Menikahkan Suamiku

7.7K 262 7
                                    

“Ma, Naya pulang sekolah langsung ke rumah Tante Laras aja.” Telepon dari Naya.

“Iya, Nay. Mama sudah check-in ke Aqua lagi, dua adikmu Syifa di sana sama Tante Wid, apa gak gabung aja? Ajak Tante Laras skalian biar rame.”

Aku sengaja bawa kami nginap lagi malam ini, menghindari rumah tentunya. Sebenarnya bisa nginap di rumah saudara, tapi keputusan menikahkan Mas Danang mengundang banyak tanya, aku sedang malas bahas itu berulang-ulang. Bukankah cukup sekali kujelaskan dan mereka harusnya faham. Pengulangan tanya hanya membuka luka yang sudah kubalut.

“Nanti deh Nay pikirin, ada tugas kelompok juga ini, Ma, besok dkumpul.”

“Iya, Sayang, kerjakan aja dulu. Nanti kita ketemu.”


“Mama di mana?” Naya mungkin dengar suara vacum comedo yang menyedot di cuping hidung.

“Em,” Aku terjeda pegawai salon permisi akan menyedot bagian dagu. “ini mama di salon, lagi bersih-bersih komedo.”

“Ah, coba tau tadi Nay ikut.”


“Boleh dong langsung ke sini aja, minta anter tantemu, kerja kelompok jam berapa?”


Mbak salon itu paham aku belum mau memutuskan panggilan, ia membersihkan kotoran pori-pori wajahku di sela aku bicara.” Apa pun yang kulakukan kalau anak butuh bicara pasti aku siapkan waktu, walau ini akan buat beberapa bagian kurang maksimal bersih.

 “Masih belum sih, satu setengah jam lagi. Nay nyusul ke situ ya, Ma, mo creambat. Bentar, habis dzuhur dulu, tadi gak sempat di sekolah.”

“Belum dzuhur?” kulihat jam di dinding. Cepetan gih, ini sudah hampir Ashar.”

“Oke, Ma. Nay bawa Tante Laras juga, ya. Tuh teriak mau ikut. Haha.”


“Siap, Sayang, nanti mama bayar.”

“Cihuy!” Suara senang di belakang. Itu Laras, adik bungsuku.

“Tuh kesenengan. Entar Nay aja yang bayar, pokoknya Mama nikmati aja dulu.”

“Siap, Sayang, habis ini mau luluran juga.” Mataku terpejam, ditutup kapas dingin segar, lalu masker collagen yang seperti gel mulai dioles ke kulit wajah. Oh, rasa dinginnya ikut menyegarkan otakku.

Naya masih bicara, sesaat sebelum tutup telepon ia sempat bilang dapat surat dari cowok di sekolahnya tadi, belum dibuka nunggu aku baca bareng. Bibirku refleks tersenyum. Inilah bahagia, saat anak-anak menganggapku ada. Sejenak aku terlupa pada dua sosok pembuat luka itu 

Usiaku sudah masuk 43 tahun, tanda-tanda menua suda tampak, dan tak bisa dihindari. Biasanya aku tiga bulan sekali facial, lebih seringnya luluran, tapi sekarang kayaknya musti rutin setiap bulan.

Kuabaikan kalau sekarang di rumah sedang ada dekor dadakan, ruang tamu kami jadi tempat akad nanti. Yang ngurus ya orang salon yang dadakan juga kupesan. Untuk makanan ada tetangga yang kupercayakan, katanya tadi sudah siap kurang lebih ratusan porsi. Mereka kesemuanya rekan terdekat, dan temanku juga teman Mas Danang.

Mereka syok saat berita ini kusampaikan kemarin, plus meminta bantuan mereka siapkan segalanya untukku. Ya, kemarin. Karena keputusan bertahan setelah sempat terpikir berpisah saja itu juga baru kemarin kuputuskan, saat Denok dan anak-anak bilang sangat menyayangi ayahnya.

DIA NODA DALAM PERNIKAHANKUWhere stories live. Discover now