinya, tulisan tersebut dibuat seperti itu agar suatu resep tidak mudah disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Bagi sesama dokter atau orang yang bekerja di bidang farmasi, bukan hal yang sulit untuk membaca coretan tangan dokter di menu resep. Mereka membaca sebagaimana orang lain membaca tulisan biasa. Meski ada alasan penting di latar belakang penulisannya, namun tidak ada undang-undang khusus di dalam dunia kedokteran atau farmasi yang mengharuskan dokter maupun farmasis menuliskan resep menggunakan tulisan yang seperti itu.

Mengenai istilahnya, tulisan yang sering orang sebut dengan 'tulisan dokter' tersebut adalah 'stenografi'. Dalam stenografi, terdapat sejumlah simbol-simbol khusus guna mempercepat penulisan. Hanya orang yang mempelajari stenografilah yang dapat menulis dan membacanya.

***

Jam istirahat tiba, Ana bersama teman-teman kerjanya pergi ke luar apotek untuk mencari makan siang. Biasanya, dia makan di sebuah warung makan sebrang apotek. Kadang-kadang, dia juga membeli makan di kedai mie ayam bakso yang tidak jauh dari situ. Siang itu, jam istirahat yang hanya 45 menit Ana habiskan di kantin dan di masjid untuk salat zuhur.

Saat kembali, Ana melihat dua mobil telah terparkir di pojok halaman parkir yang disediakan untuk dokter jaga dan pejabat apotek. Lahan parkir apotek yang sebenarnya cukup luas, cukup untuk menampung sepuluh sampai lima belas mobil untuk parkir bersamping-sampingan. Dari kejauhan, Ana tahu bahwa itu adalah mobil milik Bu Yusni, tapi dia tidak tahu mobil hitam yang terparkir di baliknya, karena terhalang dan tidak dapat terlihat dengan jelas.

Ana kembali melanjutkan aktivitas kerjanya selepas jam istirahat habis. Dia bertanya pada teman-temannya yang lebih dulu masuk ke apotek tentang keberadaan Bu Yusni dan tamunya. Teman-temannya hanya bilang bahwa beliau memang baru saja hadir dan langsung bergegas masuk ke ruangan bersama seorang tamu yang tadi datang bersamanya. Ana menghiraukan itu dan langsung kembali bekerja.

Suasana apotek ramai seperti biasa. Pasien mau pun keluarganya datang silih berganti tiada henti. Nomor panggil para penebus obat disebutkan satu per satu sesuai urutan. Saat jam kerja karyawan pagi habis, karyawan yang masuk pada shift berikutnya pun datang untuk mengganti karyawan pagi.

Ana yang kebetulan hari itu masuk pada jam pagi, bergegas merapikan barang-barangnya sesaat sebelum pulang. Catatan-catatan ia masukkan ke dalam tas, jas putih ia rapikan dan digantung dalam loker. Setelah semua rapi, ia pun lekas pamit pada rekan-rekan di apotek itu.

"Na, tadi gue dapet pesen dari Bu Yusni, sebelum pulang katanya lu harus ke ruangannya dulu." ucap salah satu teman Ana yang tadinya akan pulang bersama menuju jalan raya.

FARMAKOLOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang