"HEI! AKU MENEMUKAN SESEORANG!" Teriak perempuan paruh baya itu tiba-tiba. Ayaka langsung bergerak cepat, kabur dari sana. Tapi, perempuan paruh baya itu juga langsung ikut mengejar tanpa jead. "WOI! ADA ORANG DI SINI!" Daritadi perempuan paruh baya itu berteriak nyaring, nampaknya memanggil rekan timnya yang lain. Kecurigaan Ayaka jatuh pada dua orang pria yang tadi sebelumnya ia lihat karena memang merekalah yang paling dekat. "WOI! TUNGGU!"

"Uugghh!" Ayaka lelah seharian ini terus berlari. Rasa lapar yang belum tuntas tak memulihkan energinya. Kakinya pun jadi lambat sampai-sampai perempuan paruh baya itu mulai menyusul. "Sial!" Ayaka mengintip ke belakang. Perempuan paruh baya itu meski mengejar, juga terlihat pucat, sedikit takut. Perempuan itu juga terlihat tidak membawa senjata apa-apa. Hal ini membuat Ayaka berpikir rencana lain. Apa ia bisa menghadapi perempuan ini!? Daripada berlari dan dipaksa masuk kembali ke bagian luar kota, ia sudah tak punya waktu! Ia harus pergi ke bagian tengah sekarang sebelum bom meledak!

"Uughh!" Ayaka pun menantapkan pilihan. Ia sesama perempuan, dan terlebih perempuan itu tampak lebih tua sehingga kesempatan Ayaka menang tinggi. Jika ia bisa menumbangkan perempuan paruh baya ini di sini, ia bisa memanfaatkan kesempatan itu untuk segera kabur ke bagian tengah kota. Ayaka lantas balik badan, membuat perempuan paruh baya yang mengejarnya itu terkejut kaget. "Haaaah!" Ayaka balik menerjang.

"Uughh!" Perempuan paruh baya itu kaget dan tak sempat bereaksi. Buk! Sebuah pukulan mentah dilancarkan Ayaka tepat mengenai wajah keriput itu. Perasaan Ayaka langsung bercampur aduk. Ia merasa sedikit bersalah memukul perempuan itu, tapi, jika ia tidak melakukannya, keselamatan dirinyalah taruhannya.

"Ma- maaf!" Ayaka yang berhasil memukul jatuh perempuan paruh baya itu balik badan, berniat lanjut untuk kabur. Tapi, Bzzz! "Aaaakkhhh!" Tanpa diduga Ayaka, ternyata perempuan paruh baya itu membawa sebuah senjata tersembunyi di balik punggungnya. Stun gun itu ditembakkan mengenai kaki Ayaka yang lengah, "Uughhh!" Bruk! Ayaka pun langsung terjatuh lumpuh. Sekujur tubuhnya kejang-kejang dan tak satu pun anggota badannya merespon perintah otaknya. "A- A-!" Mulutnya juga terbata-bata tak mampu bersuara.

"Kuh!" Perempuan paruh baya itu berdiri sambil menyapu darah yang keluar dari hidung akibat pukulan Ayaka. Ia lalu menelentangkan tubuh Ayaka dan mendudukinya. "Nnnghhh! Aku pasti akan bertahan hidup!" Seru perempuan paruh baya itu mulai mencekik Ayaka yang sama sekali tak bisa bergerak terkena efek stun gun. "Nnghhhh!"

Pandangan Ayaka mulai menghitam. Nafas yang ia tarik tak mampu masuk ke dalam tubuh. Tenaganya makin hilang. Tidak! Tidak! Tidak! Aku tidak mau mati sekarang! Tidaaaaaaaak! Siapa saja! Toloooong! Ayaka yang tak mampu bersuara berteriak di dalam batin dengan harapan seseorang hadir menjawabnya. Lalu, dari belakang muncul seorang pria yang dengan sigap memeluk perempuan paruh baya yang sedang mencekik Ayaka itu.

"Nnnghhh! Ohok! Ohok! K- Kaaaauu! Nnnghh!" Perempuan paruh baya itu dibawa berdiri sambil dicekik dari belakang. Tangannya yang terlepas dari leher Ayaka membuat Ayaka bisa kembali bernafas mengambil udara dan mengembalikan pandangannya. "Tidaaaak! Jaaaaangaaaaan! Aku tidak mau mat-!" Krak! Tanpa basa-basi, leher perempuan paruh baya itu dipatahkan dengan bunyi remukan yang terdengar Ayaka. Bruk! Mayat perempuan paruh baya itu pun jatuh ke sebelah Ayaka, memberi ruang kepada Ayaka untuk melihat siapa sosok yang telah membunuh perempuan paruh baya itu. Dia adalah Macaroni.

"Loh? Kok Nona di sini?" Macaroni terkekeh melihat Ayaka terlentang lumpuh di atas tanah sana. Ayaka tak sanggup bergerak. Ia juga masih tak sanggup merangkai kata. Semua syaraf tubuhnya masih kaget dan lumpuh. Melihat Macaroni, seandainya tubuhnya bisa bergerak, Ayaka pasti langsung berdiri menjaga jara dengan pria brengsek ini. "Hm?" Lalu, Macaroni memalingkan wajah ke belakang. Kelihatannya pria itu mendengar rekan tim perempuan baruh baya yang baru ia bunuh itu mendekat. Ayaka juga sayup-sayup mampu mendengarnya. "Kelihatannya mereka mau ke sini. Bagaimana denganmu, Nona? Kalau mereka menemukanmu terbaring lumpuh di sana pasti merepotkan." Macaroni tersenyum licik. Ayaka sampai hafal akan bentuk senyuman licik itu, karena sudah dilihatnya berkali-kali selama dua minggu bersama.

HIDDENVIEWWhere stories live. Discover now