Flash Back

784 75 4
                                    

“Kamu beneran baik-baik aja, ‘kan?” Danu bertanya lagi, masih dengan fokus tertuju pada Vania. Ia tak menyangka akan bertemu dengan wanita dari masa lalunya ini setelah terpisah sekian lama.

Vania kembali pada posisi berdiri tegak, kemudian mengangguk. Tampak jika ia tengah gugup, pun terkejut dengan pertemuan yang tak disangka-sangka ini. Untuk beberapa saat, ia seperti tak tahu cara bernapas dengan benar, juga kehilangan kemampuan berkata-kata.

Kemudian, ia berusaha menampilkan senyuman, dan berkata, “Ya. Aku baik-baik saja. Seperti yang kamu lihat.”

Untuk beberapa saat, dua orang itu terjebak canggung luar biasa. Tak ada kata yang terucap, hanya tatapan mata yang mengisyaratkan banyak tanya dan juga dugaan. Sampai akhirnya, entah siapa  yang memulai, mereka duduk di kursi masing-masing, terpisah meja.

“Aku nggak tau, kalo Pak Adrian itu kamu.” Vania memulai.

“Kamu lupa namaku?” Danu mengulum senyum, ia berkata masih dengan menatap wajah Vania tak berkedip, seolah-olah berusaha meyakinkan diri jika ini bukan mimpi.

Vania menggeleng dan tersenyum simpul. “Nggak. Hanya saja ... aku nggak pernah kepikiran kalo nama lengkap Pak Adrian klienku adalah Adrian Danu Djuanda.”

Dua orang itu tertawa ringan. Kemudian, tawa Vania surut mana kala mendapati tatapan Danu yang tajam, seperti ingin menikam jantungnya.

“Kenapa?”

“Kamu beneran baik-baik aja, ‘kan, Va?”

Vania menatap Danu, lalu menunduk. Susah payah ia menelan ludah, menyembunyikan gundah yang seketika membuncah. Namun, tak lama kemudian, ia menatap Danu seperti tadi. “Ya ... seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja.”

Danu berdeham sembari membuang pandang ke kiri dan kanan. “Ya. Dari penampilan kamu yang sekarang, semoga benar kamu memang baik-baik saja.”

Vania mengangguk. “Dan aku berharap kamu pun baik-baik saja. Oh, iya. Ibu apa kabar?”

“Ibu baik. Cuma sekarang sering ngeluh kakinya sakit. Jadi, ke mana-mana hars ditemenin, takut jatuh.”

“Ah, iya.” Vania mengangguk-angguk.

Lalu, semua percakapan sempat terjadi, hening datang lagi. Hanya suara musik instrumental yang mengalun lembut memenuhi ruangan. Seorang berseragam hotel yang menawarkan buku menu membuat mereka tak terjebak dalam diam terlalu lama.

“Oh, iya. Kamu mau lihat beberapa tipe apartemen yang aku tawarin di telepon kemaren, ‘kan?” Setelah berpikir bahwa ia harus segera pulang, maka Vania memulai percakapan lagi.

“Nanti aja. Gampanglah itu.” Danu berkata santai. “Aku pasti jadi ngambil sesuai rekomendasi kamu.”

“Maaf kalo aku lancang. Tapi, Dan ... kemaren kamu bilang ini buat calon istrimu. Bukannya kamu udah nikah?” Vania bertanya hati-hati. Sebab, selentingan yang ia dengar beberapa waktu lalu, Danu telah menikah.

Danu mendesah pelan. “Jadi, kamu tau kalo aku udah nikah?”

Vania mengangguk dan menggigit bibir. Ada rasa tak enak ketika ia menyadari telah salah ucap. Bagaimana jika Danu sadar bahwa selama ini ia masih mencuri dengar tentang kehidupan lelaki itu dan keluarganya?

Namun, Danu telanjur menatapnya. Maka, mau tak mau, “Iya. Maaf karena—“

“Aku udah cerai empat tahun lalu.” Danu berkata sambil menyugar rambutnya ke belakang. “Kamu sendiri, udah nikah?”

Vania menggeleng tanpa menjawab. Kemudian, ia berpura-pura menyibukkan diri dengan bahan presentasi yang tadi sempat ia siapkan. Membicarakan masalah pribadi seperti ini mendadak ia merasa enggan.

My Sexiest Sugar DaddyWhere stories live. Discover now