Tawaran Calon Istri

12 3 4
                                    

Setelah tiga tahun tanpa sapa dan komunikasi, ini menjadi pertama kalinya mereka saling bertegur sapa kembali. Nuha merasakan gugup yang sangat luar biasa hingga rasanya ingin cepat pulang ke rumah.

"Apa kabar, Nuha? Sekarang berhijab ya, jadi beda dengan tiga tahun lalu." Ghalib memperhatikan Nuha dari atas sampai bawah.

Kerudung bergo menutupi dada, gamis hingga mata kaki dan juga kaos kaki terpasang rapi di kaki Nuha. Tangannya seperti kehilangan kekuatan hingga keranjang belanjaan berwarna merah yang digenggamnya hampir terlepas bila saja jari-jemari itu tidak kuat dalam menggenggamnya. Pandangan Ghalib memang kurang ajar tapi perlu diketahui bahwa Ghalib hanya pria biasa yang masih jauh dari kata taat.

"Iya. Aku dengar kamu mau nikah?" tanya Nuha mengalihkan perhatian Ghalib pada dirinya.

"Insya Allah akhir bulan depan."

Keduanya berjalan menuju kasir dengan membawa keranjang belanjaan masing-masing. Bedanya keranjang Ghalib lebih penuh, sedangkan Nuha hanya beberapa product saja yang masuk ke keranjang belanjaannya.

Ketika di kasir Nuha meminta Ghalib yang lebih dulu dihitung belanjaannya. Ghalib banyak bertanya pada wanita yang ditolaknya tiga tahun lalu itu sambil menunggu kasir selesai menghitung belanjaan miliknya. Nuha hanya menjawab sekedarnya saja. Tiba-tiba handphone Ghalib berbunyi menandakan ada telepon masuk dan Ghalib langsung mengangkat telepon tersebut.

Wajah Ghalib berubah menjadi pucat setelah mengangkat telepon dari orang yang jelas tidak Nuha ketahui siapa orang yang menelepon tersebut.

"Kenapa?" tanya Nuha sebatas untuk memastikan keadaan Ghalib. Dasar cinta membutakan, pernah disakiti saja masih tetap berusaha peduli padahal kenyataannya dia adalah calon suami orang lain.

Ghalib mengabaikan pertanyaan Nuha begitu saja dan Nuha tidak ambil pusing dengan sikap Ghalib itu.

"Teh, masih lama?" tanya Ghalib pada petugas kasir.

"Sebentar lagi," jawab petugas kasir dengan ramah.

Ghalib langsung memandang Nuha.

"Kenapa?" tanya Nuha.

"Ini uang aku buat bayar belanjaan aku. Uang ini aku titip ke kamu dan nanti aku minta tolong antarkan belanjaan aku ke rumah. Aku harus ke Jakarta sekarang."

Nuha menganggukan kepalanya sebagai penanda setuju dan menerima uang dari Ghalib.

"Teh, nanti belanjaanya dibawa sama Teteh ini, ya," ucapnya pada petugas kasir.

Nuha tidak tahu apa yang terjadi, tapi bila dilihat Ghalib terlihat begitu panik dan juga matanya berkaca-kaca menandakan sesuatu buruk telah terjadi.

Setelah selesai dengan belanjaannya dan juga serta membawa belanjaan orang yang pernah menolaknya, Nuha langsung menjalankan motornya untuk pulang ke rumah tak lupa ke rumah orang tua pria yang pernah menolaknya itu untuk mengantar belanjaan.

"Nyampe rumah senyum-senyum, kenapa sih?" tanya Fatimah penasaran dengan tingkah putrinya.

"Ma, tadi Nuha ketemu Ghalib di mini market depan." Mata Nuha berbinar ketika bercerita pada ibunya.

"Habis apa kalian sampai bisa ketemu? Emang dia ada di sini?" tutur ibunya dengan sedikit ketus.

"Ketemu gak sengaja, dia lagi belanja." Senyum Nuha tidak hilang walau ibunya sudah berbicara ketus.

"Kaya seneng gitu habis ketemu sama Ghalib. Inget, Teh, dia calon suami orang lain!"

"Tadi juga cuma bicara sebentar sama dia. Dia buru-buru gitu setelah dapat telepon, Jadi aja Nuha dimintai bantuan buat antar belanjaan dia ke rumahnya."

Penantian CintaWhere stories live. Discover now