"Ya abisnya tuh kamu mendadak banget bilangnya, gimana pada nggak kaget dan sedih coba." Esti ikut terkekeh.
Aneska nyengir. "Neska juga awalnya nggak kepikiran mau pindah, tapi setelah Neska pikir-pikir kayaknya lebih baik Neska pindah. Katakanlah Neska pengecut, tapi menurut Neska ini yang terbaik. Neska bener-bener mau buang semua kenangan buruk yang terjadi kemaren."
"Iya nggak papa, Ibu ngerti." Esti menepuk pundak Aneska lembut. "Tapi Neska, di sekolah kamu yang baru, kamu nggak takut bakal dapet kritikan lagi?" Mendadak raut wajah Esti berubah khawatir akan nasib anaknya nanti.
Aneska menggeleng mantap. "Nggak bakal Ibu. Karena mulai hari ini, Neska mau janji sama diri sendiri. Sepedes apa pun kritikan mereka terhadap wajah ancur Neska sekarang, Neska bakalan tetep jadi diri sendiri dan mencintai diri sendiri. Neska nggak bakal terobsesi lagi buat jadi cantik dan ngikutin standar orang-orang. Karena cantik itu nggak melulu harus tentang fisik, kan, Bu? Udah cukup, atas pembelajaran berharga yang Neska dapet kemaren. Neska kapok," cerocosnya panjang lebar.
Tanpa Esti tahu, Aneska mengucapkan itu juga sebagai peringatan keras pada dirinya, agar tak lagi jatuh ke lubang yang sama. Hanya karena ingin jadi cantik dan frustrasi karena kritikan orang.
Esti tersenyum bangga melihat putrinya yang semakin berpikir dewasa. "Oh iya, tadi kamu bilang kalo Rula sama Findi yang tau kamu pindah. Divka belom tau?" Wanita itu mengubah topik pembicaraan karena tak ingin Aneska terus memikirkan kejadian pahit kemarin-kemarin.
Aneska tersenyum misterius. "Belom. Mau dikasih tau nanti, sekalian ketemu abis Divka pulang sekolah.
****
"Gimana keadaan Pancadharma hari ini?" Pertanyaan itu menjadi awal mula keheningan yang terjadi setelah Aneska memberitahu Divka bahwa ia akan pindah sekolah.
Cowok itu sempat terdiam, lalu menyunggingkan senyum dan berkata tak apa jika Aneska pindah besok dan mulai mengurus surat-surat. Toh, Aneska pindah tak jauh, jadi mereka masih bisa bertemu.
Divka juga berkata bahwa ini yang terbaik. Karena dengan begitu, Aneska tidak akan terbayang-bayang kejadian menyedihkan itu.
"Biasa aja, kan ada gue. Jadi semua anak Pancadharma bisa tenang karena selalu ngeliat pemandangan." Nyatanya, Divka tetaplah Divka. Sebijak apa pun, cowok itu tak pernah lupa untuk bernarsis ria.
Aneska melengos, malas menanggapi. Ia lebih memilih kembali melemparkan makanan ikan di kolam yang disambut antusias.
Siang ini, sepulang sekolah Aneska meminta Divka untuk main ke rumahnya. Tapi, yang terjadi malah Divka yang datang dan mengajaknya main ke rumah cowok itu—dan Aneska sempat dibuat kagum, karena keindahan desain rumah Divka.
Dan di sinilah mereka sekarang, berdiri bersisihan menghadap kolam ikan yang berada di belakang rumah Divka yang sepi sambil memberi makan ikan-ikan tersebut. Cowok itu memang tinggal sendiri, karena orang tuanya sibuk bekerja.
Sebenarnya Rula dan Findi akan ikut, tapi kedua temannya itu sama-sama ada urusan jadi tidak bisa.
"Weh, udah kasih makannya. Udah kita kasih banyak tadi, rugi ntar gue." Divka menggerutu dan mengambil paksa plastik makanan ikan yang ada di tangan Aneska. Sementara Aneska mencibir saja.
"Oh iya, gue jadi penasaran. Kenapa lo milih pindah ke Florencia? Gue pikir waktu lo bilang mau pindah sekolah, pindahnya jauh ke mana gitu kayak di film-film," ucap Divka menyebutkan nama sekolah baru Aneska nanti dengan kening mengerut.
YOU ARE READING
Unexpected Ending
Teen Fiction[Completed] Judul awal : When You Reached Me Cantik, putih, feminim. Tiga kriteria yang menjadi tipe idaman Arza Kanaka, seorang cowok dari kelas XI IPA 1. Mendengar itu, Aneska Sari jadi bertekad untuk berubah seperti apa yang diidam-idamkan Arza...
Epilog
Start from the beginning
