Perjalanan dari Kedua Kutub

7 1 0
                                    

Mereka tak pernah tahu perkenalan secara tidak sengaja, bisa menjadi sebuah peristiwa yang membuat shock. Nia nyaris tak bisa mempercayai kenyataan yang terjadi. Rasanya ingin sekali menganggapnya sebagai bunga tidur dan segera terbangun. Tapi dia tidak akan pernah bisa.

Nia sempat mencoba mendiskusikan ini secara baik-baik kepada ibunya. Tapi jawaban beliau justru semakin membuat Nia bingung. Ibunya terus mengatakan jika dirinya tidak memiliki saudara dan merupakan anak kandungnya. Banyak pertanyaan yang justru dijawab melenceng dari topik.

Saat Nia mencoba memperpanjang masalah, dia dan ibunya malah hampir berselisih. Membuat Nia berpikir jika memang dia dan Dodi bersaudara, lalu mengapa mereka bisa terpisah. Siapa sesungguhnya orang tua kandung mereka? Akhirnya Nia terpaksa mengalah dan mencoba mencari jalan lain.

Di lain lokasi, Dodi juga berusaha memberanikan diri menceritakan masalah dia dan Nia kepada orangtuanya. Dia sangat yakin sekali jika Dinda masih hidup, dan dugaan ibunya benar, jika kembarannya telah ditukar.

Tapi ternyata, kedua orang tuanya tidak percaya. Mereka mengganggap Dodi juga tidak ikhlas atas kepergian saudarinya dan berusaha memberikan pengertian kepada putranya. Namun Dodi masih kukuh, dia sangat yakin jika Nia adalah Dinda. Dia bisa merasakan perasaan dan kehangatan yang tidak asing.

Tapi, melihat ayah dan ibunya memeluknya-berlinang air mata, Dodi akhirnya terdiam. Membuatnya kembali bertanya, apakah semua dugaannya ini nyata, atau hanya sekedar angan dari seorang bocah lelaki kesepian.

Karena tidak tahan lagi, Nia memutuskan untuk menghubungi Dodi lewat panggilan Messenger apapun resikonya. Setelah lima kali panggilan tidak terjawab, akhirnya dia bisa mendengar suara lesu Dodi dari smartphone-nya.

"Iya, Nia. Ini...baru pertama kalinya. Kenapa kamu tiba-tiba menelepon?"

"Eh, entahlah...tapi, bagaimana dengan keadaan mu? Apakah kami baik-baik saja? Bagaimana dengan cedera mu, apa sudah sembuh?" tanya Nia balik.

"Ya, alhamdulilah sudah lebih baik. Terima kasih sudah bertanya. Dan kamu, bagaimana keadaan mu?"

"Alhamdulillah aku juga baik-baik saja. Eh, begini...soal percakapan kita tempo itu, apakah...kamu yakin jika kita memang benar-benar saudara kembar?" ucap Nia dengan ragu.

"Aku...juga tidak tahu. Aku rasa, ini hanya sugesti ku saja yang tidak rela akan kematian kembaranku. Mungkin, kebetulan semacam ini tak bisa menjadi landasan bahwa kita adalah suadara...."

"Ya...seperti, teori mu mengenai tujuh doppelganger. Kita mungkin memiliki banyak kemiripan, tapi nyatanya kita memang bukan suadara. Maaf sudah membuatmu berpikir yang aneh-aneh. Aku yakin kamu shock dengan pernyataan itu." Mendengar ucapan Dodi, Nia pun menghembuskan nafas.

Sembari mencoba tenang dia kembali menimpali, "Hei, apakah...kamu yakin? Ya, mungkin bisa saja sih. Tapi, kalau boleh aku jujur, entah kenapa walau kita hanya teman sosial media aku merasa tidak asing ketika berteman denganmu. Aku seperti merasa jika kita saling bertemu sekarang...."

"Aku merasa batin kita...begitu dekat. Dan kamu tahu, aku selalu merasa ada sebuah benang dari balik punggung ku yang mengarah ke suatu tempat. Tapi, aku tak tahu dimana." Nia pun terkekeh.

"Benang...batin...tidak asing? Tunggu, jangan bilang kalau kamu...juga berpikir tentang...."

"Berpikir tentang??? Kenapa terputus?" -Nia.

"Ukh, lupakan. Jadi kamu merasakan perasaan yang tidak asing juga ya? Ya, sebenarnya aku juga merasakan hal yang sama. Hahhhh, semua ini...jadi semakin rumit saja."

Mendengar nada bicara Dodi yang seperti orang frustasi. Nia mencoba kembali meredamnya, "Tenanglah Dodi, kamu tidak akan bisa menyelesaikan masalah jika kamu tidak tenang. Tarik nafas dulu, semua akan baik-baik saja. Oh ya, aku ingin tahu, apakah membicarakan hal ini kepada orang tua mu?"

The Lost Twin (First Version)Where stories live. Discover now