11. Kertas Hitam

Mulai dari awal
                                    

"N-Na sakit..." Lia meringis kesakitan sementara kakinya berusaha mensejajarkan jarak sama kaki panjang Nares yang terus berjalan dengan langkah lebar.

Pemuda itu tak menyahut, seolah suara Lia adalah angin lalu.

Nares membawa Lia ke UKS sekolah. Beruntung disana tidak ada orang, jadi Nares bisa leluasa mengobrol dengan Lia.

Nares membanting pintu UKS kuat-kuat hingga tertutup rapat, mengakibatkan pekikan kaget keluar dari bibir gadis yang setia dia genggam.

"N-Na kamu kenapa sih?" Tanya Lia, kali ini dia berhasil melepaskan tautan tangan. Entah mengapa ketika sampai di UKS, tenaga Nares langsung kandas, tubuhnya melemas.

Nares duduk diatas ranjang yang ada didalam UKS, lalu dia mendekatkan kursi untuk diletakkan tepat didepannya. Nares menepuk kursi tersebut, lalu menoleh pada si gadis yang masih berdiri dengan kaku didepan pintu.

"Duduk sini."

"Aku?"

"Iya, lo."

Lia diam. "Ngapain?"

"Bentar, gue mau bicara."

"Yaudah aku berdiri disini aja gapapa—"

"Lia, sini." Dia berkata tegas, matanya menatap Lia sayu hingga Lia pun tak sanggup menolak permintaan Nares.

Akhirnya Lia menduduki kursi itu, kini keduanya duduk berhadapan dengan tatapan yang saling mengadu.

Nares agak mencondongkan tubuhnya kedepan, membuat Lia otomatis memundurkan badan.

Nares tak bersuara, dia malah asik memandangi manik mata hitam milik Lia dalam-dalam.

"Masih marah gak Lia?" Tanya Nares setelah sekian lama hening sambil mengeluarkan senyum tulus.

Lia meneguk saliva, "aku gak marah lho, tapi takut."

Pfftt!

Demi apapun Nares langsung terbahak mendengar pengakuan jujur dan terdengar polos itu. Nares memundurkan badan, kembali ke posisi semula agar Lia bisa nyaman duduk dikursinya.

"Ngetawain aku?"

"Enggak." Jawab Nares singkat setelah tawanya mereda.

Lia mendengus, membuang muka kearah lain.

"Lia, liat gue." Kata Nares pelan.

Sepertinya Lia sudah gila, karena dia langsung menuruti perintah Nares tanpa ragu.

"Gue minta maaf." Kata Nares lagi, masih dengan nada yang hangat.

Lia mengerjap singkat, "Kenapa?"

"Apa?"

"Kenapa kamu bentak aku, Na? Aku salah apa?" Tanya Lia serius, bibirnya bergetar pelan.

Nares menghembuskan nafas panjang, dia mengelus bahu Lia.

"Gue kelepasan, maaf."

Bibir mungil itu terbungkam lama, kala terbuka mengeluarkan suara yang tak terduga. "Iya." Begitu tulus.

Nares menghentikan pergerakan tangan. Kemudian ia menunjukkan tangan kanannya yang memar gara-gara terlalu brutal memukul Haikal.

"Liat nih. Luka." Adunya.

Lia mengikuti arah pandang Nares, matanya seketika mendelik kaget. Segera dia beranjak dari kursi untuk mengambil kotak p3k diatas nakas.

"Sini aku obatin." Ujar Lia sambil menarik telapak tangan Nares. Dia mulai mengobati dengan telaten.

Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang