Chapter 09. Sidik Jari

131 44 220
                                    

Rania membuka pintu kontrakannya, dia melangkah masuk diiringi oleh Liam. Rania langsung mengecek sekitar, semuanya sudah tampak baik-baik saja, tidak ada benda yang hilang atau hal aneh lainnya. Meski maksud kedatangan penyusup semalam masih menjadi tanda tanya, tetapi setidaknya kini penyusup itu telah meninggalkan kediaman Rania

Liam melirik sekitar, perhatiannya segera tertuju pada jendela di samping kasur Rania yang terbuka begitu lebar. "Apa ini jendela yang kau bilang kena bobol tadi?" tanya Liam sembari mendekati jendela tersebut.

"Iya, aku tidak bisa menutupnya. Kuncinya rusak," balas Rania.

Liam mengamati kerusakan jendela dengan saksama. "Eummm ... sepertinya tidak terlalu parah, kurasa aku masih bisa memperbaikinya."

Liam keluar dari kontrakan Rania sejanak, dia menghampiri mobilnya kemudian membuka bagasi guna mengambil beberapa perkakas. Sebelum memperbaiki jendela, Liam sempat menggulung lengan bajunya sampai bahu, alhasil tampaklah otot bisep yang cukup kekar, jelas sekali dia berniat pamer. Ternyata dengan begitu saja Rania sudah tersipu malu, lemah betul hati wanita itu.

"Liam, sekali lagi terima kasih. Ngomong-ngomong, kau kelihatannya cekatan sekali," puji Rania.

"Aku belum pernah bilang, ya? Pekerjaanku memang tidak menentu, Ran. Aku sering memperbaiki perabot rumah, mengurus kebun, menjadi pegawai toko, sebenarnya aku mengerjakan apa pun yang bisa kulakukan," jelas Liam.

Rania memandangi punggung Liam, dia membayangkan betapa lelahnya melakoni pekerjaan tidak tetap seperti itu. Dilandasi pemikiran demikian, Rania lantas bertanya, "Apa kau suka dengan pekerjaanmu?"

"Kalaupun aku tidak suka, apa aku punya pilihan lain? Untuk sekarang, ini yang bisa kulakukan untuk mendapat uang. Jalani saja, tidak ada gunanya mengeluh, lagi pula rezeki sudah ada yang mengatur," tutur Liam begitu halus, tetapi mampu menampar Rania cukup keras.

Rania merenungi diri sendiri, dia merasa dirinya kurang bersyukur, padahal sudah punya pekerjaan tetap dan gaji stabil, tetapi kadang dia masih malas pergi ke kantor. Lamunan Rania seketika buyar kala Liam mengatakan bahwa jendelanya sudah selesai diperbaiki. Kunci di jendela Rania kembali berfungsi normal, semoga saja dia bisa tidur dengan nyenyak malam ini. Alhasil urusan Liam di kontrakan Rania telah usai, dia sempat berpamitan dengan Rania sebelum akhirnya melangkah keluar dan berkendara pulang.

Tersisalah Rania seorang diri di dalam kontrakan, dia duduk di atas kasur sambil menatap layar ponselnya. Rania mencoba menghubungi Yuli untuk yang ketiga kali, tetapi hasilnya sama saja, Yuli masih tidak mengangkat telepon, dia makin yakin bahwa ada sesutu yang janggal. Kenapa Yuli tiba-tiba jadi begini? Apa aku salah bicara? Atau ada sesuatu yang bahkan lebih buruk? batin Rania.

Tadinya Rania tidak mau berangkat kerja, tetapi setelah memikirkan perkataan Liam, dan dia merasa perlu bertemu dengan Yuli, keputusannya berubah, dia akan masuk kantor hari ini. Sebenarnya sudah jam tujuh lewat tiga puluh menit, tetapi tak masalah, Rania yakin kalau dia bergerak gesit, pasti masih sempat sampai ke kantor tepat waktu.

Rania buru-buru mandi dan segera mengenakan pakaian formal. Kali ini tidak banyak produk kecantikan yang Rania poleskan ke wajahnya, hanya sedikit alas bedak dan pelembab bibir. Lantaran motor pribadinya tengah ditahan, Rania memutuskan untuk memesan ojek online. Untunglah kurang dari tiga menit Rania berdiri di pinggir jalan, ojek online pesanannya telah tiba, dia duduk di jok motor sambil mengenakan helm hijau khas, lalu berangkat menuju kantor.

Sesampainya di kantor, Rania melangkah sambil celingak-celinguk, dia berharap mendapati Yuli di perjalanan menuju meja kerjanya. Namun hasilnya nihil, Rania sama sekali tidak melihat keberadaan Yuli, padahal biasanya justru Yuli yang menyapa Rania duluan. Alhasil Rania berinisiatif untuk menghampiri meja kerja Yuli, ternyata percuma, tampaknya Yuli tidak masuk kantor hari ini, kursinya saja belum ditarik keluar dari kolong meja.

Tidak mengangkat telepon, tidak ada di kantor pula. Firasat Rania jadi tak enak, pergi ke mana teman sekantornya itu?

• • •

Pihak kepolisian telah melakukan olah TKP. Tidak banyak barang bukti yang bisa didapatkan di rumah Andre, hanya ada video berkualitas rendah dari kamera pintu yang menunjukkan saat pelaku sedang menggedor-gedor dan tiga sampel sidik jari berbeda yang ditemukan di pakaian korban. Sidik jari inilah yang memberikan polisi titik terang, kemungkinan besar salah satu dari ketiganya adalah milik pelaku pembunuhan.

Nara mengikuti seorang rekan kerjanya mengecek identitas dari masing-masing pemilik sidik jari. Sampel sidik jari pertama dipindai menggunakan alat mambis, kurang dari satu menit identitas pemiliknya seketika muncul di layar mini. Tidak ada yang mengejutkan, rupanya sidik jari pertama adalah punya korban sendiri. Lanjut memindai sidik jari kedua, layar mini menampilkan identitas seorang wanita yang dengan cepat Nara kenali sebagai saksi.

Berikutnya giliran sidik jari ketiga yang dipindai, tinggi betul harapan Nara bahwa pemilik sidik jari terakhir ini bisa jadi tersangka. Di layar mini muncul identitas seorang wanita berusia 28 tahun yang tidak punya hubungan keluarga dengan korban dan sepertinya tidak mengenal korban secara pribadi pula.

"Yuli, Yuli Prameswari." Nara membaca nama wanita di layar mini, dia jelas menaruh curiga.

Beberapa saat kemudian, Nara beserta dua polisi lain mendatangi rumah Yuli guna menanyai dan mencari tahu alasan kenapa sidik jari Yuli bisa ditemukan di TKP. Sudah berulang kali polisi berseru sambil mengetuk pintu, tetapi tidak ada respons sedikitpun, senyap seperti tak ada siapa-siapa di dalam rumah. Tidak punya pilihan lain, Nara serta rekan-rekannya terpaksa menerobos masuk dengan cara mendobrak pintu.

Nara baru mengambil beberapa langkah di dalam rumah Yuli, tetapi indra penciumannya langsung mendapati bau tidak sedap yang segera dia kenal sebagai bau amis darah. Sama seperti rekan-rekannya, Nara juga mulai meraih pistol dari dalam saku sebagai bentuk antisipasi jikalau sesuatu yang buruk tiba-tiba terjadi. Dengan badan tegap dan langkah penuh hati-hati, mereka dituntun oleh bau amis untuk memasuki rumah lebih dalam. Bau amis tercium kian pekat di depan sebuah pintu kayu, Nara dan kedua rekannya saling menatap, mereka sama-sama yakin kalau sumber bau tak sedap itu ada di balik pintu.

Salah satu rekan Nara membuka pintu, alhasil mereka langsung disuguhi pemandangan jasad Yuli yang terbaring tanpa nyawa bersama genangan darah di atas kasur. Mirip seperti korban pembunuhan berantai sebelum-sebelumnya yang ditemukan dengan kondisi kehilangan bagian tubuh. Jasad Yuli pun ditemukan dalam keadaan buntung, dia kehilangan sepasang tangan, lengkap dari ujung jari sampai pangkal bahu.

***Note: Mambis (Mobile Automated Multi- Biometric Identification System) alat hitam yang bentuknya seperti mesin gesek kartu kredit

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***
Note: Mambis (Mobile Automated Multi- Biometric Identification System) alat hitam yang bentuknya seperti mesin gesek kartu kredit. Dapat mengidentifikasi data diri seseorang kurang dari satu menit, asalkan orang yang diambil sidik jarinya sudah terdaftar di elektronik KTP atau e-KTP.

Hullo~! Readers!

Rania udah nyariin, eh ternyata Yuli nya mati awokwkwkwk 🤣🤣

Hmmm kira-kira Yuli matinya kapan ya? 🤔 Kalo kepo tungguin kelanjutan Towards Death yaa~!
Kayaknya sih author bakal update lama lagi, makanya jangan lupa masukin reading list 👀❤️

Udah segitu aja, babay~! 💢❤️

Towards DeathWhere stories live. Discover now