Kamu?

1.5K 99 6
                                    

Vania berjalan cepat melintasi deretan kursi yang tertata rapi. Lounge hotel berbintang dengan pencahayaan redup ini membuat ia mengedarkan pandang ke sekeliling, mencari meja yang telah ia pesan sebelumnya. Lalu, ia kembali mengayun kaki agak tergesa ketika menemukan tempat yang ia cari. Meski seolah-olah berkejaran dengan waktu, tetapi langkah ibu satu anak itu tampak tenang dan anggun seperti biasanya.

Vania menghela napas lega karena klien yang akan ia temui belum tiba. Ia memang selalu membiasakan diri sampai ke tempat meeting atau apa pun itu, minimal sepuluh menit lebih dulu daripada klien. Selain sebagai bentuk profesionalitas, menurutnya waktu itu ia perlukan untuk mempersiapkan diri menemui calon klien.

Setelah duduk dan mengambil napas sejenak, Vania mengambil laptop, ponsel, dan juga bedak dari dalam tas. Usai memastikan riasan wajahnya masih terbilang sempurna, ia mulai membuka laptop dan memeriksa unit apartemen yang akan ditawarkan pada sang klien nanti. Meski semua hal telah ia kuasai, tetapi ia tetap mempelajari berbagai hal yang mungkin akan menarik perhatian calon pembeli.

Dari perbincangan sebelumnya, Vania memperoleh sebuah informasi jika kliennya kali ini adalah seorang lelaki yang lumayan matang. Usia mereka bisa dibilang hampir sama. Lajang yang akan ia temui ini adalah orang yang akan membeli unit apartemen mewah untuk kekasih hatinya.

Mengingat percakapan sebelumnya itu, Vania tersenyum. Ada sesuatu yang berdesir dalam dadanya manakala mendapati calon klien seperti itu. Tentu saja, hal semacam ini bukan yang pertama kali baginya. Selama ini, ia sering menjadi jembatan untuk orang-orang dalam transaksi serupa. Orang dari kalangan terbatas terbilang sering menjadikan unit apartemen mewah sebagai hadiah. Ada yang merupakan kado pernikahan, hadiah untuk kesepakatan bisnis, juga hadiah ulang tahun.

Namun, yang seperti sekarang akan ia hadapi masih membuat hati Vania menghangat. Hadiah untuk kekasih yang tak lama menjadi istri, siapa perempuan yang tak ingin kejutan seperti itu? Semua wanita tentu menginginkan perhatian seperti ini, termasuk dirinya. Bukan sebatas nilai materi, tetapi lelaki yang menyiapkan segala hal terbaik untuk calonnya, adalah sebuah kata lain dari tanggung jawab dan kasih sayang. Setidaknya, itu yang Vania pikirkan.

Tak jarang Vania merasa iri. Namun, ia sadar demikianlah adanya kehidupan. Ketika ada orang lain yang susah payah mendapatkan apa yang diimpikan, maka akan ada orang di sisi lain yang mendapatkan semua hal tanpa berbuat banyak. Sama halnya ketika ada orang yang tengah bahagia, maka ada hati yang patah di waktu bersamaan, meski di belahan dunia berbeda.

Ibunda Marsha itu menghela napas panjang. Ia berpikir, betapa beruntungnya wanita-wanita yang mendapat kasih sayang dan cinta dari pasangan mereka. Sementara dirinya? Jangankan perhatian, kabar dari lelaki yang mengisi separuh hidupnya di masa lalu pun tak pernah ia dapatkan.

Di mana lelaki itu sekarang? Apa yang tengah dia lakukan? Ingatkah dia, jika di belahan bumi ini masih ada Vania dan putri yang telah disia-siakannya? Tak inginkah lelaki itu kembali, sekadar bertanya kabar alih-alih meminta maaf atas masa lalu perih yang diciptakannya untuk Vania?

Pertanyaan serupa sering membuat Vania sering kali nelangsa. Bagaimana mungkin hatinya masih terjebak selama itu untuk laki-laki yang bahkan mungkin tak mengingatnya sama sekali?

Kemudian, angannya melayang ke masa itu, ketika ia masih berseragam putih abu-abu ....

“Emangnya kamu minta apa?” Pria itu memegang telapak tangan Vania. Sesekali ia memperbaiki anak rambut yang meriap ke wajah sang kekasih.

Vania tersenyum seraya menatap ke kejauhan, pada batas langit dan bumi. “Mau minta apa? Ada kamu aja udah cukup.”

“Ya ... kalo itu sih pasti. Maksud aku, kalo kita udah lulus nanti dan aku dapat kerjaan bagus, kamu mau apa dari aku?”

My Sexiest Sugar DaddyWhere stories live. Discover now