🔅#18🔅

1.7K 220 11
                                    

Hai guys
How are you, asek wkwk
Gak tau, pen nyapa aja hehe

Vote dulu biar gak lupa

🥀Happy Reading🥀

Senja baru saja mendaratkan bokongnya di atas bangku, namun seseorang telah mengganggu harinya.

"WOI, ANJIR SUMVAH. INI GOOD NEWS!," ucap Nafisha dengan napas ngos-ngosan setelah berlari dengan grasak-grusuk.

Senja menatap gadis itu dengan jengah, Nafisha benar-benar suka merecoki harinya. "Apa?"

Nafisha masih mengatur napasnya sambil merapikan tas lalu duduk di bangku samping Senja. "Itu ... si Jingga tadi di bully," ungkap Nafisha.

Senja yang mendengar itu membolakan matanya, lalu secara spontan berdiri dan menggebrak meja. Hal itu membuat perhatian para siswa terfokus pada Senja.

"Lo kenapa? Masih peduli sama dia?" tanya Nafisha.

Senja dengan cepat menoleh, tatapan gadis itu menajam. "Gak, gue gak peduli," ucapnya lalu kembali duduk.

Gadis itu berusaha menekankan dirinya bahwa ia tak peduli dengan Jingga, ia tak perlu dan tak akan pernah mengkhawatirkan kembarannya itu.

Nafisha menatap Senja menyelidik, berusaha membaca ekspresi wajah gadis itu. "Lo khawatir, gue tau," ucap Nafisha setelah menangkap keresahan di wajah Senja.

"Gak," balas Senja datar.

Nafisha terkekeh kecil lalu menepuk-nepuk bahu Senja. Ia tau betul bagaimana Senja, gadis itu selalu menyembunyikan perasaannya. Tapi Nafisha selalu bisa membaca perasaan gadis itu dari matanya, bagaimana ketika Senja marah, khawatir, sedih, ia tahu. Hanya satu hal yang tidak pernah Nafisha lihat dari mata Senja, yaitu kebahagiaan.

"Dia di UKS kalo lu pengen samperin," ucap Nafisha.

Senja memang membenci Jingga, namun Nafisha tahu jika gadis itu masih punya rasa sayang kepada kembarannya. Sebenci apapun Senja pada Jingga, ikatan mereka sebagai saudari kembar masih tetap kuat dan keduanya pasti punya hasrat untuk saling melindungi.

Bel masuk telah berbunyi, namun Senja masih duduk di bangkunya sambil menatap lurus ke depan. Wajah gadis itu menampilkan keresahan, walau tidak terlalu kontras tapi bisa Nafisha lihat.

Nafisha hanya geleng-geleng melihat sikap Senja. Jika boleh jujur, Nafisha juga sedikit membenci Jingga. Ia tak suka dengan gadis itu karena Jingga adalah alasan Senja diperlakukan tak adil. Jingga adalah alasan Senja mendapat semua penderitaan ini, begitulah yang ada di pikiran Nafisha. Namun ia juga menginginkan kedua gadis itu akur agar Senja bisa bahagia dan mendapat keluarga yang harmonis. Setidaknya jika orang tua Senja masih tak mengharapkan gadis itu, Senja masih bisa bersenang-senang dengan kembarannya bukan. Ia ingin melihat sorot bahagia di mata Senja, ia ingin melihat gadis itu tertawa lepas atau tersenyum manis.

"SELAMAT PAGI ANAK-ANAK," ucap seorang guru yang baru saja datang.

Setelah mengabsen dan menyampaikan kalimat pembuka yang sudah membuat kadar kantuk naik, akhirnya guru tersebut mulai menyampaikan pelajaran.

Sudah beberapa menit pelajaran berlangsung, tapi Senja tak pernah fokus. Ia terus memikirkan kondisi Jingga, dan itu sangat menganggu untuknya.

Nafisha menyenggol siku Senja yang bertumpu pada meja, lalu berdesis memanggilnya.

"Setau gue, tadi Jingga di tampar. Terus di seret ke kamar mandi, kayaknya di lelepin ke wastafel," bisik Nafisha. Gadis itu berniat mengompori Senja.

Senja Tanpa Jingga (End)Where stories live. Discover now