8. BERFIKIR.

20.4K 1.2K 13
                                    

HAPPY READING 🧡

"Mama..." Lirihan itu hampir tidak terdengar, beruntung Aksara masih berada di samping Kanaya yang kini mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina.

Aksara berdiri, lalu memasang wajah datar. tidak, maksudnya memang sedari tadi memasang wajah datar.

"Non Aya udah bangun" bi Nur menghampiri Kanaya lalu menyodorkan segelas air putih.

Kanaya meminumnya, tatapannya jatuh pada sosok cowok jangkung dengan rambut yang sedikit berantakan. Ia memandang Aksara dengan wajah benci.

"Kenapa lo ngelakuin ini?" Tanya Kanaya dingin.

"Apa?"

"Kenapa lo datang kesini?! Kenapa lo ngelamar gue?!" Tanya Kanaya membentak.

Aksara diam, bukan saatnya dia berbicara. Kanaya sedang emosi.

"Gara-gara lo, gue jadi nggak punya pilihan lain, Sa! Gue nggak mau nikah muda! Gue masih mau sekolah, gue masih mau bebas!" Teriaknya, satu tetes air mata terjatuh, lama-kelamaan semakin deras hingga membentuk aliran kecil di pipi gadis itu.

"Lo jahat tau, nggak?! Lo bilang, lo bakal bantu gue! Tapi lo malah makin memperburuk masa depan gue, Sa!" Suaranya semakin melemah.

Bi Nur diam, Kanaya terlihat kesulitan bernapas. Dengan segera, dia menghampiri nona mudanya itu.

Aksara yang melihat pun panik sendiri, dia ikut menghampiri Kanaya dengan cepat.

"Nay? Kenapa?"

Kanaya menggeleng.

Aksara menatap bi Nur, "biasanya memang seperti ini, den. Paling atur nafas aja biar tenang" jawabnya.

Aksara mengusap pelan punggung Kanya, gadis itu tampak sedang berusaha tenang.

"Udah?" Tanya Aksara, tangannya masih aktif mengelus punggung gadis itu.

Kanaya bangkit, lalu menarik tangan Aksara menuju balkon, bi Nur yang paham jika akan ada pembicaraan serius di antara keduanya pun meninggalkan kamar.

"Lo kenapa, sih?! Hah?!" Bentak Kanaya lagi. Dia memandang tajam Aksara yang masih berdiri dengan wajah datar, tetapi tersirat sedikit kegelisahan. Entah gelisah karena apa, Kanaya juga tak tahu.

"Lo punya dendam apa sama gue, Sa?!"

"Lo tau orang tua gue mau jodohin gue sama temennya nyokap, tapi kenapa lo malah dateng buat ngelamar gue? Kenapa lo nggak coba bantu gue biar lepas dari perjodohan itu! Mana yang katanya lo bantu gue?!"

"Lo brengsek tau, nggak! Lo pikir dengan keputusan bodoh lo itu bakalan bikin semuanya lebih baik? Nggak, Sa! Lo egois!"

Aksara memandang Kanaya tajam, dia merasa sedikit tersentil dengan ucapan gadis itu.

"Kalau gue nggak dateng buat ngelamar lo, apa nyokap lo bakal ngelepasin lo dari perjodohan itu? Nggak juga, Nay. Gue yakin nyokap lo bakalan tetap maksa" ujarnya dingin.

Kanaya terdiam. Apa yang dikatakan Aksara memang benar, sekalipun Kanaya bersujud di kaki Indy, wanita itu tidak akan berbaik hati untuk membatalkan semuanya. Tapi tetap saja, apa harus dengan cara menikah dengan Aksara?

"Menikah dengan gue, atau menikah dengan seseorang yang lebih pantas jadi orang tua lo."

"Pikirin baik-baik. Gue balik" Aksara meninggalkan kamar Kanaya.


***

Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, Kanaya pergi ke dapur untuk mengambil segelas air putih. Tapi langkahnya terhentikan ketika melihat ada beberapa koper di ruang keluarga.

AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang