Vano memberikan tas Alia kepada Daffa.

"Thanks Vano!" tutur Alia.

Vano mengangguk dan tersenyum.

"Saya permisi pak," ucap Alia.

"Saya juga pak," sambung Daffa.

"Iya silahkan. Hati-hati bawa Alia nya, Daffa!" perintah guru.

Daffa mengangguk dan membawa Alia pergi.

Alia berhenti tepat di depan kelas Alya dulu.

"Lo ke kelas aja! Gue bisa sendiri kok!" Alia berhenti berjalan dan memasang wajah marah.

Daffa hanya tersenyum tanpa memperdulikan perkataan Alia.

Daffa kembali melangkah, tetapi Alia masih diam.

"Daff-"

"Gue gak mau lo kenapa-kenapa!"

"Gue bisa sendiri kok!"

Farel yang sedang berjalan menuju kelasnya itu tampak memperhatikan Daffa dan Alia.

"Rel.." panggil Alia.

Alia menepis tangan Daffa, lalu menghampiri Farel.

"Lo mau kemana?"

"Alia? Gue mau ke kelas, lo sendiri?"

"Gue mau pulang, kondisi gue belum stabil."

"Ohh, yaudah-"

"Kok yaudah sih? Lo mau gak anterin gue pulang?" tanya Alia penuh harapan.

Farel melirik dan menatap Daffa yang berdiri tak jauh dari tempatnya.

"Mau gak? Kalau enggak mau, gue naik taksi aja!" sahut Alia.

"Eumm, yaudah yukk."

Kini, Farel yang menopang tubuh Alia dan membawanya pergi keluar sekolah.

Sementara, Daffa yang melihat kejadian itu hanya tersenyum tetapi hatinya begitu sangat hancur.

"Farel lagi! Gue gak mau Farel celaka-in Alia, gue gak mau kehilangan orang yang gue sayang lagi untuk berulang kalinya!" batin Daffa

***

"Lo kenapa?" tanya Farel di dalam mobil sambil menyetir.

"Hah? Enggak-enggak, gue gapapa kok."

"Lo udah gak sakit?"

"Masih! Sedikit."

"Syukur deh, oh iya gue baru tau dari Clara dan Nayla kalau lo sekolah di sekolah gue juga!"

"Iya, gue juga gak tau bakal satu sekolah sama lo!"

"Ngomong-ngomong tadi kan lo sama Daffa, bahkan lo kelihatan udah akrab sama dia. Kenapa lo gak minta anterin pulang sama dia?"

My Name Is Alya (Alia?)Where stories live. Discover now