SSA : 2. Bikin Cucu

Start from the beginning
                                    

Mengapa nasib Satria selalu berakhir menjadi samsak Kanaya sejak SD? Kanaya kesal karena cintanya bertepuk sebelah tangan saat SMP, Satria yang dipukuli. Kanaya patah hati karena gebetannya menikah dua tahun lalu, Satria juga yang dipukuli.

"Astaga, Nay. Sumpah, nggak, Nay. Bayangin nikah sama kamu aja nggak pernah, apalagi begituan."

Kanaya menepuk mulut Satria hingga pria itu terkaget sambil memegangi bibirnya. "Ish. Mulut kamu, tuh. Rem dikit, dong! Di sini banyak orang tua, Satria," desisnya.

"Ya, kamu main nuduh aku aja. Aku kan harus bikin klarifikasi supaya orang-orang nggak salah paham," balas Satria.

"Masa, sih, nggak kepikiran, Sat?" goda Mirza.

Satria tertawa sumbang. "Ayah, jangan mancing-mancing, deh. Makin keruh suasananya nanti."

"Kamu nggak tergoda sama sekali sama Nay, Sat?" Rama ikut-ikutan bertanya. Sekilas para ibu mendelik, merasa pertanyaan Rama tidak pantas untuk dilontarkan.

"Sumpah, Om. Nggak," jawab Satria yakin.

"Maksud kamu apa? Aku nggak punya daya tarik gitu?" protes Kanaya.

"Eh, nggak gitu maksud aku, Nay. Aku—"

"Kalau nggak gitu, jadi maksudnya kamu suka sama aku? Kamu diam-diam naksir sama aku selama ini, Sat?" cecar Kanaya.

Astaga, help! Satria ingin gantung diri rasanya. Sementara para bapak senyum-senyum menggodanya, ia menggaruk rambutnya frustrasi. Bicara dengan wanita memang rumit dan serba salah.

"Udah jujur aja. Mumpung saksinya banyak," goda Yudhis sambil mendorong bahu adiknya. Di sebelahnya, Arini tertawa-tawa tanpa suara.

Satria menggeleng seraya menggeram tertahan. Rasanya asap keluar dari hidungnya. Tangannya mengepal di atas pahanya yang bersila.

"Mas Sat, kok bisa sih naksir sama Mbak Nay? Mbak Nay kan galak, Mas," sambung Rania.

"Heh! Anak kecil diem aja, deh!" Kanaya menoyor Rania. "Gara-gara mulut ember kamu, nih. Jadi ribet gini sekarang. Sana, masuk kamar! Ini obrolan orang dewasa tahu!"

"Dih, Mbak Nay cemburu ya, aku deketin calon suaminya? Sewot banget," ledek Rania. Ia bahkan dengan sengaja memeluk lengan Satria sambil menjulurkan lidah ke arah Kanaya.

Kanaya menghela napas kesal. Telinganya risi, bulu kuduknya sampai meremang mendengar kata calon suami. Terserah Rania sajalah. Dia tidak peduli jika adik perempuannya itu bermanja-manja dengan Satria.

"Mas Sat, nanti kalau sudah nikah sama Mbak Nay, masih tetap mau nemenin aku curhat kan, Mas?" cicit Rania.

"Iya, siap," jawab Satria sekenanya. Lalu, ia tersadar ada yang salah dengan ucapannya.

"Tuh, Yah, Bun. Katanya Satria siap nikah sama Kanaya!" heboh Yudhis.

Eh, bangke! murka Satria dalam hati sambil mendelik ke arah kakaknya. Yudhis tampak terpingkal-pingkal. Rania juga ikut cekikikan.

"Ayah, Bunda —" Belum selesai Satria menyampaikan maksud hatinya, ucapannya sudah terpotong oleh diskusi para bapak.

"Ram, aku nggak nyangka kita bakal besanan," ujar Mirza sambil merangkul bahu Rama.

"Ya, siapa sangka Satria bakal jadi menantuku? Tapi, syukurlah kalau memang Satria orangnya," sahut Rama.

"Papa, apaan sih? Ih!" kesal Kanaya.

"Sudah, sudah. Sekarang, biar Mama yang bicara." Sinta kembali mengambil alih perundingan malam ini. "Nay, Mama rasa sudah waktunya ya, kamu menikah. Selain karena memang kamu nggak pernah kelihatan punya pacar lagi setelah ditinggal nikah sama Damara —"

SAHABAT SATU ATAP ✓Where stories live. Discover now