Chapter Four.

3K 408 29
                                    

Zayn membuka pintu kamar bercat biru di hadapannya dengan ragu. Ia mulai memasuki kamar itu dan berhenti tepat di depan ranjang putih berukuran sedang. Tidak, bukan apa - apa, tapi...

Zoe.

Zayn menelan ludahnya pahit. Ia jahat. Ia jahat sekali sudah meninggalkan Zoe di halaman sekolah tadi. Seharusnya Zayn sadar bahwa tindakannya ini salah. Ia tidak tahan melihat Zoe menangis. Ia tidak sampai hati melihat Zoe yang merintih kesakitan seperti tadi.

Ya, Zayn melihatnya. Zayn melihat saat Zoe terjatuh dan di saat Zoe merintih karena tidak ada satupun orang yang menolongnya. Demi Tuhan, Zayn ingin sekali menolong Zoe dan menenangkannya. Tapi apa? Yang ia bisa hanyalah melihat Zoe yang sudah terlanjur ditolong oleh Harry.

Zayn bodoh. Mengapa dia tidak cepat - cepat membantu Zoe? Kenapa dia hanya diam?

Zayn mengusap lembut rambut coklat gadis itu. Ia tidak mampu menyembunyikan rasa kepedihannya melihat Zoe yang pucat seperti ini.

"Zoe..."

Zayn diam. Sepi. Hanya ada suara mesin air conditioner yang menyala membuat ruangan sedikit dingin. Zayn menyentuh permukaan wajah Zoe dengan lembut dan teliti. Mulai dari alisnya yang berwarna coklat pekat, kelopak matanya yang tertutup disertai bulu mata halusnya, hidungnya yang mungil, serta pipinya yang kemerahan. Juga bibir mungil Zoe yang selalu terbuka menampakkan gigi kelincinya. Zayn tersenyum geli melihat wajah Zoe yang benar - benar terlihat damai jika sedang tertidur.

Zoe menggerakan kelopak matanya, perlahan membuka matanya. Butuh waktu beberapa detik sampai dia sadar dengan orang di hadapannya. "Zayn?" Alis Zoe mengkerut.

Zayn tersenyum. Sedikit panik jikalau Zoe akan marah padanya. "Hai." Sapa Zayn canggung. Zayn membantu Zoe untuk bangkit duduk.

Sementara Zoe masih terbengong. Apa ini Zayn asli? Mengapa tiba - tiba dia sudah ada disini? Zoe tidak mimpi, kan? Atau Zayn kesini hanya untuk mengatakan alasannya dia marah?

"Kenapa tadi siang kau meninggalkanku, Zayn? Dan juga, kenapa kau tidak menjawab teleponku?" Tanya Zoe sedikit dingin.

Zayn mengusap tengkuknya yang tiba - tiba menjadi dingin. "M--Maaf. Aku minta maaf, Zoe. Tadi itu aku merasa marah padamu karena kau terus mengobrol dengan Harry tanpa memperdulikan aku. Jadi--"

"Tunggu," Zoe mengangkat tangannya di depan mulut Zayn membuat laki - laki itu terdiam. "Kau cemburu ya, Zayn?" Seulas senyum penuh arti terukir di wajah cantikn Zoe.

Sial. Zayn benar - benar mati kutu sekarang. Mengapa Zoe bisa langsung tahu seperti itu saja? Apa ekspresi wajah Zayn yang memberitahukannya? Sial.

"Ha? Apa? Cemburu? Haha. Tentu saja tidak."  Zayn tertawa sumbang. "Tapi benar, Zoe. Alu sungguh meminta maaf dengan sikap labilku tadi. Aku hanya merasa Harry seperti... Pengganggu persahabatan kita." Ucapnya pelan seraya menunduk.

Zoe memegang tangan Zayn hingga laki - laki itu mau mendongak dan menatapnya. "Zayn tidak usah khawatir. Harry hanya teman baikku saja kok. Aku yakin dia tidak akan merusak persahabatan kita." Tegas Zoe yakin.

"Tapi aku minta kau jangan terlalu dekat dengan Harry. Bisa saja dia orang jahat, kan?"

Zoe menggeleng lemah. Ia sungguh masih tidak mengerti mengapa Zayn sangat membenci Harry dan terus berfikir negatif tentang laki - laki berambut ikal itu.

"Tidak, Zayn. Uh, lupakan soal itu." Zoe mengeluh, menyingkirkan poni panjangnya yang menutupi mata.

Zayn diam. Ia bingung dengan apa yang ia ingin lakukan. Hell, sejak kapan mereka berdua jadi canggung begini? "Uhm, bagaimana kalau kita jalan - jalan?"

Zoe--lagi - lagi--menggeleng. Ia menarik selimut tebal yang menutupi kakinya yang diperban. Menunjukannya pada Zayn yang menganga lebar melihatnya.

Sial Zayn. Kau jahat. Kau gagal. Kau tidak bisa menjaganya dengan baik. Kau bukan sahabat yang baik. Kau tidak pantas menjadi sahabat Zoe. Kau tidak bisa menjaganya, Zayn. Pikiran Zayn kacau. Ia menelan ludah memikirkan hal ini. Zayn merasa ia tidak bisa menjaga Zoe dengan baik. Ia salah dalam hal ini.

"Zoe," Gadis manis itu menatap Zayn dengan heran. "Maafkan aku. Aku--aku benar - benar minta maaf meninggalkanmu tadi. Aku bodoh, Zoe. Aku jahat. Aku tidak baik untukmu. Seharusnya aku menjagamu. Aku sungguh--"

"Shh" Jari telunjuk Zoe tertempel tepat didepan bibir Zayn. Ia menggeleng sekali lagi. Sesungguhnya ini semua bukan salah Zayn. Mungkin karena Zoe yang terlalu lincah dan bersemangat berlari jadi, ya, beginilah." Aku memang pecicilan. Ini semua bukan salahmu." Zoe menyela dengan cengiran khasnya.

Zayn tersenyum lega. "Aku senang kau bahagia." Gumamnya, yang bahkan tidak terdengar oleh Zoe.

Hening menyelimuti mereka berdua sampai Zoe merasakan Zayn yang mendekat. Zoe diam saja. Dia tidak mengerti dengan apa yang Zayn lakukan. Sampai Zoe merasakan sesuatu yang basah, lembut, dan kenyal menyentuh bibirnya.

Astaga.

Zayn... Menciumnya...

Untuk yang pertama kali...

PromiseDär berättelser lever. Upptäck nu