💔Maaf💔

2.2K 207 36
                                    

Cahaya melirik jam tangan mungil berwarna putih di pergelangan tangan kirinya. Pukul setengah tujuh pagi kurang sepuluh menit. Susana sekolah masih sepi. Udaranya sejuk. Samar-samar tercium bau rumput yang habis dipangkas oleh tukang bersih-bersih sekolah.

Cewek berambut panjang sepinggang itu menghirup udara pagi yang bersih, lalu mengembuskannya perlahan. Langkahnya ia percepat. Ruang kelasnya tinggal beberapa meter lagi. Begitu sampai di depan pintunya, ia langsung membukanya. Ia menghentikan langkahnya dengan mata membulat saat menemukan seorang cowok duduk di bangkunya. Tubuhnya seketika kaku. Napasnya tercekat, ia menelan ludah dengan susah payah.

Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia sungguh tidak menyangka akan melihat cowok yang beberapa hari ini ia hindari.

Cahaya melemaskan otot-otot tubuhnya. Kedua tangannya terkepal erat. Matanya menatap tajam ke arah cowok yang sedang memandangnya itu.

"Ngapain duduk di tempat dudukku? Pindah!" suruhnya dengan intonasi suara tinggi. Ia menggertakkan giginya melihat cowok itu bergeming di tempatnya. "Kamu denger apa yang aku bilang, kan? Pindah!" bentaknya. Bahu Cahaya naik turun menahan emosi.

"Kamu kenapa, sih?" Cowok itu malah bertanya. Ada nametag bertuliskan 'Guntur Wijaya' di sebelah kanan atas dadanya.

"Aku nyuruh kamu pindah dari tempat dudukku," jawab Cahaya dengan suara dingin.

"Bukan itu." Guntur menggeleng. Ia menatap lekat Cahaya yang malah membuang muka darinya. "Kamu mengindari aku. Kenapa?" tanya Guntur.

Mata Cahaya seketika panas. Dadanya mulai sesak. Ia mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Sekuat tenaga menahan air mata yang hendak keluar dari rongga matanya.

Cahaya menggeleng. "Nggak papa."

"Tolong jangan bohong, Cahaya. Ngomong, ada apa?" Guntur bertanya dengan sabar. Ia berdiri kemudian berjalan mendekati Cahaya. Perasaannya semakin kalut melihat Cahaya yang matanya sudah berkaca-kaca. "Apa salah aku?" tanyanya setelah sampai di depan Cahaya.

Pertahanan Cahaya runtuh. Tangisnya pecah. Ia menutup wajahnya dengan telapak tangan dan berjongkok. Tak ingin Guntur melihatnya menangis, tapi sayang cowok itu sudah melihatnya.

Guntur ikut berjongkok di depannya. "Cahaya." Panggilan Guntur itu membuat tangis Cahaya semakin hebat. Guntur bingung apa yang mesti dilakukannya.

"Maafin aku, ya," ucap Guntur meski ia masih belum tahu apa salahnya.

Cahaya tidak mengangguk maupun menggeleng. Cewek itu masih menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tangisnya belum reda untuk beberapa saat kemudian. Masih deras.

Guntur di depannya hanya mampu menatap Cahaya dengan perasaan bersalah. Tangannya hendak menepuk pundak cewek itu, menenangkannya, tapi ia tidak bisa melakukannya. Ada rasa segan yang membuatnya tidak bisa melakukannya.

Cahaya itu gampang menangis. Baik karena hal kecil atau besar. Menurut Guntur, itu bukan karena Cahaya lemah, tapi karena hati cewek itu begitu lembut. Guntur tidak pernah mengatai Cahaya cengeng karena dia gampang menangis. Setiap orang itu berbeda-beda.

Guntur pernah melihat Cahya menangis untuk beberapa kali. Saat itu terjadi, Guntur akan menepuk pundak cewek itu, berkata bahwa semua akan baik-baik saja. Namun sekarang, Guntur tidak punya keberanian untuk melakukannya. Rasanya ada batas tak kasat mata yang menghalanginya melakukan itu.

Guntur menunggu tangis Cahaya berhenti. Setelah berhenti, ia bertanya dengan hati-hati.

"Ca, tolong kasih tau apa kesalahan aku. Udah sekitar semingguan ini kamu menghindari aku. Aku chat, telepon, nggak dibales. Tolong kasih tau apa salahku, Ca," pintanya dengan suara sehalus mungkin. Ia sangat berharap kali ini Cahaya menjawabnya.

Cahaya menatap wajah Guntur beberapa detik, lalu menunduk. Matanya yang sembab terpejam sebentar, ia lalu membukanya pelan-pelan dibarengi embusan napas panjang. Ia menatap Guntur yang masih menatap ke arahnya. Menunggunya berbicara dengan sabar.

"Kamu selama ini anggap aku apa?" tanya Cahaya lirih dengan suara seraknya.

"Temen." Jawaban Guntur keluar dari mulutnya satu detik setelah pertanyaan itu keluar dari bibir Cahaya.

Cahaya mengangguk. Ia mengisi banyak-banyak paru-parunya yang terasa sesak dengan udara. Dikeluarkannya embusan napas sekaligus membuang sesak di dada dan sakit hatinya. "Cuma teman, ya? Nggak lebih?"

"Sahabat," jawab Guntur. Saat mengatakan itu, ia seketika paham. Apa yang membuat Cahaya menghindarinya belakangan ini, dan kenapa cewek itu menangis tadi. Ia menegakkan badannya. Pikirannya melayang pada minggu-minggu sebelumnya. Saat ia jatuh cinta pada cewek di kelas sebelah, lalu melakukan pendekatan dengannya. Pendekatannya berhasil, lalu ia berpacaran dengan cewek itu. Namanya Sani.

Saat itu, dunia Guntur hampir semuanya berputar pada cewek pujaannya. Ia tanpa sadar mengabaikan Cahaya. Mengabaikannya saat Cahaya menghampirinya saat sedang duduk di bangku sekolah dan mengabaikan pesan-pesan chat-nya. Itukah yang membuat hati Cahaya terluka?

"Kamu udah ngerti?" tanya Cahaya.

Guntur menatap mata Cahaya. Lama, sampai ia melihat setetes air mata jatuh lagi dari kelopak cewek di depannya.

"Aku suka sama kamu, Guntur. Sejak kita ngobrol sewaktu pertama kali kenal. Satu tahun yang lalu. Saat kita masih kelas sepuluh." Suara Cahaya bergetar. Ia mengusap kasar air mata di pipinya.

"Aku sedih banget waktu kamu nyuekin aku. Aku sedih banget waktu liat kamu masang foto gebetan kamu di status WhatsApp. Aku sedih banget waktu kamu bilang, dia calon pacar kamu. Dan aku patah hati, saat kamu pacaran sama dia." Cahaya sekuat tenaga membendung air matanya dengan mengepalkan tangannya erat-erat dan mengigit bibir bawahnya. Ia ingin sedikit terlihat kuat di mana Guntur.

"Aku kira ... kamu selama ini punya perasaan yang sama dengan aku." Cahaya tertawa hambar. Menertawakan dirinya yang sungguh terlalu percaya diri.

"Aku kepedean banget, ya? Aku salah mengartikan kebaikan kamu." Ia menatap lurus ke arah Guntur sejenak.

Cowok itu terpaku mendengar penuturan Cahaya. Cahaya bangkit, kemudian berjalan menuju bangkunya. Meninggalkan Guntur yang masih duduk di sana beberapa saat kemudian. Baru saat terdengar suara tawa Aldi dan Reyhan yang merupakan teman sekelasnya dari luar, Guntur dengan cepat bangkit dan berjalan menuju bangkunya yang berseberangan dengan bangku Cahaya.

Cahaya sedang menatap keluar jendela saat Guntur duduk di bangkunya. Dari bangkunya, Guntur memanggil namanya, tapi Cahaya tidak menoleh. Guntur yakin Cahaya mendengarnya, maka ia meneruskan perkataannya.

"Maaf udah buat kamu jatuh cinta. Maaf aku nggak bisa membalas perasaan kamu. Maaf udah buat kamu patah hati. Maaf udah buat kamu sedih dan nangis. Maaf karena selama ini aku nggak peka dengan perasaan kamu. Maaf, ya."

Cahaya masih bergeming sambil melihat ke luar jendela. Air matanya mau keluar lagi. Sekuat tenaga ia menahannya. Walaupun tidak melihatnya, Cahaya tahu kalau Guntur masih melihat ke arahnya. Cowok itu menunggu responnya. Detik terasa berjalan lambat. Cahaya ingin sekarang seseorang masuk ke kelasnya supaya pandangan Guntur teralihkan. Keinginannya terkabul beberapa detik kemudian.

Aldi dan Reyhan masuk sambil menenteng plastik berisi gorengan hangat. Kedua cowok itu menghampiri Guntur, menawarkan makanan itu yang diterima Guntur dengan terpaksa. Saat itulah Cahaya secepat kilat keluar dari sana menuju toilet.

Bucin banget, ya? 🙄🤣
Vote komennya ya, Guys.

Follow IG dan TikTok aku, ya. Aku up AU cerita ini di sana.

IG: afriyantinur6
TikTok: vling_nucha

Setelah Patah Hati Where stories live. Discover now