"Kita akan memiliki Kaisar di masa yang akan datang."

"Hussh... Itu hanya rumor."

Grace menatap Jeno yang berdiri jauh di bawah sana. Ia tidak menyangka pria itu adalah kekasihnya.  "Kenapa kau sangat keren?" Grace kini melihat ke sekelilingnya dan menyadari gadis-gadis yang menghadiri pengadilan menatap Jeno dengan pandangan berbunga-bunga, penuh dengan harapan.

Rumor kompetisi yang kembali dibuka memang sudah beredar, karena dana pemilihan calon Ratu sempat dipermasalahkan akibat adanya penundaan kompetisi. Jika melanjutkan kompetisi yang dulu, maka dipastikan Lady yang bisa ikut sekitar 20 orang. Tapi, jika kompetisi dibuka untuk umum, Grace yakin yang mengikuti kompetisi ribuan atau bahkan puluhan ribu wanita.

Semua orang sudah tahu wajah Jeno seperti apa, bagaimana kasta dan kekuatannya dalam memimpin Manuala. Kecerdasan, kekayaan, takhta, dukungan politik... Tidak ada siapapun yang bisa mengusik Jeno Narenth setelah apa yang dia lakukan hari ini. Dan jika orang seperti itu dijadikan suami, maka istrinya akan menduduki posisi teratas dengan derajat pergaulan sosial yang tak tertandingi. Gadis-gadis yang menggelepar seperti ikan teri dipastikan akan terus berdatangan.

"Awas saja kau tidak menjadikan aku Ratumu," gumam Grace, ketika melihat Jeno berjabat tangan dengan Hakim Agung. Sudut bibirnya menaik, ia bangga atas pencapaian pria itu.


***

               Jeno mengambil beberapa barangnya, lalu keluar dari pengadilan. Ia sudah bekerja keras selama hampir 5 bulan, dan semuanya terbayar dengan kemenangan telak seperti apa yang telah ia janjikan. Louis Nata Weldon yang berpapasan dengannya, membungkuk hormat, "Salam, Yang Mulia."

"Kerja bagus," ujar Jeno, lalu berlalu begitu saja. Ia berjalan melewati lorong yang sunyi. Lorong tersebut adalah jalan yang menuju tempat dimana Ratu Eleanor dikurung. Hukuman penggal akan dilaksanakan satu minggu kemudian, dan perempuan itu mendekam di ruang bawah tanah Hardem—ruangan khusus yang ada di kawasan kuil suci. Tempat tersebut dekat dengan pengadilan, dan penjagaannya sangat ketat.

"Yang Mulia..." Para kesatria pengawal langsung memberi hormat saat Jeno tiba.

"Bagaimana keadaannya?"

"Beliau tidak mau makan," ujar pengawal lalu membukakan pintu tempat dimana Ratu Eleanor dikurung. Sidang sudah dilakukan selama lebih dari 15 jam. Seharusnya perempuan itu sudah kelaparan.

"Ruangannya lebih bagus dari yang aku kira." Jeno tersenyum tipis saat masuk ke dalam. Ibu Ratu merupakan keluarga kerajaan yang agung. Beliau tidak ditempatkan di sebuah sel, melainkan ruang bawah tanah yang bahkan memiliki kamar yang luas dan kamar mandi dalam ruangan.

"Untuk apa kau kemari?" Eleanor bertanya dengan dingin.

"Untuk mengucapkan perpisahan." Jeno tersenyum tipis. "Satu minggu lagi, Jef Narenth akan memenggal kepala Anda dengan tangannya sendiri." Jeno berjalan mendekat ke arah Eleanor, "Padahal saya tidak berniat sejauh ini, tapi kelakuan Anda yang menjijikan membuat saya marah."

"Aku bahkan tidak pernah melukaimu seujung jari pun, Narenth. Tapi kau membalas kasih sayangku seperti ini."

"Kerena itu, ini adalah belas kasihanku yang terakhir." Jeno menunduk, menatap Eleanor, "Jika bukan mengingat hubungan kita selama ini, aku sudah memotong tangan, lidah, dan kakimu, lalu aku biarkan membusuk. Setiap hari, kulitmu aku cambuk sampai tak terbentuk. Aku menahannya, karena kasihan."

"Apa keberadaan saksi terakhir, Jemin yang memberitahumu?"

Jeno tersenyum sinis.

Tangan Ratu Eleanor mengepal, "Kau sangat sombong. Apa kau kira semua ini sudah selesai?"

The Lucifer Prince Who Fell For MeWhere stories live. Discover now