Shadow

1.4K 216 9
                                    

"Athana~ bau mu seperti arwah busuk penuh dendam. Siapa arwah itu, katakan Athana. Biar aku mengusirnya." Ujar Cavian sembari mengarahkan sabitnya tepat di depan leher ku.

"Singkirkan ini! Kau gila? Sabit mu hampir mengenai leher ku." Ujar ku.

Cavian tanpa rasa bersalah tersenyum padaku. Membuat bulu kudukku berdiri. Ia menurunkan sabitnya dari hadapan ku.

"Oh ya rival ku, sepertinya sangat tidak nyaman untuk berdiskusi di tengah keramaian seperti ini. Mengapa kau tak mempersilahkan tamu untuk mampir ke kediaman mu?" Ujar Rave yang menggoda Valion.

Tatapan Valion hanya mengarah ke arah Rave. Sepertinya ia tidak senang dengan perkataan Rave.

Aku yakin ia akan menolaknya mentah-mentah.

"Jangan membuat keributan saat tiba disana." Ujar Valion yang terbang meninggalkan aku, Rave, dan Cavian.

"Aku tak menyangka dia akan setuju." Ujarku tak percaya.

"Kau harus belajar gadis kecil, white demon sepertinya sangat mudah di tebak. Dia benci keributan. Jadi, pancing saja dengan kata-kata itu." Ujar Rave merasa bangga pada dirinya sendiri.

Sikap Valion sepertinya menyerupai wanita, sulit di tebak. Begitulah yang di katakan para laki-laki. Walau aku tak perduli dengan laki-laki. Aku hanya butuh diriku sendiri.

"Apa Athana bisa terbang? Tempatnya berada di atas langit." Ujar Cavian sembari mendekatkan wajahnya ke arah ku.

"Tolong jangan mendekat seperti itu." Ujarku tak nyaman.

Cavian masih tetap saja memberikan senyuman mengerikan itu.

"Tenang, aku bisa membawamu. Tapi ingat, aku tak akan segan-segan untuk melepaskan mu jika kau terus berisik." Ujar Rave yang tiba-tiba menggendong ku.

"Pegangan yang erat!" Ujar Rave mengepakkan sayapnya.

Seketika aku melayang. Rasanya seperti tertarik oleh angin tornado. Begitu cepat dan sangat mengerikan. Aku berpegangan erat pada badan Rave. Walau aku tak mau melakukannya, tapi jika aku protes dan tidak berpegang padanya, mungkin dalam hitungan detik aku bisa jatuh dan terjun payung.

"Baiklah~perjalanan yang singkat bukan?" Tanya Rave yang mendarat dengan hati-hati.
Aku turun dan mencoba berdiri dengan kaki ku. Namun, kaki ku terasa lemas dan aku terjatuh ke lantai. Sensasi ini sangat tidak menyenangkan. Kaki ku gemetar dan jantungku berdegup kencang karena penerbangan singkat itu.

"Nona~apa kau baik-baik saja?" Ujar seseorang yang aku kenal suaranya.
Siapa lagi jika bukan Valir. Ia meraih tanganku dan membantuku untuk berdiri. Dengan senyum yang ia berikan saat aku mau untuk menerima bantuannya dan meraih tangannya.

"Apa iblis ini membuat mu demikian? Seharusnya tadi kau memintaku untuk mengantar mu kesini." Ujar Valir yang tetap bersikeras menggodaku.

"Tidak, terimakasih." Ujarku melepaskan pegangan tangannya. Dan kembali mencoba berdiri tegak walau memang kaki ku masih lemah dan gemetar.

Valion tampak menunggu di gerbang masuk kastil. Tanpa banyak bicara ia hanya mengisyaratkan dengan gerakan matanya bahwa kita di perbolehkan masuk. Aku menengok ke kanan dan ke kiri. Kastil ini benar benar bersih dan di dalamnya sangat terang. Berbalik dengan kastil milik Devon. Aku menyadari Cavian nampak tak ada di antara kami.

"Kau merindukan pencabut nyawa itu? Tenang, dia akan kembali untuk menemani kita berkunjung." Ujar Rave yang tak berhenti menebak, atau bisa di bilang membaca pikiranku.

Aku sangat kesal dengan keahliannya membaca pikiran. Itu sangat menggangu ku. Dan terlebih, aku tak bisa menyimpan rahasia jika ada di hadapannya.

My 5 Demons SweetheartWhere stories live. Discover now