TK itu dibangun pada tahun 2003, berarti sudah 20 tahun bangunan itu berdiri.

"Mungkin halte busnya berubah sejak dua puluh tahun yang lalu, kek." balas Aria.

Nando berpikir sebentar lalu langsung tertawa, "Oh, kau benar, terakhir kali aku kesini bersama Lyliana, istri ke-tigaku saat masih berumur 62 tahun. Sekarang umurku 82 sudah tahun." ujarnya. "Lama juga aku hidup."

Aria tersenyum terhibur lalu berinisiatif menawarkan bantuan, "Kakek mau ku antar ke stasiun halte terdekat? Siapa tau cicitmu menunggu disana."

Mendengar itu wajah Nando langsung berubah cerah, "Tentu saja aku mau! Kau baik sekali anak muda." ucapnya tersenyum-menampilkan deretan gigi yang masih tampak sehat. Entah itu gigi palsu atau asli.

"Kalau begitu aku akan mengantarmu setelah anakku keluar kelas. Tidak apa-apa, kan kek?"

Nando tampak bersemangat. Ini yang ia tunggu-tunggu, bertemu dengan cicitnya.

"Tentu saja, take your time, dear."

"Tapi, apa cicitmu tidak apa-apa menunggu, kek? Mungkin dia akan khawatir kau tidak kunjung muncul."

"Bah, tidak perlu khawatir! Yang menjemputku itu cucu kurang ajar. Toh, salahnya dia mengirimku kesini sendiri. Biar saja dia menungguku sampai lumutan."ujarnya membuat Aria terkekeh lagi. Kakek ini sangat lucu, pikirnya.

Akhirnya Aria dan Nando memutuskan menunggu Nolan sambil berbincang santai. Lalu akhirnya seorang guru keluar sembari menggandeng dua baris balita di sampingnya.

"It's time to go home... It's time to go home... It's time to say good bye~" rombongan balita bernyanyi bersama gurunya.

"Nolan!" Aria berdiri lalu melambaikan tangan pada putranya yang ternyata sedang asik melompat-lompat sambil bernyanyi.

Ketika Nolan melihat Aria, balita itu langsung memekik,"Mommy...!" dengan senyum dan tawa lucunya ia berlari menghampiri Aria.

Hup!

Aria menggendong Nolan dan mencium pipi balita itu.

"Akhirnya anak mommy pulang juga."

Ketika Nolan dan Aria masih bermesraan, Nando dibuat menganga melihat Nolan. Ini bukannya mirip lagi, tapi sama persis dengan wajah Aiden saat masih kecil. Benar-benar cetakan cucunya.

Aria tersadar masih ada Nando disampingnya. "Kek, ini anakku. Namanya Nolan." ujar Aria memperkenalkan Nolan padanya.

Nando tersenyum pada Nolan, "Kau lucu dan tampan sekali." ujarnya menampilkan deretan gigi yang tersenyum pada Nolan.

"Thank you, old man!" (Terima kasih, orang tua!)

Nando hampir tersedak mendengar panggilan itu. O-old man?! Tidak salah, sih tapi entah mengapa panggilan itu sangat menusuk.

Aria menurunkan Nolan dari gendongannya, "Nolan, tidak boleh memanggil kakek begitu. Panggilnya harus 'great grandpa', yaa... atau grandpa saja juga boleh."

"Humm..." Nolan mengiyakan ucapan Aria. Balita itu meneliti wajah Nando sembari mengelilingi tubuhnya.

"Grandpa, why do you have three legs?"(Kakek kenapa kamu punya tiga kaki?)tanya Nolan penasaran. Balita itu berjongkok lalu mengetuk tongkat jalan Nando, "Ouu, it's a walking stick! Why are you wearing it, grandpa?"(ouh, ternyat tongkat jalan! Kenapa kakek memakai itu?)

Nando terkagum sejenak, balita ini sangat pintar berbicara dan penuh dengan rasa ingin tahu. Ya, sama persis dengan Aiden. Rasanya seperti kembali ke masa lalu saat sedang membesarkan Aiden kecil.

"Kakek memakai ini supaya bisa mudah berjalan." jawab Nando.

Nolan tiba-tiba tersenyum jail, ia mencoba merebut tongkat itu lalu terkikik geli.

"Nolan, tidak boleh begitu!" Aria menarik tangan Nolan menjauh membuat balita cilik itu tertawa puas.

"Nolan, tidak boleh begitu!" Aria menarik tangan Nolan menjauh membuat balita cilik itu tertawa puas

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dilain sisi, alis Nando berkedut menahan kesal sekaligus gemas. Sepertinya bukan hanya wajah saja yang mirip dengan Aiden tapi sifat bocah itu juga. Baik Aiden atau Nolan, mereka berdua sama-sama jail dan kurang ajar padanya.

"Hahh..." Nando menghela nafas dalam hati. Sepertinya ini kutukan dari Tuhan.

Ayah Untuk Nolan ✅ [END]Where stories live. Discover now