13 | Belum Paham

351 325 15
                                    

Raden terkadang berpikir, mengapa Genari terlihat tak peduli kepada perasaan Gara? Semenjak kejadian di perkemahan delapan bulan yang lalu, Genari melekat terus di dekatnya. Padahal gadis itu memiliki kekasih.

"Aku lebih takut kehilangan sahabat daripada pacar. Aku udah pernah bilang, aku gampang cari pacar. Tinggal pilih dari laki-laki yang masih sering ngasih aku cokelat, bunga, dan surat. Kalo nyari sahabat, aku harus nyari dulu orang yang nggak suka sama aku, kayak kamu." Genari selalu menjawab seperti itu ketika Raden bertanya mengapa gadis itu terus mendekatinya.

Dari balkon loteng, mata Raden menangkap Genari yang berjalan memasuki pekarangan kosan. Di tangannya terdapat tiga paper bag dengan logo barang ternama. Itu sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi Raden ketika Genari baru pulang main dengan pacarnya.

"Anak Raja!" Genari tersenyum, ia berlari menaiki anak tangga menghampiri Raden di loteng.

"Dikasih apalagi sama Gara?" Pertanyaan yang tak pernah berubah setiap kali Genari baru pulang main bersama Gara.

"Tadi aku ke sports station, aku liat sepatu basket, bagus banget! Aku jadi keinget kamu, Den." tangan Genari menyerahkan salah satu paper bag ke Raden. "Nih aku beliin kamu sepatu. Dicoba dulu."

"Uangnya dari Gara?" Raden tak begitu tertarik dengan barang pemberian Genari, ia masuk ke loteng dan mengambil gitar.

"Ya enggak lah! Kemarin di WA, ibu nyuruh aku beliin kamu barang, berhubung kamu suka basket. Jadi, aku beliin kamu sepatu basket. Nih lihat." Genari kini menyerahkan ponselnya yang menampilkan room chatnya dengan Olla.

Raden membacanya sekilas sambil memetik senar gitar. Matanya tak pernah berhenti memperhatikan Genari yang sedang asyik membongkar dua paper bag lain. Delapan bulan yang lalu rambut Genari lurus sepunggung lepek, kurang nutrisi. Namun, sekarang rambut gadis itu menjadi keriting gantung, terawat dan berkilau cantik. Genari sering ke salon.

"Dipake dong!" Genari berseru kesal karena Raden malah memetik senar gitar daripada menghargai pemberiannya. "Aku pakein, deh!" ujar Genari.

Raden tak peduli. Ia membiarkan Genari memakaikan sepatu basket di kakinya.

"Pas! Padahal aku ngasal loh milih ukurannya!" Rambut keriting gantung Genari bergoyang saat gadis itu bertepuk tangan bangga.

Delapan bulan yang banyak merubah gadis itu. Olla bekerja di luar negeri, membuat Genari bebas melakukan apa yang ia suka, terlebih gadis itu setiap bulan mendapatkan transferan uang yang tak sedikit dari ibunya.

Memiliki uang dan berpacaran dengan anak orang terpandang di kota, membuat Genari berpenampilan lebih dewasa dan terawat dari teman-teman sebayanya yang masih culun.

Hal yang tak berubah hanya senyum gadis itu. Senyum yang masih memikat siapapun yang melihatnya.

"Aku mencintaimu lebih dari yang kau tahu, meski kau takkan pernah tahu."

Raden berhenti memetik senar gitar saat Genari tiba-tiba berkata demikian.

"Kok berhenti? Lanjutin dong ngegitarnya. Kita nyanyi lagu Pupus bareng-bareng." Genari bergeser lebih dekat kepada Raden. Mereka duduk di kursi balkon loteng.

Raden bahkan tak sadar ia sejak tadi memainkan akord gitar lagu yang sedang viral saat itu. Ketika lengan Raden ditepuk, baru ia kembali memainkan memetik senar gitar.

"Baru kusadari cintaku bertepuk sebelah tangan. Kau buat remuk seluruh hatiku!" Genari bernyanyi dengan nada tinggi membuat Raden tertawa. "Ih ngetawain! Nyanyi juga, Raden!" bentaknya kepada Raden.

"Semoga waktu akan mengilhami sisi hatimu yang beku. Semoga akan datang keajaiban hingga akhirnya kau pun mau." Raden bernyanyi rendah sambil memetik senar gitar. Berbeda dengan Genari yang bernyanyi dengan penuh emosi.

Berpijak RasaUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum