Part 20 [REVISI]

256K 24.6K 2.2K
                                    

"Kak, tentang pembicaraan kita hari ini, tolong jangan beri tau Kak Aiden." Della dan Aria berdiri dari kursi sembari bersiap-siap pergi dari Cafe tersebut. "Aku tidak ingin hubunganku dan Kak Aiden kembali renggang karena kakak." ujarnya dengan senyum santai.

Mendengar hal itu Aria tersenyum canggung. Ia merasa malu karena berdiri sebagai wanita yang pernah merusak hubungan mereka.

"Tentu, aku tidak akan mengganggu hubungan kalian lagi. Ku harap kau bisa memaafkan perbuatanku dulu." Aria menatap Della dengan tatapan menyesal, "Aku tidak tau apa yang ku pikirkan saat itu."

"Tidak apa-apa, kak. Lagi pula semua ini hanya salah paham." balasnya dengan senyum tipis.

"Ku harap kita bisa lebih dekat mulai hari ini. Sebenarnya dari dulu aku selalu ingin berteman denganmu, kak. Hanya saja kau selalu terlihat tidak senang dengan kehadiranku." ujarnya memasang wajah terluka.

"Untung saja sekarang semua kesalahpahaman sudah selesai. Tapi ku harap Kak Kayla tidak berusaha mendekati Kak Aiden lagi." ujarnya Della membuat Aria terlihat sangat bersalah. Padahal sebenarnya Aria sama sekali tidak mendekati Aiden, justru pria itu yang terus mengganggunya.

"Iya, aku akan berusaha menghindarinya." setelah berkata begitu, Della dan Aria segera membayar pesanan mereka lalu berpisah setelah membuat janji akan bertemu lagi.

Aria berjalan kaki menuju TK Nolan. Sekarang jam menunjukan pukul 09.30. Tiga puluh menit lagi Nolan keluar kelas. Beruntung jarak cafe dan TK Nolan tidak terlalu jauh, Aria bisa berjalan kaki dan menikmati pemandangan jalan.

Sebenarnya jalan di Jakarta tidak begitu menarik, namun Aria menikmati setiap langkah yang diambilnya. Rasanya seperti berjalan di dunia yang benar. Setiap pemandangan yang ia lihat terasa begitu familiar dan memanjakan mata. Lalu tanpa sadar Aria sudah sampai di TK Nolan. Banyak ibu-ibu yang berbincang satu sama lain untuk sekedar bergosip atau lainnya. Aria memutuskan untuk duduk di salah satu kursi tunggu daripada bergabung pada pembicaraan mereka.

Tak. Tak. Tak.

Seorang pria tua dengan tongkat sekaligus kaca mata hitam duduk di samping Aria. Pria tua itu menatap Aria. Ia menurunkan sedikit kaca mata hitamnya lalu mengintip Aria dari balik kacamata.

Aria tersenyum lalu mengangguk, memberi salam. Setelah itu ia langsung membuang wajah, namun kakek tua itu tidak kunjung melepaskan tatapan dari wajahnya. Rasanya kakek itu sengaja mengodenya untuk diajak bicara.

Pada akhirnya Aria menoleh lalu memulai percakapan, "Sedang menunggu cucu pulang, kek?"

Nando, kakek Aiden tersenyum lebar lalu membalas, "Bukan, menunggu cicit saya."

Aria ber-oh-ria, "Begitu, ya."

"Iya, makanya saya nunggu bus disini, semoga busnya cepat datang supaya saya bisa melihat cicit saya."

Huh?

Aria mengerjab mata beberapa kali, "Tapi ini bukan halte bus, kek."

"Ah, jangan bercanda kamu." ujar Nando lalu tertawa sambil menepuk-nepuk paha Aria.

Aria buru-buru bergeser satu petak ke samping lalu menatap sang kakek dengan senyum kikuk.

"Benar, kek. Ini TK bukan halte."

Nando melepas kacamatanya lalu menatap Aria dengan wajah tak percaya, "Seingatku kemarin malam tempat ini masih halte bus. Sudah berubah?"

Nando menggaruk pipi, "Kapan berubahnya?"

Aria tak membalas. Ia terkekeh geli mendengar perkataan kakek itu. Lalu tak sengaja matanya mengangkap papan nama tertulis,

International ABC Kindergarten
Since, 2003

Ayah Untuk Nolan ✅ [END]Where stories live. Discover now