BAB 2 - Headache

757 143 27
                                    

"Dari pengalaman gue sih, Kiya, ada dua cara move on; sibukin diri sampai lupa sama patah hatinya atau cari orang baru yang bisa dijadikan pelarian. Atau lo gabungin aja, cari orang baru yang mau bantu lo sibukin diri biar bisa lupa sama patah hati dan juga mantan laknat lo itu."

~~0o0~~

Habis menangis, terbitlah sakit kepala. Walaupun sudah bertekad untuk melupakan River, tapi tetap saja Kiya tidak bisa berhenti meneteskan air mata. Kilasan balik kenangan mereka berputar di kepala dan tidak mau berhenti. Tiga bulan terbaik.

Bukannya kembali ke kelas setelah selesai menangis, Kiya malah berbelok menuju UKS. Beralasan sakit perut bahkan dengan bantuan Pak Slamet, cewek itu berhasil diizinkan tiduran di sini. Untuk pertama kalinya dia berterima kasih mendoakan diri sendiri sakit.

"Bu UKS, ayolah! Saya beneran meriang ini dari semalam."

Hingga suara cowok yang terdengar asing dan nyaring sukses membangunkan Kiya. Refleks, dia meraih ponsel. Kemudian mengomel sendiri. "Ah, sial! Baru juga tiduran lima belas menit."

"Sena, Sena, mana ada orang yang meriang bisa lari-larian di lapangan basket? Saya lihat loh!"

Kali ini, Kiya mengenal suara itu. Bayangan Bu UKS, penjaga tempat ini langsung muncul di kepala. Anak-anak SMA Bangsa sepakat memanggil wanita umur tiga puluhan itu sesuai dengan tugasnya menjaga ruang kesehatan, mengabaikan nama aslinya.

"Aduh, Bu UKS, saya itu kepaksa tadi lari-larian di lapangan. Sumpah! Terus habis lari-larian, saya malah makin meriang." Ada jeda sesaat, sebelum suara Sena kembali melanjutkan, "Saya mohon, Bu, kasihanilah saya. Sejam aja. Please, please, please."

Dan jawaban Bu UKS sukses membuat Kiya melongo, "Sejam loh ya! Saya nggak mau terus-terusan bantuin kamu di sini, Sena."

"Yes!"

"Oh iya, ranjang favorit kamu lagi dipake, kamu tidur di sebelahnya aja ya. Sekalian tolong jagain ruangan ini karena saya mau rapat dulu."

Tak terdengar balasan dari Sena, hanya suara pintu terbuka, lalu tertutup kembali. Kiya pun memilih untuk kembali memejamkan mata. Mencoba tidur sekali lagi. Namun, suara tempat tidur yang bergoyang dengan hebohnya di ruang sebelah menggagalkan keinginannya.

Alhasil, Kiya malah mengambil ponsel di nakas. Memainkan benda itu. Membuka pesan-pesan instan dirinya dan River sambil membaca ulang semuanya. Kemudian, berakhir pada foto-foto mereka.

"Kenapa sih lo jahat banget, Riv?"

Tanpa bisa Kiya cegah, air matanya mulai meleleh. Refleks, dia melirik ranjang sebelah yang hanya tertutup oleh tirai biru. Bayangan di sana sudah terlihat tenang. Suaranya pun sunyi. Pertahanan Kiya seketika runtuh. Isakan lagi-lagi lolos.

"WOY!"

Tahu-tahu saja tirai di depan Kiya terbuka lebar. Isakan cewek itu mendadak terhenti terlebih saat mengetahui bahwa Sena Atmaja, kapten tim basket sekolah lah si tukang bolos. Badannya yang tinggi membuat Kiya harus mendongak untuk melihat wajahnya. Ekspresi cowok itu terlihat kesal.

"Ada ... apa?" balas Kiya terbata. Dia berusaha keras menahan isakannya kembali.

"Lo berisik!" ucapan Sena sukses membuat hati Kiya mencelus. "Baru juga gue tidur lima menit, eh suara mewek lo bikin gue kebangun. Kalau mau nangis bukan di sini! Noh di kamar pribadi lo di rumah."

"Kok ... lo jahat?"

"Nggak ada yang bilang gue baik ya. Awas aja lo nangis lagi dan gangguin gue!"

Sena berbalik setelah puas mengomeli Kiya, tapi cewek itu malah meneriakan alasannya menangis, "Gue habis putus ... diselingkuhi."

Cowok itu menoleh. Memasang wajah galak. "Terus?"

#MoveOn - Move OnHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin