Chapter 01. Wanita Kantor

214 67 284
                                    

Rania turun dari motor pribadi yang terparkir di parkiran kantornya, wanita yang baru beberapa tahun lulus dari jenjang SMA itu sangat beruntung mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang mumpuni. Rania melangkah masuk ke dalam kantornya, dia melihat sekitar, suasana kantor hari ini sedikit berbeda dari biasanya. Tampaknya seisi kantor sedang sibuk memperbincangkan sesuatu yang tidak Rania ketahui.

Meski penasaran, alih-alih bertanya Rania malah diam saja, dia tak mau memulai percakapan dengan pegawai-pegawai itu. Sejak awal masuk kantor Rania memang disambut dengan cara yang kurang baik, sebagian besar pegawai kantor menatapnya acuh karena dia hanya memiliki ijazah SMA, entahlah, mungkin gelar membuat mereka merasa lebih superior.

Dalam perjalanan menuju meja kerjanya, Rania mendapati sebuah karangan bunga besar beserta potret wajah seorang pria yang tak asing baginya. Rania segera menyadari bahwa itu adalah potret Candra, pria tersebut cukup terkenal di kantor sebab dalam enam bulan terakhir dia sudah beberapa kali mendapatkan promosi. Rania membaca tulisan pada karangan bunga, siapa sangka? Ternyata tulisan itu adalah ungakapan dukacita. Kini Rania tahu apa yang sedang ramai dibicarakan orang-orang kantor.

"Sayang sekali ya. Padahal Candra orangnya pekerja keras," ujar Yuli—satu-satunya teman sekantor Rania—yang tiba-tiba menghampiri Rania.

"Sulit dipercaya, rasanya terakhir kali kulihat dia masih sehat-sehat saja. Ajal memang tidak ada yang tahu ya, Kak Yul," balas Rania sembari menghela napas berat.

"Candra memang wafat bukan karena penyakit kok." Yuli memandang Rania dengan tatapan heran.

Mendengar hal itu seketika Rania menjadi penasaran. "Eh? Memangnya karena apa Kak Yul?"

"Kau belum tahu ya, Ran? Candra itu wafatnya karena ...." Yuli ragu-ragu mengatakannya, alhasil dia mendekati Rania untuk berbisik, "karena dibunuh."

Sontak mata Rania melebar, dia begitu syok sebab baginya dibunuh adalah cara terburuk untuk mengakhiri hidup. "Eh, yang benar saja, Kak Yul."

"Iya, aku serius, Ran. Benar-benar tak disangka, padahal kemarin aku sempat mengobrol dengannya sebelum pulang, tiba-tiba pagi ini dia sudah tidak ada." Yuli menatap dalam mata Rania sebagai tanda bahwa dia tidak sedang bergurau.

Rania menggosok kedua tangannya, percakapan ini membuatnya sedikit takut, mungkin dia tidak akan berani lembur untuk beberapa bulan ke depan. Pikiran Rania berkelana ke mana-mana, arwah seseorang yang mati tak wajar biasanya tidak tenang, bagaimana kalau suasana kantor jadi mencekam setelah kejadian ini?

"Eummm ... Kak Yul, aku duluan ya. Ada kerjaan yang belum selesai, kalau ditunda terus nanti takut kena tegur." Rania hendak mengakhiri percakapan.

"Aku juga masih banyak kerjaan, Ran. Ya sudah, kita ketemu lagi di jam makan siang," ujar Yuli sebelum akhirnya mereka berpisah.

Rania berjalan ke arah yang berlawanan dari Yuli, sebab meja kerja mereka memang terletak berseberangan. Sesampainya di meja kerja, Rania segera duduk lalu menyalakan komputer, dia kembali melakukan rutinitas yang sebenarnya cukup membosankan. Selama delapan jam sehari Rania terus-terusan mengerjakan laporan dan membaca ratusan email, terkadang pola itu membuanya muak, namun apa boleh buat? Mengeluh pun rasanya tak tepat jika mengingat di luar sana masih banyak orang-orang yang kesulitan mencari pekerjaan.

Waktu berlalu, Rania mulai merasa lelah akibat perut yang kosong, ternyata sarapannya pagi ini sudah habis dicerna. Rania mematikan komputer lalu beralih ke ponselnya, tidak masalah beristirahat sejenak, lagi pula sudah jam sebelas lewat, sebentar lagi waktunya makan siang.

Sebagai pelepas penat Rania memutuskan untuk berselancar di sosial media, lebih tepatnya Instagram. Tiba-tiba saja Rania merasa penasaran dengan kabar sahabat-sahabat lamanya. Sejak kelulusan mereka memang jarang sekali berjumpa, padahal mereka masih menetap di kota yang sama, entahlah, sepertinya mereka tengah sibuk dengan urusan masing-masing. Namun hal itu bukan berarti hubungan persahabatan mereka terputus, mereka masih sering bertukar kabar dan bercengkrama melalui sosial media.

Pertama-tama Rania mengecek status Instagram Andre. Seketika Rania tertawa kecil, pasalnya lagi-lagi Andre mempromosikan obat peninggi badan, padahal sudah berkali-kali dia mempromosikan jenis obat yang sama dari toko online yang berbeda. Bahkan Rania pun yakin bahwa Andre tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan itu, dia hanya mengincar uang hasil promosinya saja. Tidak heran jika banyak toko online yang meminta dagangan mereka dipromosikan oleh Andre, sebab pria itu memang memiliki banyak pengikut di Instagram, walau belum centang biru dia nyaris memiliki seratus ribu pengikut. Sebenarnya Andre sudah menuai popularitas sejak dia masih duduk di bangku SMA, hal itu tentu saja dengan mudah dia dapatkan karena wajahnya yang tampan bagi sebagian besar orang.

Selanjutnya Rania mengecek status Instagram Rangga, rupanya dia sedang memamerkan hasil olahraganya. Kulit gelap dan otot yang kekar, tak heran jika Rangga begitu bangga dengan bentuk badannya. Namun meski lekuk tubuhnya bak binaragawan, Rangga tidak berniat memiliki karir dibidang olahraga, kini dia berkuliah di salah satu kampus ternama dengan jurusan Ilmu Komunikasi.

Berikutnya Rania mengecek kabar Alika, wanita berkacamata tebal itu ternyata memiliki unggahan baru di akun Instagramnya. Alika berfoto selfie sambil memegang sertifikat dengan latar belakang bandara Soekarno-Hatta, tampaknya dia sudah pulang ke Jakarta. Beberapa hari yang lalu Alika sempat pergi ke luar kota untuk mengikuti ajang olimpiade sains tingkat nasional. Dari dulu Alika memang menyukai mata pelajaran ilmu pengetahuan alam. Maka dari itu dia mengambil jurusan Biologi di kampus yang sama dengan Rangga, meski sebenarnya dia menyukai hampir semua ilmu yang bersifat pasti.

Terakhir Rania mengecek kabar Rian, tetapi tidak ada status ataupun unggahan terbaru. Sebenarnya Rian ingin berkuliah namun kampus negeri tidak menerimanya, mau ke kampus swasta pun kondisi ekonomi tidak memadai. Alhasil Rian memutuskan untuk langsung bekerja, sialnya dia tidak seberuntung Rania atau Andre, sampai sekarang belum ada lowongan pekerjaan yang menerimanya.

Rania menatap lurus ke arah meja kerjanya, benar-benar berantakan, dia tidak mungkin mengunggah itu ke Instagram. Makanya Rania buru-buru menata rapi meja kerjanya hanya demi memotret satu foto yang bisa dia jadikan status di Instagram. Padahal Rania yakin, usai jam makan siang meja kerjanya pasti akan berantakan lagi.

Rania beranjak dari kursinya, tadi pagi dia sudah membuat janji untuk makan siang bersama Yuli. Rania menghampiri Yuli, ternyata tepat waktu, Yuli baru saja mematikan komputernya.

"Mau makan di mana, Kak Yul?" tanya Rania.

"Hmmm ... kita ke tempat langganan saja, Ran. Kedai sebelah kantor," jawab Yuli tanpa pikir panjang.

Rania setuju lalu mereka berdua ke luar dari kantor dan berjalan menuju kedai yang jaraknya tidaklah jauh. Di perjalanan tanpa sadar sebuah notifikasi pesan masuk ke ponsel Rania, entah siapa pengirimnya.

 Di perjalanan tanpa sadar sebuah notifikasi pesan masuk ke ponsel Rania, entah siapa pengirimnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Hullo~! Readers!

Chapter kali ini author baru ngenalin tokoh-tokohnya, sekalian ada castnya tuh wkwkwk. Pertama kali author pake cast, semoga mukanya ngepas lah yak ( ꈍᴗꈍ)

Udah gitu aja, babayy~! 💢💢

Towards DeathWhere stories live. Discover now