nineteen

1.4K 216 93
                                    

Seungyoun tersenyum waktu ibunya sadar dan mulai dipindahkan ke ruang rawat biasa. Kondisi vital ibunya stabil dan menunjukkan tanda-tanda positif.

Meskipun ia tahu kemungkinan kecil bagi ibunya untuk sembuh, ia tetap merasa senang masih diberi kesempatan melihat wanita kesayangannya membuka mata lagi.

Mata hitamnya yang penuh kasih. Bahkan wajah ibunya terlihat sangat indah diusianya yang tidak lagi muda.

"Kamu disini?" Itu kata pertama yang ibunya ucapkan waktu sadar putra satu-satunya ada di samping ranjang rawat.

Seungyoun hanya dapat mengangguk dengan senyum terkembang dibibir. Merasa senang ibunya masih dapat terbangun lagi sekaligus merasa sedih baktinya sebagai anak tak pernah benar-benar bisa ia lakukan ketika ibunya masih begitu sehat.

Seungyoun lahir dan menjalani masa kecilnya di Jakarta. Ibunya bekerja sebagai sekertaris untuk salah satu petinggi Salim grup selama bertahun-tahun. Kalau kalian tahu indofood, indomaret, kemudian produk tepung dari bogasari, mereka semua adalah diantara anak perusahaan milik Salim grup.

Sedang ayahnya dokter umum di salah satu rumah sakit swasta sebelum memutuskan mengabdi ke daerah-daerah yang kekurangan pelayanan medis. Seperti waktu itu di kaki gunung Gamalama, Nusa Tenggara.

Seungyoun ikut ayahnya ke daerah dan meninggalkan ibunya seorang diri di Jakarta yang tidak bisa kemana-mana karena kontrak kerja yang masih mengikat.

Di awal tahun keduanya di SMP, Seungyoun memutuskan kembali ke Jakarta hendak menemani ibunya yang sendirian disana. Mereka hidup berdua hingga ayahnya menyelesaikan pengabdian di daerah. Ayahnya kembali ke Jakarta tapi tidak lama kemudian mengajak ibunya kembali ke Jawa Tengah. Ingin mengabdi di tempat asal katanya. Jadilah ayahnya membuka klinik di Brebes sedangkan ibunya mengambil pensiun dini dan membantu mertuanya mengelola bisnis perkebunan bawang merah keluarga yang sudah turun temurun. Meninggalkan Seungyoun seorang diri menyelesaikan kuliahnya di Jakarta.

Kadangkala Seungyoun datang mengunjungi ayah dan ibunya. Tapi karena tidak terlalu cocok dengan rasa masakan daerah sana yang cenderung manis, Seungyoun jadi sering tidak betah berlama-lama.

Kemudian waktu yang ia habiskan bersama kedua orangtua dan keluarga ayahnya menjadi sangat singkat.

Disaat seperti sekarang, itu menjadi salah satu penyesalan terbesar Seungyoun. Apalagi ketika dulu ia bersikeras mengambil pekerjaan di Jakarta.

Ibunya terlihat sedih ketika keinginannya hidup bertiga dengan suami dan anak di kota yang sama ditolak mentah-mentah. Dan Seungyoun mengerti seharusnya ia bersikap lebih baik saat itu. Bukannya langsung buru-buru pergi agar tidak terlalu lama ditahan.

"Mama apa yang dirasain sekarang?" Tanya Seungyoun pelan.

Tangannya sibuk mengelap jemari ibunya satu persatu sedangkan matanya menatap penuh puja. Merekam setiap ekspresi yang diperlihatkan sebelum ia kehilangan semua hal itu nanti.

"Seneng. Karena kamu disini."

Seungyoun menunduk. Menggigit bibir bawahnya guna menahan panas yang kini merambat ke daerah mata. Dia tidak ingin menangis. Tidak di depan ibunya. Seungyoun tidak ingin menambah beban pikiran ibunya disaat support dan perasaan bahagia sangat dibutuhkan beliau saat ini.

Ibunya meletakkan salah satu tangan ke atas kepalanya yang menunduk. Mengelusnya perlahan penuh kasih.

"Rambut kamu makin tebel ya? Inget nggak dulu waktu kecil sering mama keramasin jus seledri? Nggak sia-sia mama tanya sana sini tips buat numbuhin rambut."

Seungyoun ingat. Sangat ingat. Waktu kecil ibunya sering mengeluh kenapa pertumbuhan rambutnya sangat lambat. Pun ketika tumbuh helainya tipis dan terlihat sedikit.

BOSS-RyeonseungWhere stories live. Discover now